16 Saksi Akan Hadiri Pengadilan HAM Tragedi 1965 di Den Haag
Selain itu, dikutip dari VOA News, tujuh hakim dan pengacara internasional pun akan hadir untuk me-review sembilan tuduhan.
Penulis: Ruth Vania C
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Setidaknya 16 saksi akan menghadiri pengadilan rakyat kasus pelanggaran HAM 1965 (International People's Tribunal), Selasa (10/11/2015) ini di Den Haag, Belanda.
Selain itu, dikutip dari VOA News, tujuh hakim dan pengacara internasional pun akan hadir untuk me-review sembilan tuduhan.
Termasuk dalam tuduhan tersebut adalah pembunuhan massal, penculikan, penganiayaan, kekerasan seksual, dan campur tangan negara lain dalam tragedi 1965.
Koordinator Umum International People's Tribunal 1965, Nursyahbani Katjasungkana, mengatakan pada VOA News bahwa persidangan itu akan menjadi ajang yang akan mengungkap tragedi pembunuhan massal 1965.
"Kami ingin membuka mata dunia terhadap kasus tersebut," ucapnya.
Sedangkan, dalam profil situs resmi 1965tribunal.org, tertulis bahwa misi persidangan tersebut adalah memeriksa bukti tindak kriminal yang melanggar HAM, mengembangkan catatan rekam ilmiah dan kronologi yang akurat, serta mengaplikasikan prinsip hukum internasional untuk mengumpulkan bukti.
"Testimoni akan diberikan oleh beberapa korban dan politisi yang diasingkan dari Indonesia dan hidup di negara lain," demikian isi rilis pernyataan dalam situs tersebut.
Persidangan yang akan digelar pada 10 - 13 November 2015 itu didukung oleh berbagai organisasi, pengacara internasional, aktivis, dan peneliti di Indonesia dan negara-negara lain, di bawah koordinasi Nursyahbani dan Prof Dr Saskia E. Wieringa.
Di samping itu, menurut De Groene Amsterdammer, persidangan di Den Haag itu akan menjadi ajang pertama kalinya saksi tragedi 1965 tampil di depan publik dan diharapkan dapat menggerakkan pemerintah untuk melakukan sesuatu atas itu.
Nursyahbani sempat menuntut permintaan maaf dari pemerintah Indonesia untuk keluarga korban tragedi tersebut. Namun, Presiden Jokowi pernah mengatakan bahwa pemerintah belum ada rencana untuk berbuat demikian. (VOA News/De Groene Amsterdammer)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.