Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Pasca-Brexit, Intoleransi dan Rasisme Meningkat

Berbagai insiden bernada intoleransi dan rasial meningkat setelah keputusan Inggris untuk keluar dari Uni Eropa, yang lazim disebut Britain Exit.

Editor: Hasanudin Aco
zoom-in Pasca-Brexit, Intoleransi dan Rasisme Meningkat
TELEGRAPH

TRIBUNNEWS.COM, LONDON - Berbagai insiden bernada intoleransi dan rasial meningkat setelah keputusan Inggris untuk keluar dari Uni Eropa, yang lazim disebut Britain Exit atau Brexit.

Berbagai tindak pelecehan, intoleransi, kekerasan verbal, dan rasisme meluas di beberapa wilayah di Inggris.

Caci maki disuarakan melalui media sosial, seperti Facebook dan Twitter, seperti dilaporkan Reuters dan BBC, Senin (27/6/2016).

Hal itu tidak hanya menyasar warga imigran dari Afrika dan Asia atau keturunan mereka, tetapi juga terhadap warga dari negara lain di kawasan Eropa.

Advertisment

Salah satunya yang menjadi sasaran empuk kaum haters di Inggris itu adalah komunitas Polandia. Di sejumlah tempat muncul tulisan yang meminta mereka 'pulang ke negaramu'.

Polisi tengah menyelidiki sejumlah insiden termasuk di Huntingdon, Inggris Timur setelah munculnya tulisan, "Tak ada lagi kutu Polandia" yang dilaporkan disebarkan ke komunitas dari Eropa timur itu.

Berita Rekomendasi

Duta Besar Polandia untuk Inggris, Witold Sobkow, meminta pemerintah Inggris untuk mengecam hal yang disebutnya sebagai 'kebencian' pascareferendum.

Polisi Inggris sedang menyelidiki sejumlah insiden antara lain dugaan beredarnya brosur di Huntingdon, Inggris timur, yang bertuliskan "Tidak ada lagi kutu Polandia".

Twitter/BBC Pasca Brexit, berbagai bentuk intoleransi, rasisme, dan kekerasan verbal meningkat, termasuk di media sosial.

Insiden lain melibatkan mantan calon anggota parlemen dari Partai Konservatif Shazia Awan yang 'diminta untuk berkemas dan pulang', segera setelah hasil referendum keluar Jumat (24/6/2016).

Awan yang lahir di Wales mengatakan pemerintah harus berbuat lebih banyak untuk menangani konsekuensi negatif dari hasil referendum ini.


"Hasil (referendum) melegitimasi kebencian rasial. Walaupun mereka tidak mayoritas namun mereka tidak toleran dan bersuara keras dan ini melukai semua komunitas," kata Awan.

"Apa yang terjadi di negara kita? Kita akan melihat lagi ke belakang masa ini sebagai masa gelap di Inggris. Saya merasa kita sedang mundur," tambahnya.

Berbagai insiden ini tercatat juga melalui Twitter dengan tagar #postrefracism yang dibuat oleh kelompok dengan nama yang sama (posting dengan referensi rasisme) digunakan lebih dari 21.000 kali Senin (27/6/2016).

Sementara di Facebook melalui grup Worrying Signs (petunjuk yang mengkhawatirkan).

Akun Facebook ini dibentuk oleh Sarah Childs, Minggu (26/6/2016), setelah membaca banyak cerita di akun Twitter-nya.

"Saya melihat satu tema melalui Twitter saya dan saya merasa harus mengumpulkan cerita-cerita ini," katanya.

"Saya adalah warga Inggris kulit putih dan saya bentuk group Facebook ini bersama rekan saya yang berasal dari India dan Pakistan," tambahnya.

Sarah dan rekan-rekannya telah mengumpulkan lebih dari 5.000 anggota hanya dalam waktu satu hari.

"Kami ingin menciptakan ruang untuk mereka yang merasa tidak aman," kata Sarah. "Cacian semacam ini melukai banyak orang dan hal ini harus diatasi," tambahnya.

Sumber : BBC/Reuters,

Sumber: Kompas.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas