Banjir di Kyoto, Warga Gugat Pemerintah Setempat
Daerah tersebut dibangun perumahan baru dan dijual lalu dihuni beberapa keluarga akhir-akhir ini
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Koresponden Tribunnews.com, Richard Susilo dari Tokyo
TRIBUNNEWS.COM, TOKYO - Untuk pertama kali dalam sejarah Jepang, minggu lalu warga sebuah daerah di Kyoto Jepang memasukan gugatan kepada pemerintahnya karena dianggap lalai tidak memberitahukan lokasi baru yang dihuni mereka bakal terkena banjir besar karena kejadian banjir seperti ini pernah terjadi di masa lalu.
"Warga daerah Ishihara, Fukuchiyama, Kyoto Jepang menuntut 20 juta yen kerugian kepada pemerintah daerah setempatnya karena dianggap lalai tidak memberitahukan tempat mereka yang baru itu sebagai tempat banjir," ungkap sumber Tribunnews.com hari ini (1/11/2015).
Daerah tersebut dibangun perumahan baru dan dijual lalu dihuni beberapa keluarga akhir-akhir ini. Mereka menganggap tidak ada pemberitahuan atau informasi dari pemda setempat mengenai daerah hunian yang baru ditinggalinya tersebut.
Tanggal 16 September 2013 datanglah angin Taifun No.18 yang sangat kencang dan menghantam daerah tersebut beserta hujan sangat lebat mengakibatkan sungai di sekitarnya, Yiragawa, meluap dan semakin membuat banjir lokasi hunian mereka. Di masa lalu kejadian seperti ini pernah terjadi saat belum di bangun rumah.
"Resiko banjir di tanah yang rendah tersebut seharusnya diberitahukan oleh pemda setempat kepada para penduduk di sana," papar tim pembeli penggugat.
Daerah sisi barat dari stasiun kereta api JR San'insen Isihara station, diperdagangkan sekitar rahun 2010 dan salah satu penghuninya adalah Yamaoka Tetsushi (39) bersama dua orang lainnya tinggal di sana.
Saat taifun No.18 datang, hujan lebat, mengalami banjir kerusakan rumah lantai dan air sampai setinggi antara 70-130 centimeter.
Menurut pengacara, kabupaten Ishihara sebenarnya sejak tahun 1953 sudah mengalami banjir serupa, lalu juga tahun 2004 saat taifun No.23 datang beserta hujan lebat. Demikian pula tahun 2006 sehingga banjir mencapai ketinggian 3 meter.
Hal itu menurutnya seharusnya masuk Map Bahaya yang ada di kantor pemda setempat tetapi tidak diberitahukan kepada para penghuni saat berpindah tinggal menetap di daerah tersebut.
Menurut pemda setempat tanah daerah tersbeut dikembangkan dengan baik dan diselesaikan dengan biaya 7,5 miliar yen sampai dengan tahun 2009, dan sekitar 800 rumah tangga baru pindah masuk ke sana.
Namun tahun 2013 banjir besar menghantam 70 rumah tangga. Kota ini lalu membentuk sebuah sistem untuk mendukung rekonstruksi perumahan, dan telah membayar total sekitar 400 juta yen untuk hal tersebut.
Hal-hal yang kurang baik dan adanya Map Bahaya tersebut yang tak diberitahu pemda kepada penghuni baru dianggap menyusahkan masyarakat dan mengakibatkan menderita kerugian banjir. Lalu masyarakat setempat menggugat pemda nya. Inilah kasus gugatan pertama kali di Jepang dari masyarakat kepada pemerintahnya karena dianggap lalai memberitahukan atau mengingatkan rakyatnya yang tinggal di tempat rawan banjir.