Komisi X DPR RI Meminta Kemendikbud Ristek untuk Serius Bahas Anggaran Pendidikan
Komisi C DPR RI meminta Kemendikbud Ristek untuk segera membahas dengan serius mengenai anggaran pendidikan dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP).
Editor: Content Writer
TRIBUNNEWS.COM - Wakil Ketua Komisi X DPR RI Abdul Fikri Faqih meminta Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbud Ristek) RI Nadiem Anwar Makarim untuk lebih serius dalam membahas anggaran bersama Komisi X DPR RI.
Pasalnya, Nadiem belum membuat rincian Rencana Kerja Pemerintah (RKP) saat rapat kerja (raker) bersama Komisi X DPR RI untuk membahas RKA-K/L & RKP TA 2024.
“Menteri Nadiem belum membuat rincian RKP-nya, hanya copy paste dari Kemenkeu yang masih global. Ini jelas tidak benar, bagaimana mengelola sektor pendidikan yang punya bagian anggaran 20 persen APBN, tapi tidak ada RKP-nya,” ungkap Fikri, dikutip dari keterangan persnya, Selasa (6/6/2023).
Untuk diketahui, rincian RKP turut menjadi hal yang krusial dalam pembahasan anggaran. Hal itu dikarenakan akan mempengaruhi penentuan prioritas program kerja dan potensi implementasi kerja pada tahun mendatang.
Maka dari itu, pihaknya menilai belum tersampaikannya dokumen RKP kepada Komisi X DPR RI menunjukan ketidakseriusan Kemendikbud Ristek.
Di sisi lain, pihaknya juga mempertanyakan sistem kerja di eselon I hingga jajaran dibawahnya yang tidak punya rencana kerja yang jelas. Bahkan, ia juga mengkritik keras soal banyaknya pejabat utama di Kemendikbud Ristek yang masih memiliki status pelaksana tugas (Plt).
“Padahal pejabat Plt dilarang membuat keputusan strategis,” tegas Fikri.
Politisi Fraksi PKS dari dapil Jawa Tengah IX ini mencatat, setidaknya ada 15 orang pejabat yang masih menyandang status Plt di lingkungan Kemendikbud Ristek.
Adapun 15 orang itu terdiri dari 1 pejabat direktur jenderal (dirjen), 2 pejabat sekretaris direktorat jenderal (ditjen), 7 pejabat direktur, 3 pejabat kepala pusat, dan 2 pejabat kepala biro.
Sebagai informasi, mengutip dari Undang-undang (UU) Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, yang berbunyi berdasarkan perundangan, plt merupakan pengganti pejabat definitif yang berhalangan tetap dalam rangka melaksanakan tugas rutin sesuai kewenangannya.
Sedangkan dalam pasal 14 ayat (7) UU tersebut, pejabat plt dikatakan tidak berwenang mengambil keputusan dan/atau tindakan yang bersifat strategis yang berdampak pada perubahan status hukum pada aspek organisasi, kepegawaian, dan alokasi anggaran.
Kemudian, penjelasan pasal 14 ayat (7) juga secara terang menyebutkan yang dimaksud dengan keputusan dan/atau tindakan yang bersifat strategis adalah keputusan dan/atau tindakan yang memiliki dampak besar, seperti penetapan perubahan rencana strategis dan rencana kerja pemerintah.
Lanjut Fikri, sehubungan dengan aspek legal RKP yang sudah maupun sedang disusun dan kemudian dibahas bersama dengan Komisi X DPR RI, ia mengaku hal ini percuma untuk dibahas, karena mengandung unsur tidak legal.
“Ini (RKP) percuma untuk dibahas bersama-sama kalau tidak legal, apapun hasilnya nanti,” ucapnya.
Mengenai masa bakti seorang pejabat plt, kata Fikri, perlu untuk adanya pembatasan hanya maksimal 6 bulan.
“Mengutip Surat Edaran Kepalan BKN RI Nomor 2/SE/VII/2019 tentang kewenangan pelaksana harian dan pelaksana tugas dalam aspek kepegawaian, ASN yang ditunjuk bertugas selama 3 bulan dan dapat diperpanjang maksimal hanya 3 bulan berikutnya,” katanya.
Oleh karena itu, ia terus mendesak kepada Mendikbud Ristek dan seluruh jajarannya untuk segera menyelesaikan masalah RKP dan legalitas plt di institusinya.
“Masalah ini jangan sampai menghambat proses kerja pemerintah yang bisa berdampak luas pada publik,” tandasnya.