Lepere Jadi Pahlawan Penggerebekan Pembantai Charlie Hebdo
Lepere bisa memberitahu polisi tentang lokasi orang-orang bersenjata itu dan tata letak bangunan tersebut
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, PARIS -- Saat bersembunyi di sebuah gudang percetakan dan dikelilingi polisi, teroris Said dan Cherif Kouachi tidak menyadari bahwa pasukan komando sedang diberi informasi tentang setiap gerakan mereka. Informasi tersebut disampaikan Lilian Lepere (27 tahun) yang bersembunyi dalam sebuah kotak kardus hanya beberapa meter jauhnya dari kedua teroris itu. Lepere bisa memberitahu polisi tentang lokasi orang-orang bersenjata itu dan tata letak bangunan tersebut.
Selama lebih dari enam jam, desainer grafis itu menyampaikan informasi penting hingga pengepungan itu berakhir dalam baku tembak berdarah saat dua teroris bersaudara itu, yang telah bersumpah untuk mati sebagai martir, keluar dari persembunyian dan mengeluarkan tembakan tetapi mereka kemudian menjadi sasaran hujan peluru polisi.
Dari tempat persembunyiannya di bawah wastafel, Lepere pertama kali mengirim pesan teks kepada ayahnya saat Kouachi bersaudara mengambil alih gudang percetakan di Dammartin-en-Goele, sebuah kota kecil di utara Paris. Dia menulis, "Saya bersembunyi di lantai satu. Saya pikir mereka telah membunuh orang lain. Beritahu polisi untuk turun tangan."
Dia diketahui berada di sebuah ruangan yang terkunci. Dia terus memberikan informasi penting kepada polisi dan pasukan khusus melalui teleponnya saat para penembak jitu mengambil posisi di atas atap gedung-gedung di sekitarnya dan helikopter berdengung di atas kepala. Lepere keluar tanpa cedera setelah baku tembak dan dibawa ke unit penilaian psikologis.
Seorang sandera yang ditawan di bawah todongan senjata oleh teroris itu juga dibebaskan. Kouachi bersaudara lari sejak membunuh 12 wartawan dan polisi dalam serangan teror di kantor majalah satire Charlie Hebdo di Paris, Rabu lalu.
Saat perburuan besar-besaran terhadap mereka berlangsung, mereka membuang mobil curiannya dan melarikan diri dengan berjalan kaki ke hutan yang berjarak 50 km di sebelah utara Paris. Sabtu pagi kemarin mereka berhasil lolos dari cegatan polisi dan setelah puku 8 pagi membajak sebuah mobil Peugeot 206 abu-abu yang dikendarai seorang guru perempuan di dekat Montagny-Sainte-Felicite, 30 km sebelah timur laut Paris. Jean Paul Douet, walikota desa itu, mengatakan seorang rekan melihat orang-orang itu memaksa perempuan itu untuk pindah ke kursi belakang. "Dia melihat senjata mereka, dan khususnya roket peluncur granat," katanya.
Guru tersebut kemudian dibebaskan tanpa cedera segera setelah itu, lalu puluhan mobil polisi mulai mengejar buronan itu di sepanjang jalan raya N2 menuju Paris. Selama pengejaran, baku tembak pun terjadi.
Kedua orang itu kemudian membuang mobil curiannya dan melarikan diri dengan berjalan kaki ke sebuah gudang percetakan yang dikelola keluarga di sebuah kawasan industri di Dammartin-en-Goele. Mereka menyerbu masuk ke tempat itu, menyamar sebagai polisi bersenjata, dan menjadikan bos perusahaan itu sebagai sandera.
Polisi bersenjata mengepung gedung dan menutup kota berpenduduk 8.000 orang itu. Semua tempat usaha ditutup, hampir 1.000 anak diungsikan dari sekolah dan jalan-jalan dibiarkan sepi kecuali untuk jalur kendaraan polisi dan unit petugas bersenjata dengan perlengkapan perang. Polisi bertopeng dan memakai helm dengan senjata otomatis terlihat mengintip keluar dari helikopter yang berdengung di udara.
Michel Carn, seorang warga, mengatakan, "Seluruh kawasan dikepung. Kami terkurung dalam rumah kami."