Komisi I DPR Minta Kemenlu Lindungi ABK WNI yang Masih Hidup
Wakil Ketua Komisi I DPR RI Abdul Kharis Almasyhari menyampaikan keprihatinannya terkait pemberitaan tiga jenazah Anak Buah Kapal (ABK) Warga Negara I
Editor: Content Writer
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Komisi I DPR RI Abdul Kharis Almasyhari menyampaikan keprihatinannya terkait pemberitaan tiga jenazah Anak Buah Kapal (ABK) Warga Negara Indonesia yang dilarung ke laut dari Kapal Long Xin 629 China.
Ia meminta Kemenlu memastikan serta memberikan perlindungan terhadap ABK yang masih hidup dan kini menjalani perawatan di Korea Selatan.
“Saya sangat prihatin dan berbelasungkawa atas meninggalnya ABK Indonesia yang bekerja di kapal itu. Negara berkewajiban memberikan perlindungan dan pendampingan kepada semua WNI termasuk memastikan tidak adanya kekerasan, eksploitasi dan pelanggaran terhadap nilai kemanusiaan yang berakibat jatuhnya korban nyawa WNI dan terampasnya hak mereka sebagai ABK," tegas Kharis dalam keterangan persnya kepada Parlementaria dpr.go.id, Kamis (7/5/2020).
Baca: Menlu Telepon ABK WNI Kapal Long Xin 629 di Korsel
Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini menyampaikan, sebagaimana yang tertera pada Pasal 18 Undang-Undang Hubungan Luar Negeri Nomor 37 Tahun 1999, disebutkan bahwa Pemerintah berkewajiban untuk melindungi kepentingan warga negara atau badan hukum Indonesia.
Sementara pada Pasal 19 disebutkan bahwa Perwakilan Republik Indonesia berkewajiban untuk memberikan pengayoman, perlindungan dan bantuan hukum bagi warga negara Indonesia yang berada di luar negeri.
“Karena itu saya meminta agar Kementerian Luar Negeri segera berkoordinasi dengan pemerintah Tiongkok terkait Kapal tempat bekerja WNI dan Pemerintah Korea Selatan yang saat ini merawat dan membantu 14 ABK yang masih hidup sehingga semua dapatkan keadilan dan tentunya pendampingan yang memadai dari negara dalam hal ini kedutaan besar kita di Korea Selatan," jelas legislator dapil Jawa Tengah V itu.
Baca: Akan Segera Pulang ke Indonesia, Kisah ABK di Kapal China, Tidur 3 Jam Hingga Makan Umpan Ikan
Seperti yang diberitakan media di Korea Selatan sejumlah WNI ABK melapor bahwa mereka diperlakukan dengan buruk di kapal ikan tersebut dengan bekerja hingga 18 sampai 30 jam, istirahat yang minim, serta terpaksa harus meminum air laut yang disaring sehingga sebagian jatuh sakit, sementara para awak dari China mendapat jatah air mineral dalam botol.
Menurut Kharis, berdasarkan UU Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (UU PPMI) jelas sekali bahwa bekerja merupakan hak asasi manusia yang wajib dijunjung tinggi, dihormati, dan dijamin penegakannya.
“Pekerja Migran Indonesia harus dilindungi dari perdagangan manusia, termasuk perbudakan dan kerja paksa, korban kekerasan, kesewenang- wenangan, kejahatan atas harkat dan martabat manusia, serta perlakuan lain yang melanggar hak asasi manusia apa yang terjadi pada ABK WNI di kapal itu harus diusut tuntas hingga selesai,” jelas Kharis.
Baca: Cerita ABK Indonesia Dipaksa Buang Mayat Teman-temannya ke Laut oleh Kapten Kapal China
Sementara itu, Kementerian Luar Negeri merilis perkembangan ABK yang saat ini masih di Korsel, Kamis (7/5/2020). Pemerintah Indonesia, baik melalui perwakilan Indonesia di Selandia Baru, RRT dan Korea Selatan maupun di Pusat, memberi perhatian serius atas permasalahan yang dihadapi anak kapal Indonesia di kapal ikan berbendera RRT Long Xin 605 dan Tian Yu 8 yang beberapa hari lalu berlabuh di Busan, Korsel. Kedua kapal tersebut membawa 46 awak kapal WNI dan 15 diantaranya berasal dari Kapal Long Xin 629.
Menurut Kemenlu, KBRI Seoul terlah berkoordinasi dengan otoritas setempat dan akan memulangkan 14 awak kapal lainnya pada 8 Mei 2020. KBRI Seoul juga sedang mengupayakan pemulangan jenazah awak kapal a.n. E yang meninggal di RS Busan karena pneumonia. 20 awak kapal lainnya melanjutkan bekerja di kapal Long Xin 605 dan Tian Yu 8.
Pada Desember 2019 dan Maret 2020, terjadi kematian 3 awak kapal WNI saat kapal Long Xin 629 dan Long Xin 604 sedang berlayar di Samudera Pasifik. Kapten kapal menjelaskan bahwa keputusan melarung jenazah karena kematian disebabkan penyakit menular dan hal ini berdasarkan persetujuan awak kapal lainnya.
Baca: Langkah Menteri Kelautan Tangani Dugaan Eksploitasi dan Pelarungan Jenazah ABK ke Laut
KBRI Beijing telah menyampaikan nota diplomatik untuk meminta klarifikasi mengenai kasus ini. Dalam penjelasannya, Kemlu RRT menerangkan bahwa pelarungan telah dilakukan sesuai praktek kelautan internasional untuk menjaga kesehatan para awak kapal lainnya.
Guna meminta penjelasan tambahan mengenai alasan pelarungan jenasah (apakah sudah sesuai dengan Ketentuan ILO) dan perlakuan yang diterima ABK WNI lainnya, Kemlu akan memanggil Duta Besar RRT. (*)