Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Ya Tuhan, Saya akan Mati

Sarah kemudian berdoa kepada Tuhan untuk memberikan kekuatan kepada keluarga korban.

Editor: Rachmat Hidayat
zoom-in Ya Tuhan, Saya akan Mati
wikipedia.org
Ilustrasi 

TRIBUNNEWS.COM, BAMENDA--Ketika Sarah Ewang, 41, mendengar tentang pembunuhan dan mutilasi 18 wanita muda di Yaoundé, ibukota Kamerun, dia menangis. Sarah kemudian berdoa kepada Tuhan untuk memberikan kekuatan kepada keluarga korban.

Sarah adalah seorang pedagang perhiasan di Bamenda, Ibu Kota wilayah Northwest, dapat memahami rasa sakit yang dialami oleh gadis-gadis itu menjelang detik-detik mereka dibunuh dalam sebuah ritual sekte di Kamerun.

"Saya mengenal baik dengan pembunuhan dibalik ritual tersebut, dan Tuhan telah melepaskan aku dari tangan-tangan orang jahat," katanya.

Di tahun 2005, ketika tengah menuju ke Doula Ibu Kota wilayah Littoral, dari Bamenda untuk membeli perhiasan yang akan kembali ia jual di tokonya.

Saat memberhentikan sebuah taksi di Douala, ia mendapati taksi itu sudah ditumpangi oleh dua orang. Walau demikian ia tetap naik juga. Ketika taksi yang ditumpanginya sudah melaju sejauh beberapa meter, untuk mengangkut seorang wanita lainnya, seorang pria yang berada di taksi menodongkan senjata api ke arah mereka dan meminta mereka untuk tetap tenang.

"Saya mencoba berteriak, salah satu pria menampar saya sangat keras," ujarnya.

Taksi itu akhirnya membawa mereka ke sebuah gubuk di daerah hutan yang terisolasi dengan jerak lebih dari satu jam dari kota Doula.

BERITA REKOMENDASI

"Saya tahu hidup saya akan segera berakhir, dan hal berikutnya yang saya pikir adalah bayi saya yang baru berumur 3 bulan," ucapnya.

Ia kembali ditampar menggunakan senjata oleh para pelaku ketika ia coba untuk teriak. Hasilnya ia pun jatuh pingsan.

Ketika ia terbangun, ia menemukan bahwa para pelaku telah keluar dari dalam mobil. Sopir taksi dan seorang penumpang pria masuk ke dalam gubuk, sementara seorang pria lainnya menungguinya sambil mengarahkan pistol ke arahnya.

Kepadanya, dia mengatakan, adalah seorang pembunuh ritual dan dia tidak meminta apa-apa darinya.

Akhirnya, dua pria yang sebelumnya bersama-sama dengannya di dalam taksi muncul dari dalam gubuk, bersama dengan empat orang lainnya membawa pedang pendek. Putus asa, Ewang berteriak keras dalam dialek setempat, Bakossi. "Ya Tuhan, saya akan mati dan meninggalkan putri saya," tuturnya.

Segera setelah dia berbicara, pria dengan pistol mendekatinya dan menatapnya di mata tetapi tidak mengucapkan sepatah kata pun. Dia kemudian membawa rekan-rekannya kembali ke dalam pondok dimana mereka tetap berada di sana selama kurang lebih 45 menit.

Akhirnya, pria yang membawa pistol kembali dan memintanya dan dengan wanita lain untuk masuk ke dalam mobil. Saat mereka berjalan menjauh, pria dengan pistol berbicara.

"Pergi dan rawatlah bayi anda, berikan salam saya untuknya katakan padanya bahwa pamannya titip salam. Kefasihan anda dalam dialek Bakossi telah menyelamatkan jiwa anda," ujarnya.

Walau sudah pulih dari traumanya, Ewang mengaku masih merasa ketakutan jika mendengar ada perempuan muda yang meninggal dibunuh dengan kejam oleh pembunuh ritual. (upi.com)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas