Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Komisi IX Berjuang Iuran BPJS Tidak Naik

Anggota Komisi IX DPR RI Ashabul Kahfi menegaskan, pada prinsipnya Komisi IX DPR RI senantiasa berpihak pada rakyat kecil.

Editor: Content Writer
zoom-in Komisi IX Berjuang Iuran BPJS Tidak Naik
Chaerul Umam/Tribunnews.com
Komisi IX DPR RI menggelar rapat bersama Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto, Dirut BPJS Kesehatan Fachmi Idris, Ketua Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) Tubagus Achmad Choesni dan jajaran Dewan Pengawas BPJS Kesehatan. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi IX DPR RI Ashabul Kahfi menegaskan, pada prinsipnya Komisi IX DPR RI senantiasa berpihak pada rakyat kecil. Hal itu terlihat pada perjuangan seluruh Pimpinan dan Anggota Komisi IX DPR RI agar iuran BPJS Kesehatan tidak mengalami kenaikan yang rencananya akan berlaku mulai 1 Januari 2020 mendatang.

“Insya Allah kita masih terus berjuang, setidaknya sebelum kenaikan iuran berlaku pada Januari 2020. Jika memang terpaksa, Pemerintah tidak punya cara lain untuk menutupi defisit, alangkah baiknya jika iuran BPJS kelas III tidak mengalami kenaikan,” tegas Kahfi saat mengikuti Kunjungan Kerja Spesifik Komisi IX DPR RI ke Makassar, Sulawesi Selatan, Jumat (15/11/2019).

Dalam Kunspek ini, Komisi IX DPR RI menggelar pertemuan dengan Pemerintah Provinsi Sulsel, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota se-Sulsel, Direktur RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar, BPJS Kesehatan Devisi Regional IX Sulawesi dan Maluku, BPJS Kesehatan Makassar, ARSADA, PERSI, BPRS, dan Serikat Rakyat Miskin Indonesia (SRMI), di Kantor Dinas Kesehatan Sulsel.

Baca: Komisi II DPR RI: Jelang Pilkada Serentak, Permasalahan e-KTP Harus Segera Selesai

Legislator Partai Amanat Nasional (PAN) ini menjelaskan, bahwasanya Menteri Kesehatan dr. Terawan Agus Putranto juga cukup responsif atas masukan Komisi IX DPR RI terkait iuran BPJS Kesehatan ini. “Bahkan Menkes sudah bersurat ke Kementerian terkait, agar menunda kenaikan iuran BPJS kelas III. Atau jika tidak bisa dihindari, maka Pemerintah seharusnya memberi subsidi. Kita apresiasi niat baik dr. Terawan,” ungkapnya.

Kahfi mengungkapkan, hal penting yang perlu dibenahi dalam perbaikan sistem jaminan kesehatan nasional salah satunya adalah data kepesertaan. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah kemiskinan terus menurun, tapi peserta BPJS Kesehatan yang menikmati fasilitas Penerima Bantuan Iuran (PBI) terus bertambah.

“Dalam rapat, teman-teman dari Serikat Rakyat Miskin menyampaikan bahwa masih banyak masyarakat miskin yang seharusnya berhak mendapatkan BPJS PBI, namun belum terdata. Artinya, salah satu PR besar BPJS Kesehatan bersama Kementerian Sosial adalah perbaikan data, agar program ini tepat sasaran,” analisis Kahfi.

Kahfi juga mengungkapkan kendala yang dihadapi penerima PBI, yang sebelumnya berstatus BPJS Mandiri. “Banyak peserta PBI mengeluh, ternyata kartu mereka tidak bisa digunakan. Ternyata setelah dicek, sebelum terdaftar di PBI, mereka adalah pengguna BPJS Mandiri yang masih memiliki tunggakan. KIS PBI mereka tidak bisa terpakai sebelum tunggakan BPJS mandiri terbayar,” tambahnya.

Baca: Komisi VI Dorong Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung Selesai Sesuai Target

Berita Rekomendasi

Merespon hal tersebut, Kahfi berpandangan bahwa idealnya peserta BPJS PBI tidak perlu dibebani dengan beban tunggakan tersebut. “Mereka beralih ke PBI, karena mereka tidak mampu. Seharusnya BPJS merubah kebijakan yang menyusahkan masyarakat kecil. Mesti diingat, jaminan kesehatan itu hak setiap warga negara,” tegas legislator dapil Sulsel I ini.

Kahfi juga menyoroti pelayanan fasilitas layanan kesehatan (fasyankes) bagi para pasien BPJS Kesehatan, baik di puskesmas maupun rumah sakit. “Saya sering mendapati keluhan pasien BPJS, mereka sudah mengeluhkan sakit yang tak tertahankan, namun harus menunggu pelayanan, karena administrasi belum selesai diurus,” jelasnya.

Baca: Buka-bukaan, Krisdayanti Beberkan 3 Penyesalan Selama Jadi Anggota DPR, Singgung soal Pemborosan

Keluhan lain, kata Kahfi, disampaikan pasien BPJS yang rawat inap. Mereka kerap mendapatkan penolakan dari rumah sakit, dengan alasan kamar penuh. “Resep yang diberikan dokter bagi pasien BPJS, juga sering tidak tersedia di apotek rumah sakit. Akibatnya keluarga pasien harus mencari obat ke apotek luar rumah sakit dengan biaya sendiri. Ke depan, semua ini tidak boleh lagi terjadi,” harap mantan Wakil Ketua DPRD Sulsel ini. (*)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas