Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Ferry Kase : "Jangan Ada Diskriminasi dalam Pemungutan Pajak"

Anggota Komisi XI DPR Ferry Kase menegaskan, jangan ada diskriminasi dalam pemungutan pajak di Indonesia.

zoom-in Ferry Kase :
dpr.go.id
Anggota Komisi XI DPR Ferry Kase sebelum Rapat Paripurna di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (12/10/2016). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi XI DPR Ferry Kase menegaskan, jangan ada  lagi diskriminasi dalam pemungutan pajak di Indonesia.

Apalagi bagi perusahaan yang mengambil keuntungan di Tanah Air. Hal ini terkait Google Indonesia yang dianggap tidak membayar pajak.

 “Semua perusahaan yang mempunyai lingkup usaha di Indonesia, saya pikir harus taat pada peraturan pajak, maupun peraturan lainnya yang berlaku di Indonesia. Jadi, tidak ada pengecualian,” tegas Ferry, sebelum Rapat Paripurna di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (12/10/2016).

 Menurut politisi F-Hanura itu, tidak ada pengecualian kepada perusahaan untuk bebas dari pajak. Apalagi bagi perusahaan asing yang telah mengambil keuntungan di Indonesia. Ia pun meminta Pemerintah, dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan untuk tidak tebang pilih dalam memungut pajak.

 “Saya kira tidak alasan, selama badan usaha itu di wilayah Indonesia, dia juga menjadi objek pajak. Warga negaranya sendiri saja taat membayar pajak, masak ini perusahaan asing malah tidak membayar pajak. Itu harus di-clear-kan,” tegas Ferry.

Ia memastikan, pihaknya mendukung Ditjen Pajak untuk mengejar pajak Google. Ia pun berjanji akan mencari perkembangannya dari Menteri Keuangan.

“Komisi XI sangat mendukung pajaknya dikejar. Akan kami pantau prosesnya secara khusus,” komitmen politisi asal dapil Nusa Tenggara Timur itu.

Berita Rekomendasi

Sebagaimana diketahui, Google Indonesia dianggap tidak membayar pajak, salah satunya karena belum menjadi Badan Usaha Tetap (BUT). Dengan kata lain, Google Indonesia belum menjadi wajib pajak. Keberadaannya di Indonesia hanya sebagai kantor perwakilan sehingga transaksi bisnis yang terjadi di Tanah Air tidak berpengaruh ke pendapatan negara.

Padahal, transaksi bisnis periklanan di dunia digital (yang merupakan ladang usaha Google) pada tahun 2015 saja mencapai 850 juta dollar AS atau sekitar 11,6 triliun.

Menurut catatan Direktorat Jenderal Pajak, Google di Indonesia telah terdaftar sebagai badan hukum dalam negeri di KPP Tanah Abang III dengan status sebagai PMA sejak 15 September 2011 dan merupakan "dependent agent" dari Google Asia Pacific Pte Ltd di Singapura.

Dengan demikian, menurut Pasal (2) ayat (5) huruf (N) UU Pajak Penghasilan, Google seharusnya berstatus sebagai BUT, sehingga setiap pendapatan maupun penerimaan yang bersumber dari Indonesia berhak dikenakan pajak penghasilan.

Indonesia bukan satu-satunya negara yang tengah mengincar Google agar patuh terhadap kewajiban pajak. Setidaknya, ada tiga negara lain yang sedang menguber-uber Google agar membayar pajaknya, yakni Inggris, Perancis, dan Italia. (Pemberitaan DPR RI) 

Admin: Sponsored Content
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas