Dubes RI untuk Australia Tiba di Jakarta: Irit Bicara dan Hindari Wartawan
Duta Besar RI untuk Australia Nadjib Riphat Kesoema akhirnya tiba hari ini di Terminal 2D bagian kedatangan
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Wartakotalive.com, Leonard A.L Cahyoputra
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Duta Besar RI untuk Australia Nadjib Riphat Kesoema akhirnya tiba hari ini di Terminal 2D bagian kedatangan Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten pada pukul 19.25 WIB.
Dari pantauan Wartakotalive.com, ia datang dengan memakai stelan jas berwarna hitam dipadu dengan Kemeja berwarna putih dan dasi biru serta celana berwana sama dengan jasnya.
Saat menyadari di luar Terminal ada wartawan yang sudah menunggunya, Najib memilih kembali masuk ke dalam Terminal.
Para wartawan pun tetap menunggu Dubes tersebut keluar. Bahkan ada beberapa yang berlari ke pintu Terminal 2E untuk berjaga-jaga bila Najib keluar lewat sana.
Selang 10 menit, Najib akhirnya keluar dengan dikawal satu petugas keamanan dari Aviation Security (Avsec). Ia pun irit bicara kepada wartawan.
Saat ditanya apakah penarikan dia untuk sementara atau permanen, Najib berkata itu semua tergantung dari keputusan pimpinan.
"Itu tergantung kepada kebijakan pimpinan," ujarnya kepada wartawan sambil terus berjalan ke arah parkiran Terminal 2.
Terkait soal penyadapan yang dilakukan Australia, Najib mengatakan media-media di Australia juga ikut memberitakan permasalahan tersebut. Akan tetapi ia tidak menjelaskan apakah pemberitaan tersebut membela atau justru memojokkan Indonesia.
Setelah itu, Najib tidak mau lagi menjawab pertanyaan dari wartawan dan segera masuk ke dalam mobil yang sudah menunggu di depan lobby Terminal 2.
Informasi yang diterima Wartakotalive.com, Najib langsung pergi ke kantor Kementrian Luar Negeri untuk mengikuti suatu rapat.
Seperti diketahui penarikan Nadjib ini merupakan bentuk kemurkaan Pemerintah Indonesia terhadap isi pemberitaan harian Sydney Morning Herald (SMH) dan Guardian yang membongkar praktik penyadapan yang diduga dilakukan Badan Intelijen Australia (DSD) terhadap Presiden SBY dan Ibu Negara, Ani Yudhoyono. Kedua media asing tersebut memperoleh informasi dari dokumen mantan kontraktor Badan Intelijen Amerika Serikat (NSA), Edward J Snowden.
Harian Guardian bahkan memaparkan secara khusus beberapa dokumen dalam bentuk slide presentasi milik DSD. Mereka menulis DSD telah menyadap komunikasi Presiden SBY di bulan Agustus 2009 lalu selama lebih dari 15 hari.
Di dalam dokumen itu tertulis daftar panggilan ke luar dan masuk ke dalam ponsel pribadi Presiden SBY yang saat itu masih menggunakan perangkat ponsel Nokia E90-1. Data panggilan di dalam slide itu mencakup nomor si penelepon, nomor tujuan telepon keluar, lama durasi percakapan di telepon dan jenis komunikasi yang dilakukan Presiden SBY, apakah itu SMS atau panggilan suara.
Selain Presiden SBY dan Ibu Ani Yudhoyono, DSD turut menyadap beberapa figur penting lainnya, yaitu mantan juru bicara luar negeri Presiden SBY dan mantan Duta Besar Indonesia untuk AS, Dino Patti Djalal; mantan juru bicara kepresidenan, Andi Mallarangeng; mantan Mensesneg, Hatta Radjasa; mantan Wapres, Jusuf Kalla; mantan Menteri Keuangan yang kini menjabat sebagai Direktur Grup Bank Dunia, Sri Mulyani Indrawati; mantan Menteri BUMN Sofyan Djalil; dan mantan Menkopolkam, Widodo Adi Sucipto.
Pemerintah Indonesia sebelumnya pernah menarik Dubes di Australia tahun 2006 silam, sebagai bentuk protes atas keputusan Negeri Kanguru memberikan visa kepada 42 warga Papua. Kantor berita BBC, 23 Maret 2006, melansir saat itu Dubes Indonesia dipanggil pulang dengan pesawat pertama yang tersedia.
Indonesia saat itu menuduh Negeri Kanguru menerapkan standar ganda, karena sebelumnya telah menolak permintaan suaka pendatang dari negara-negara lain.