Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Anggota DPD RI Filep Wamafma: Kewenangan Jaksa dalam Mengusut Korupsi Justru Perlu Diperkuat

Filep Wamafma mengatakan kewenangan kejaksaan perlu diperbesar agar pelaksanaan hukum menjadi lebih optimal.

Editor: Content Writer
zoom-in Anggota DPD RI Filep Wamafma: Kewenangan Jaksa dalam Mengusut Korupsi Justru Perlu Diperkuat
dok. DPD RI
Anggota Komite I DPD RI Dr. Filep Wamafma 

TRIBUNNEWS.COM - Anggota Komite I DPD RI Dr. Filep Wamafma menegaskan perlunya penguatan kewenangan kejaksaan. Hal ini dikatakannya sebagai respon terhadap uji materi yang mendorong penghapusan kewenangan kejaksaan dalam mengusut kasus tindak pidana korupsi (tipikor).

Filep mengatakan, konstitusi justru memberikan kekuasaan itu kepada ‘Korps Adhyaksa’ tersebut. Oleh sebab itu, Senator Papua Barat ini tidak sepakat dengan adanya upaya penghilangan kewenangan jaksa dalam mengusut tindak pidana korupsi.

“Kejaksaan telah diberikan kewenangan oleh undang-undang sebagai pengacara negara. Oleh sebab itu, sebenarnya kejaksaan punya otoritas atas nama negara untuk melaksanakan asas negara hukum, rechsstaat. Negara Indonesia adalah negara hukum sesuai dengan konstitusi,” ujarnya di Jakarta, Senin (26/6/2023).

“Jadi, kalau ada upaya untuk menghapus kewenangan kejaksaan tentang kewenangan pengusutan tindak pidana korupsi, justru bagi saya, tidak setuju. Karena salah satu alat kekuasaan negara adalah kejaksaan yang diberikan kekuasaan negara untuk menegakkan hukum bersama-sama dengan kepolisian dan pengadilan,” sambungnya.

Seperti diketahui, seorang advokat bernama Yasin Djamaludin menggugat kewenangan jaksa mengusut kasus korupsi ke MK. Dalam petitum permohonannya, ia meminta MK menyatakan UU Kejaksaan Pasal 30 ayat (1) huruf d; UU Tipikor Pasal 39; serta UU KPK Pasal 44 ayat (4), dan Pasal 44 ayat (5) khusus frasa “atau kejaksaan”; Pasal 50 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) khusus frasa “atau kejaksaan”; dan Pasal 50 ayat (4) khusus frasa “dan/atau kejaksaan” bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.

Pemohon mendalilkan sejumlah pasal yang diujikan tersebut inkonstitusional dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945. Dalihnya yakni adanya hak penyidikan kasus korupsi membuat kejaksaan menjadi superpower karena memiliki kewenangan lebih selain melakukan penuntutan dan penyidikan.

Pemberian wewenang sebagai penyidik dalam Pasal 30 ayat (1) huruf d UU Kejaksaan pun dianggap membuat jaksa dapat sewenang-wenang melakukan penyidikan. Disebutkannya, prapenuntutan atas penyidikan dilakukan sekaligus oleh jaksa sehingga tidak ada kontrol penyidikan dari lembaga lain serta kerap mengabaikan permintaan hak-hak tersangka, seperti pemeriksaan saksi/ahli dengan tujuan membuat terang suatu perkara.

BERITA REKOMENDASI

Doktor hukum alumnus Unhas Makassar ini mengatakan pembatasan kewenangan kejaksaan bukanlah tindakan yang tepat dan justru akan menimbulkan masalah. 

“Jadi keliru, apabila ada upaya untuk melemahkan bahkan meniadakan kewenangan kejaksaan dalam rangka penanganan penyidikan kasus-kasus tindak pidana korupsi,” tegasnya.

Lebih lanjut, Filep mengatakan kewenangan kejaksaan perlu diperbesar agar pelaksanaan hukum menjadi lebih optimal. Ia juga menyarankan agar jaksa agung tidak dipilih di lembaga politik untuk menguatkan independensinya. 

“Kepala Kejaksaan Agung harus orang independen dan berasal dari lingkungan atau ia adalah struktur dalam kejaksaan. Ini akan lebih bagus karena secara tugas fungsi lebih memahami dan juga terhindari dari transaksi politik,” papar Wakil Ketua Komite I DPD RI ini.(*)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
berita POPULER

Wiki Terkait

© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas