Sambut Turis Muslim, Jepang Getol Siapkan Makanan Halal
Belakangan ini kunjungan wisatawan Indonesia ke Jepang mengalami peningkatan cukup signifikan.
Editor: Sugiyarto
TRIBUNNEWS.COM - Belakangan ini kunjungan wisatawan Indonesia ke Jepang mengalami peningkatan cukup signifikan.
Selain serba Jepang yang menjadi tren global serta akses penerbangan yang semakin banyak, promosi wisata yang dilakukan Japan National Tourism Organization pun menjadi daya tarik yang memikat, seperti dilakukan pada Juni lalu di Jakarta.
Perhatikan saja paket wisata yang ditawarkan agen perjalanan, Jepang termasuk pilihan utama.
Ditambah dengan bebas visa bagi pemegang paspor elektronik per tahun 2015, tampaknya Jepang benar-benar serius menarik wisatawan berkunjung ke Negeri Sakura itu.
Maka, tidak heran apabila ada peningkatan jumlah wisatawan Indonesia yang berkunjung ke Jepang. Contohnya pada Februari 2015, setelah sebulan pemberlakuan e-passport, ada peningkatan sekitar 24 persen dibandingkan dengan bulan sama pada 2014.
Peningkatan itu, menurut pemimpin Organisasi Pariwisata Nasional Jepang (JNTO) Yoichi Matsuyama, beberapa waktu lampau, antara lain karena adanya beberapa kegiatan, seperti festival salju di Hokkaido.
Sebagai gambaran, pada 2014, jumlah total wisatawan Indonesia ke Jepang hampir 160.000. Jumlah itu naik 16 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Berdasarkan data JNTO, jumlah wisatawan Indonesia ke Jepang terus meningkat dalam tiga tahun terakhir ini. Pada 2012, terdapat sebanyak 101.460 wisatawan yang meningkat menjadi 136.797 orang pada 2013 dan meningkat menjadi 158.739 orang pada 2014.
Sementara jumlah turis asing yang berkunjung ke Jepang sekitar 13 juta orang, jumlah itu mengalami peningkatan 28 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Sertifikat halal
Seiring dengan peningkatan kunjungan wisatawan Indonesia itu, Jepang pun melakukan pembenahan pelayanan agar wisatawan Indonesia nyaman.
Salah satunya adalah pemberian pelayanan kepada wisatawan yang beragama Islam, yaitu berupa produk makanan halal.
Di Jepang yang mayoritas warganya beragama Shinto, tentu merupakan hal tidak mudah bagi wisatawan Muslim mencari makanan.
Namun, kini hal itu tak perlu dirisaukan lagi karena Jepang menyediakan produk makanan bersertifikat halal-meski terbatas-dari Nippon Asia Halal Association.
Pasalnya, makin banyak wisatawan Muslim berkunjung ke Jepang, seperti dari Timur Tengah dan Malaysia selain Indonesia.
Artinya Negara Matahari Terbit itu sekarang ini makin memperhatikan makanan halal demi melayani wisatawan Muslim yang semakin banyak berkunjung.
Seorang manajer restoran di Minatomirai, Yokohama, mengatakan, pelatihan dan seminar makanan halal kini kerap dilakukan di Jepang, bekerja sama dengan sejumlah negara Muslim.
Sejumlah restoran pun mulai meliriknya karena melihat makin banyak wisatawan Muslim berkunjung ke Jepang. Bahkan, ia menunjukkan sertifikat halal daging yang diimpor dari Australia.
Memang, sering kali paling mudah kita diajak makan di restoran Pakistan, Turki, atau Timur Tengah untuk "menerjemahkan" makanan halal. Ujung-ujungnya menunya rata-rata nasi briyani, kari, dan roti cane.
Sebetulnya sejumlah menu khas Jepang relatif aman untuk dikonsumsi, alias halal, karena berbahan dasar ikan (produk laut) atau mi.
Contohnya sushi, sashimi, tempura, soba, udon. Namun, perhatikam sausnya karena menggunakan sake (arak) dan mirin (sweet cooking sake), seperti sushi unagi, tempura, teriyaki, yakitori, yang menggunakan saus-saus itu.
Kandungan makanan
Selain itu, perhatikan pula makanan yang menggunakan daging babi atau kaldu babi. Contohnya ramen (tetapi ada juga ramen vegetarian), gyoza, tonkatsu, okonomiyaki, dan beberapa jenis kare.
Dalam situsnya, JNTO juga mengingatkan, sejumlah makanan dari daerah Okinawa banyak menggunakan daging babi dan olahannya, seperti goya campur dan okinawa soba.
Untuk produk kemasan, seperti mi, sudah ada yang dilengkapi tanda sertifikat halal sehingga aman dikonsumsi.
Akan tetapi, perlu tetap memerhatikan kandungan dalam produk makanan apakah mengandung bahan-bahan yang tidak halal.
JNTO menyarankan agar memerhatikan betul makanan apakah mengandung buta/pork/babi, daging ayam atau sapi yang kemungkinan tidak halal, kaldu daging, ekstrak daging, lemak hewan, lemak termodifikasi, gelatin, atau shortening.
Apabila di hotel, sebaiknya tanyakan makanan yang tersaji itu mengandung bahan-bahan di atas atau tidak.
Sashimi yang terdiri, antara lain, dari ikan dan gurita dimakan dengan kecap asin, parutan jahe, dan wasabi yang pedas.
Jadi teringat saat santap siang di sebuah restoran di daerah Okayama. Tiba-tiba seorang teman bilang ada daging babi dalam tumpukan menu. Kami satu rombongan kaget.
Pemandu kami, Yoshino, akhirnya memanggil pramusaji yang menjelaskan bahwa daging itu bukan babi, tetapi burung.
Pertanyaan berikutnya, bagaimana cara memotongnya? Lalu saya menyadari inilah arti isian formulir antara kategori "halal" dan "strictly halal" sebelum berangkat ke Jepang. Halal berarti bukan babi dan arak, sedangkan strictly halal adalah bukan babi, bukan arak, dan daging hewan yang dipotong secara Islami.
Namun, tidak perlu khawatir pula karena Jepang sekarang ini sangat getol menyiapkan produk makanan halal. Hanya saja, bertanya lebih dulu adalah tindakan bijak. Dengan demikian, Anda merasa lebih nyaman selama melakukan perjalanan di Jepang.(*)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.