Biksu Ashin Wirathu, 'Osama Bin Laden' dari Birma
Sosok biksu Buddha Burma, Ashin Wirathu kini sedang disorot.
TRIBUNNEWS.COM, MYANMAR - Sosok biksu Buddha Burma, Ashin Wirathu kini sedang disorot.
Penyebabnya, dia diduga kuat menjadi dalang di balik pembantaian warga etnis Rohingya di Myanmar.
Biksu Ashin disebut memprovokasi umat Budha di Myanmar untuk membantai etnis Rohingya.
Atas perannya itu, wajah biksu Ashin Wirathu terpampang di sampul majalah Time disertai tulisan “THE FACE OF BUDDHIST TERROR”.
Tak hanya itu, majalah Time dan New York Times menjuluki Wirathu sebagai "Birma Bin Laden".
Sampul Time pun menjadi viral di jejaring sosial Indonesia.
Netizen Indonesia banyak mengecam biksu Ashin Wirathu dan menyamakannya teroris. Bahkan, umat Budhist di Indonesia secara resmi mengecam biksu yang dinilai tak mengerti ajaran luhur sang Budha.
“Inilah kebiadaban yang dipertongtongkan oleh orang yang mengaku beragama,” tulis Suaib Prawono, aktivis Gusdurian Makassar melalui Facebook, Rabu (20/5/2015).
Posisinya sebagai pemuka agama serta wajahnya yang tenang, dinilai bertolak belakang dengan tindakannya selama ini.
Dikutip dari sejumlah sumber, biksu Ashin Wirathu melakukan itu sebagai pembalasan atas penghancuran patung Buddha Bamiyan di Afganistan yang dikuasai Taliban.
Aksi pembalasannya itu dinamai gerakan 969.
Pelacur
Biksu Ashin Wirathu juga pernah disorot gegara melontarkan kata-kata tidak etis, yakni menyebut seorang utusan PBB "pelacur" dan "wanita jalang", Januari 2015.
Dikutip dari BBC, pejabat hak asasi manusia PBB, Zeid Ra'ad Al Hussein pun mendesak pemerintah Myanmar mengecam keras biksu Ashin Wirathu.
Al Hussain mengatakan komentar Wirathu tergolong "ucapan yang bisa memicu kebencian".
Ia juga menilai bahwa komentar tersebut "melecehkan dan tidak menghargai martabat wanita".
"Saya mendesak para pemimpin politik dan agama di Myanmar untuk mengecam semua ucapan yang bisa memicu kebencian," kata Al Hussain dalam satu pernyataan tertulis.
Biksu Ashin Wirathu mengeluarkan komentar ini dalam satu unjuk rasa Januari 2015, untuk menentang lawatan utusan PBB, Yanghee Lee, yang antara lain mengangkat nasib minoritas Rohingya di Myanmar.
'Tidak Menyesal'
Yanghee Lee mengatakan bahwa warga Rohingya hidup dalam kondisi yang sangat mengenaskan.
Wirathu sendiri dalam wawancara dengan BBC menolak tuduhan bahwa dirinya memicu kebencian.
"Saya tidak menyesal ... kata-kata yang saya pakai sangat lunak. Ketika itu saya berbicara tentang isu nasional, bukan berceramah tentang agama," kata Ashin Wirathu.
Wirathu mendekam di penjara selama hampir sepuluh tahun setelah dinyatakan bersalah memicu kebencian terhadap warga etnis Rohingya.
Ia dikenal sebagai pemimpin gerakan 969 yang mengatakan Myanmar adalah negara Buddha dan mestinya ada pembatasan atau boikot terhadap warga Rohingya.