Jokowi Diminta Tak Gubris Telepon PM Australia Abbot
"Ini jadi preseden buruk kalau permintaan itu dikabulkan," ujar Henry.
Penulis: Edwin Firdaus
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Henry Yosodiningrat meminta presiden Jokowi tidak luluh dengan lobi-lobi Pemerintah Australia. Bahkan Jokowi diminta tidak perlu menanggapi permintaan dari pemerintah Australia untuk menunda eksekusi dua terpidana mati kasus narkotika asal negara kangguru tersebut.
"Ya gak perlu digubris (telepon dari PM Tony Abbott), dengan tidak mengurangi rasa hormat dan simpati kami, pemerintah Australia harus menghormati kedaulatan negara kita, dengan segala hormat tidak kami kabulkan, kan selesai urusannya," ujarnya saat dimintai pendapatnya oleh wartawan, Minggu (1/3/2015).
Ketua Umum Gerakan Nasional Anti Narkotika (Granat) itu mengatakan pelaksanaan hukuman mati terhadap dua Bali Nine ini berkaitan dengan kedaulatan negara dalam melindungi warga negaranya dari ancaman narkoba. Untuk itu, menurut Henry presiden harus tegas menolak permintaan penundaan, apalagi permintaan pembantalan eksekusi mati.
"Karena ini menyangkut masalah bangsa, jadi hukuman mati itu merupakan bentuk perlindungan negara terhadap warganya dari ancaman narkoba. Ini jadi preseden buruk kalau permintaan itu dikabulkan," ujarnya.
Dikabarkan, Presiden Jokowi telah menerima langsung telepon dari Perdana Menteri (PM) Tony Abbott agar menunda rencana eksekusi mati terhadap terpidana gembong narkoba Bali Nine, Myuran Sukumaran dan Andrew Chan. Bahkan sempat dikatakan Jokowi melunak terkait rencana eksekusi tersebut.