Telaah Eks Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari Saat Jadi Ahli Sidang Sengketa Pilkada di MK
MK kembali menggelar sidang pemeriksaan lanjutan Pilkada Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2024 pada Kamis (13/2/2025).
Penulis: Mario Christian Sumampow
Editor: Hasanudin Aco

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang pemeriksaan lanjutan Pilkada Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2024 pada Kamis (13/2/2025).
Sidang ketiga untuk Perkara Nomor 32/PHPU.BUP-XXIII/2025 ini beragendakan mendengarkan keterangan saksi dan ahli, serta pemeriksaan dan pengesahan alat bukti tambahan.
Dalam sidang yang dipimpin oleh Ketua MK Suhartoyo ini, salah satu poin krusial yang mengemuka adalah telaah hukum yang dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Mandailing Natal dalam menindaklanjuti rekomendasi Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
Hal ini disampaikan oleh eks Ketua KPU RI, Hasyim Asy'ari yang hadir sebagai ahli.
Menurut Hasyim, dalam Pasal 14 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 disebutkan bahwa KPU Kabupaten/Kota wajib memperlakukan peserta pilkada secara adil dan setara.
Oleh karena itu, ketika ada rekomendasi dari Bawaslu mengenai dugaan pelanggaran administrasi, KPU tidak serta-merta langsung menindaklanjuti, melainkan terlebih dahulu melakukan telaah hukum.
“Tidak selalu rekomendasi Bawaslu harus dilaksanakan secara langsung, tetapi KPU melakukan kajian mendalam melalui telaah hukum untuk menentukan langkah yang tepat. Telaah hukum inilah yang menjadi dasar bagi KPU dalam memberikan respons atas rekomendasi Bawaslu,” jelas Hasyim di hadapan majelis hakim.
Telaah hukum ini juga mencakup pertimbangan mengenai status Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) calon kepala daerah.
Dalam perkara ini, Pemohon, pasangan calon nomor urut 01 Harun Mustafa Nasution dan M Ichwan Husein NST, berargumen bahwa calon nomor urut 02 Saipullah Nasution tidak menyerahkan LHKPN sesuai dengan jadwal yang dipersyaratkan oleh PKPU Nomor 8 Tahun 2024.
Namun, pihak KPU menegaskan bahwa penyerahan LHKPN oleh calon nomor urut 02 tetap berada dalam koridor hukum yang berlaku.
“KPU telah memastikan bahwa keputusan yang diambil dalam proses pencalonan telah melalui pertimbangan hukum yang adil dan setara, sesuai dengan mekanisme yang diatur dalam peraturan perundang-undangan,” tegas Hasyim.
Dalam sidang ini, perdebatan mengenai keabsahan dan batas waktu penyerahan LHKPN terus menjadi fokus utama.
Ahli yang dihadirkan pihak terkait, I Gde Pantja Astawa, menyatakan bahwa Surat Edaran KPK bukanlah peraturan perundang-undangan yang mengikat, sehingga tidak bisa dijadikan dasar untuk mendiskualifikasi pasangan calon.
Sementara itu, pihak pemohon tetap berpegang pada pendapat bahwa keterlambatan penyerahan LHKPN seharusnya menyebabkan calon nomor urut 02 dinyatakan Tidak Memenuhi Syarat (TMS).
Mereka berargumen bahwa keputusan KPU Mandailing Natal dalam menetapkan pasangan calon nomor urut 02 harus dianggap cacat formil dan dibatalkan.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.