Pemerintah Diminta Sediakan Kawasan Pelepasliaran Orangutan
Lahan yang sempit menyebabkan banyaknya orangutan yang belum bisa dilepasliarkan, sehingga terlalu lama berada di tempat rehabilitasi.
TRIBUNNEWS.COM - Hutan ideal untuk orangutan dilepasliar semakin sempit, karena banyaknya pembukaan lahan untuk kepentingan perkebunan. Di satu sisi, semakin banyaknya orangutan yang berhasil diselamatkan, karena habitatnya telah rusak. Hal ini menyebabkan banyaknya orangutan yang belum bisa dilepasliarkan, sehingga terlalu lama berada di tempat rehabilitasi.
Hal itu menjadi salah satu temuan Anggota Komisi IV DPR Taufiq R Abdullah, usai meninjau pusat konservasi orangutan yang dikelola oleh Borneo Orangutan Survival Foundation (BOSF) atau Yayasan BOS, di desa Nyaru Menteng, Palangka Raya, Kalimantan Tengah, Rabu (26/10/2016). Yayasan BOS merupakan organisasi non profit yang didedikasikan untuk konservasi orangutan dan habitatnya.
“Problem yang mereka (Yayasan BOS, RED) hadapi adalah bagaimana bisa melepasliarkan untuk orangutan yang sudah direhabilitasi, dan mereka harus kembali ke alam liar. Namun lahannya yang tidak ada. Tentu dalam hal ini Pemerintah harus melakukan upaya, bagaimana caranya menentukan lahan-lahan yang ada itu, sebagai tempat untuk melepasliarkan orangutan,” tegas Taufiq.
Taufiq meminta kepada Pemerintah agar tidak terjebak kepada aturan-aturan yang dibuatnya sendiri. Saat ini hal yang menjadi urgent adalah Pemerintah segera menentukan area yang memang layak secara ilmiah untuk pelepasliaran orangutan. Diketahui, kawasan yang menjadi habitat untuk seekor orangutan adalah 100 hektar.
“Kalau memang tidak ada, ya tidak perlu 100 hektar. Mungkin sekian hektar dulu, mungkin 50 hektar untuk seekor orangutan dulu. Sebab kalau kita untuk mencapai apa yang ideal, jangan sampai malah tidak didapatkan semua. Jangan sampai sekian tahun orangutan dikekang, sehingga harus segera dilepaskan,” tegas politisi F-PKB itu.
Kedepannya, ia akan mendorong kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan agar segera melakukan pemetaan, khususnya untuk penyelamatan orangutan. Jangan sampai orangutan terlalu dikekang atau berada di tempat rehabilitasi, karena belum adanya lahan untuk pelepasliaran.
Di satu sisi, politisi asal dapil Jawa Tengah itu mengapreasi langkah-langkah Yayasan BOS dalam menyelamatkan salah satu satwa primata yang sudah cukup langka ini. Walaupun tidak mendapat bantuan dari Pemerintah, Yayasan BOS tetap melakukan upaya dalam menyelematkan kekayaan negara.
“Ini luar biasa. Jika ada partisipasi masyarakat seperti ini, didorong saja. Pemerintah tinggal memberikan fasilitasi yang memungkinkan, jadi tidak harus diambil alih oleh Pemerintah. Masyarakat mampu melakukan sesuatu dan itu mendukung bagi pembangunan negara, itu sangat bagus,” puji Taufiq.
Sementara itu sebelumnya, Program Manajer Yayasan BOS Nyaru Menteng, Deny Kurniawan mengatakan, saat ini Yayasan BOS menangani 468 orangutan untuk direhabilitasi. Sementara pada tahun 2015, Yayasan BOS menangani 469, dan selama tahun 2014, sebanyak 538 ditangani Yayasan BOS.
Deny menambahkan, saat ini jumlah orangutan di Yayasan BOS mengalami overpopulasi. Karena daya tampung pusat rehabilitas hanya untuk 320 orangutan, sementara saat ini Yayasan BOS menangani 468 orangutan.
“Padahal, Indonesia sudah memiliki Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Orangutan Indonesia, yakni Permenhut Nomor P.53/Menhut-IV/2007. Permen ini menekankan bahwa pada tahun 2015, tidak ada lagi hutan yang direhabilitasi. Namun sekarang malah overpopulasi,” jelas Deny.
Deny memaparkan, selama ini sebanyak 185 orangutan telah dilepasliarkan ke hutan alami, meliputi 167 ekor di Hutan Lindung Bukit Batikap, dan Taman Nasional Bukit Baka-Bukit Raya.
Dalam kesempatan itu, Deny juga menambahkan, karena sulitnya mencari kawasan pelepasliaran, pihaknya membentuk PT Restorasi Habitat Orangutan Indonesia, yang merupakan unit kerja Yayasan BOS untuk menjawab tantangan mendapatkan kawasan pelepasliaran orangutan.
Kunjungan kerja spesifik Komisi IV DPR dipimpin Wakil Ketua Komisi IV DPR Daniel Johan (F-PKB/dapil Kalbar). Kemudian diikuti oleh Anggota Komisi IV dari F-PDI Perjuangan Sudin (dapil Lampung), Efendi Sianipar (dapil Riau), Dardiansyah (dapil Kalsel), Agustina Wilujeng Pramestuti (dapil Jawa Tengah), dan Henky Kurniadi (dapil Jawa Timur). Kemudian Andi Nawir (F-Gerindra/dapil Sulsel), Hamdhani (F-Nasdem/dapil Kalteng), Sa'duddin (F-PKS/dapil Jabar), dan Zainut Tauhid (F-PPP/dapil Jateng).