Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Lee Kuan Yew Dicinta juga Dibenci

Ia memimpin bengsanya untuk melepaskan diri dari Malaysia di tahun 1965 dan membentuk negara negara independen

Editor: Johnson Simanjuntak
zoom-in Lee Kuan Yew Dicinta juga Dibenci
AFP/GEORGE GASCON
Foto yang diambil oleh Straits Times pada 14 September tahun 2000 menunjukkan Perdana Menteri pertama Lee Kuan Yew di Singapura mengadakan konferensi pers di Singapura pada peluncuran Bagian 2 dari memoarnya, Dari Dunia Ketiga Pertama. Lee Kuan Yew menghembuskan nafas terakhir di usianya yang telah menginjak 91 tahun akibat penyakit pneumonia. Kondisi Lee Kuan Yew dikabarkan terus menurun sejak dirawat di rumah sakit pada 5 Februari 2015 lalu. AFP PHOTO / GEORGE GASCON/ The Straits Times 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Lee Kuan Yew selamanya akan dikenang sebagai orang yang mengubah sebuah pos perdagangan kolonial yang kumuh menjadi pusat keuangan yang makmur dengan jalan-jalan yang bersih, gedung pencakar langit berkilauan dan pemerintahan yang stabil.

Lahir di tahun 1923, Lee menjadi Perdana Menteri pada tahun 1959 ketika Singapura, tanah tanpa sumber daya alam yang didiami oleh masyarakat heterogen yang terdiri dari Tiongkok, Melayu dan India, masih berada wilayah Inggris dan dilanda kerusuhan demi kerusuhan.

Ia memimpin bengsanya untuk melepaskan diri dari Malaysia di tahun 1965 dan membentuk negara negara independen yang kini menjadi pusat kekuatan ekonomi global.

"Saya mencoba untuk membuat, dalam situasi dunia ketiga, sebuah oasis pertama dunia," ujar Lee, dalam wawancara dengan CNN pada tahun 2008.

Meskipun memiliki segudang prestasi, Lee menjadi tokoh juga menjadi tokoh yang dibenci di Singapura. Ia sering mendapat kritik karena kebijakan politiknya yang mencekik kebebasan pers dan perlakuan 'kejam terhadap lawan-lawan politiknya.

Pemerintahannya menciptakan banyak produk perundang-undangan yang secara ketat mengatur kehidupan rakyatnya, termasuk media, kebebasan politik, sensor, dan bahkan menjual permen karet.

Di tahun 2014 Singapura berada di peringkat ke 150 dalam Indeks Kebebasan Media versi Reporter Tanpa Batas, tepat di atas Republik Demokratik Kongo, Meksiko , dan Irak.

Berita Rekomendasi

Selain di bidang media, pemerintahan yang dipimpin Lee juga menuai kritik di bidang politik dan kebijakan publik.

Di tahun 2013, keresahan menyeruak di tengah-tengah masyarakat Singapura, setelah Partai Aksi Rakyat menetapkan visi negara yang memungkinkan lebih banyak imigran masuk ke Singapura.

Partai Aksi Rakyat, adalah partai yang dimpimpin oleh Lee dan telah memerintah Singapura selama lima dekade terakhir.

Dalam sebuah artikel di tahun 2014,politisi oposisi Singapura, Dr Chee Soon Juan mengkritik sistem otoriter Singapura, menyalahkan kurangnya perbedaan pandangan untuk ketidaksetaraan ekonomi dan memburuknya kondisi kerja.

"Jajaran oposisi, masyarakat sipil dan gerakan buruh telah hancur dalam 50 tahun terakhir melalui penjara tanpa pengadilan dan penuntutan pidana, dan hampir setiap surat kabar, saluran dan radio TV stasiun dimiliki dan dijalankan oleh negara," kata Chee.


Namun dalam sebuah wawancara 2008 dengan CNN, Lee menolak tuduhan bahwa Pemerintah Singapura terlalu dominan terhadap masyarakatnya.

"Saya menginginkan perdamaian dan stabilitas sosial di dalam negeri. Saya tidak mengikuti resep yang diberikan kepada saya oleh teoretisi demokrasi," katanya.

Lee sukarela mengundurkan diri sebagai Perdana Menteri pada tahun 1990, dimana menempatkannya sebagai orang terkuat di Asia pertama yang melakukannya.

Namun, ia memainkan peran dalam pembentukan kabinet Singapura hingga tahun 2011 ketika putra sulungnya, Lee Hsien Loong, terpilih menjadi perdana menteri untuk masa jabatan kedua.

"Ini adalah salah satu tokoh legendaris Asia di ke-20 dan abad ke-21," kata Presiden AS Barack Obama dalam pertemuan dengan Lee di Gedung Putih pada bulan Oktober 2009.

"Dia adalah seseorang yang membantu memicu keajaiban ekonomi Asia," tambah Obama

Lee berasal dari sebuah keluarga yang berimigrasi dari Tiongkok Selatan. Sedari masih duduk di bangku sekolah, Lee sudah menunjukan kemampuan akademis yang memukau.

Setelah lulus dari sekolah ia mendaftar untuk menjadi mahasiswa di Raffles Institution, dan kemudian melanjutkan sekolahnya di Fitzwilliam College di Cambridge untuk mengambil ilmu hukum.

Ia mulai tertarik untuk terjun ke dunia politik, ketika Jepang menduduki Singapura pada Perang Dunia ke II.

"Saya belajar bagaimana cara untuk bertahan hidup orang selamat dan bagaimana orang harus tunduk karena anda perlu makan dan keluarga anda perlu untuk hidup, jadi saya belajar arti kekuasaan," katanya kepada CNN pada tahun 2002.

Setelah perang usai, Lee berhasil merebut kekuasaan atas kota yang kini menjadi Singapura di tahun 1959 dan mendirikan partai Partai Aksi Rakyat. Partai Aksi RakyatNamun saat itu ia mengaku tidak memuliki visi besar untuk melakukan transformasi.

Dalam awal pemerintahannya ia berkonsentrasi untuk mengundang lebih banyak investor untuk menciptakan lapangan kerja. Ia kemudian sukses membawa Singapura di bidang manufaktur elektronik dengan menggembar-gemborkan Singapura sebagai alternatif untuk Hong Kong, yang dalam kekacauan karena Revolusi Kebudayaan di Tiongkok.

Di tahun 2010, Lee dilarikan ke rumah sakit akibat menderita infeksi dada. Di tahun 2013, di usinya ke 89 tahun, Lee mengalami gejala serangan stroke dan harus kembali menjalani perawatan di rumah sakit.

Pada 5 Februari 2014, ia kembali dirawat di rumah sakit atas gejala pneumonia berat dan lebih dari enam minggu hidup dengan ventilator.(CNN)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas