Bersamaan Dengan HUT RI, DPR Harapkan Di Hari Jadinya BPPT Lebih Dihargai
BPPT merayakan HUT yang ke-38 bersamaan harinya dengan HUT RI ke-71. Di Momen ini, Anggota Komisi VII DPR RI Mukhtar Tompo minta BPPT dihargai lagi.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Bersamaan dengan HUT RI ke-71 tahun, BPPT juga merayakan HUT yang ke-38 tahun.
Anggota Komisi VII DPR RI Mukhtar Tompo saat ditemui di ruang kerjanya, Selasa (16/08) menyebutkan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) sebenarnya merupakan laboratorium ide bagi pemerintah untuk merancang kebijakan di bidang teknologi.
Sayangnya, banyak hasil riset BPPT justru dikesampingkan oleh kepentingan politik sehingga BPPT kurang dihargai.
Mukhtar mengusulkan agar BPPT lebih dihargai eksistensinya sebagai laboratorium ide bagi siapa saja termasuk pemerintah.
Lanjutnya, banyak hasil riset BPPT yang bisa dimanfaatkan untuk kemajuan negeri.
Bahkan, risetnya dihargai oleh dunia internasional meski di negeri sendiri BPPT seperti kurang dihargai.
“Indonesia di usianya yang ke-71 tahun ini, bersamaan dengan ultahnya BPPT yang 38 tahun. Dan saya hadir di ultahnya BPPT. Bagi saya, BPPT itu laboratorium ide milik Indonesia. Banyak ide yang lahir di situ, tapi kurang penghargaan di negara ini. Kurang penghargaan, karena tidak menjadikan BPPT sebagai grand design pembangunan nasional,” ungkap Anggota F-Hanura DPR ini.
Mukhtar menyayangkan anggaran BPPT dipangkas. Padahal, anggarannya sangat urgen bagi kebutuhan riset.
Hasil riset BPPT bisa terkoneksi dengan Bappenas dan kementerian terkait lainnya untuk menyusun pembangunan nasional.
Dengan pemotongan tersebut, mungkin banyak hasil riset BPPT yang belum terpublikasi secara luas.
“Saya anggota yang menolak pemotongan anggaran LPNK (lembaga pemerintah non kementerian) termasuk BPPT,"ujar dia.
Menurut politisi dari dapil Sulsel I ini, pemotongan anggaran oleh pemerintah mestinya juga dengan riset mendalam.
Tidak bisa asal potong. Perlu pengamatan lebih teliti kementerian dan lembaga mana saja yang layak dipertahankan anggarannya, yang ditambah, dan yang dikurangi.
Sejak Menkeu masih dijabat Bambang Brodjonegoro, pemotongan sudah dilakukan.
Kini, dengan hadirnya Menkeu baru Sri Mulyani, pemotongan kembali dilakukan.
DPR sudah membahas anggaran begitu lama dengan menyita waktu dan energi. Tapi, tiba-tiba dibatalkan begitu saja tanpa konsultasi lagi dengan DPR.
“Saya secara pribadi tidak setuju. Pemotongan secara sepihak ini penghinaan terhadap DPR. APBN P 2016 sudah diketuk palu, lalu dirubah lagi. Itu suatu kesalahan yang fatal. Itu pelanggaran yang luar biasa,” tandas Mukhtar. (Pemberitaan DPR RI)