Terancam Lenyap Komunitas Kristen Kuno Pengguna Bahasa Aramik di Era Yesus
Kaum militan tersebut merusak gereja-gereja dan simbol-simbol agama dalam serangan itu serta menculik sekitar 250 orang Assyria
Editor: Johnson Simanjuntak
Dia melarikan diri dari desanya di Tal Jomaa saat milisi ISIS sedang memerangi pasukan Kurdi di daerah itu.
Gabriel dan banyak pendatang baru lainnya dari desa Sungai Khabur menghadiri misa di Katedral St George, Gereja Assyria di Beirut. Mereka berbagi kabar tentang orang-orang tercinta yang beremigrasi atau mendiskusikan mereka yang tidak begitu beruntung, seperti orang-orang yang ditawan oleh ISIS.
Pada suatu hari Minggu belum lama ini di gereja itu, Samir Khizan, 49 tahun, yang datang ke Beirut dari Suriah lebih dari setahun lalu, mengatakan bahwa kaum militan setuju untuk tidak menculik kakaknya yang berusia 70 tahun ketika mereka menyerang desa keluarga itu di Abu Tireh pada Februari lalu.
Namun, mereka memaksa dia untuk menghancurkan salib dan patung Bunda Perawan Maria di rumahnya.
"Mereka menyuruh dia untuk menghancurkan semua itu dengan kakinya, maka dia pun memejamkan matanya dan diam-diam memohon pengampunan kepada Tuhan sebelum dia melakukannya," kata Khizan.
Andre Hermes, 60 tahun, mengatakan bahwa ia belum mendengar kabar dari saudaranya, Awiyeh, sejak serangan pada Februari. Awiyeh, kata dia, menolak untuk meninggalkan rumahnya, tempat dia bertani kapas, gandum, dan tomat.
"Dia mencintai rumah itu," kata Hermes, yang berpikir bahwa saudaranya itu berada di antara 250 orang yang dibawa ISIS dari daerah Sungai Khabur.
Dia menduga bahwa kaum militan ingin menukar para tawanan itu dengan para anggota ISIS yang dijadikan tahanan oleh milisi Kurdi di daerah itu. Ada juga rumor bahwa kaum militan ingin menukar para tawanan itu dengan uang tebusan.
Mereka tetap takut bahwa orang-orang yang mereka cintai itu bisa dibunuh sebagaimana banyak tawanan ISIS lainnya.
"Mereka memperlakukan kami seperti binatang," kata Hermes, yang meninggalkan desanya lebih dari setahun yang lalu guna mencoba untuk pindah ke Swedia.
Dia telah tinggal di Beirut sejak saat itu. Hermes mendapat dukungan dari masyarakat Assyria setempat sampai ia bisa pindah.
Nuri Kino, pendiri A Demand For Action, sebuah kelompok yang meningkatkan kesadaran kaum minoritas yang dianiaya di Irak dan Suriah, mengatakan bahwa meskipun ada perpindahan massal terhadap mereka, orang Assyria masih mempertahankan kekompakan budaya di beberapa negara, termasuk Swedia, yang telah membawa masuk 150.000 orang dari mereka.
Namun, dia menyatakan keraguan bahwa mereka akan terus menggunakan bahasa Aramik seperti yang mereka lakukan di Timur Tengah.
Kembali ke Beirut, Gabriel mengatakan bahwa kekhawatiran utamanya adalah menemukan rumah baru bagi keluarganya, serta pekerjaan. "Orang-orang kami telah dipaksa keluar dari tanah air kami," katanya.
"Tentu saja kami ingin melestarikan budaya kami, tetapi kami perlu mencari kehidupan baru bagi diri kami sendiri. Hidup kami di Suriah sudah tamat."(Egidius Patnistik/The Washington Post)