AS Siap Ekstradisi Ulama yang Dituduh Jadi Dalang Kudeta di Turki
Amerika Serikat (AS) menyatakan siap mengekstradisi ulama yang dituduh menjadi dalang kudeta di Turki.
Penulis: Ruth Vania C
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ruth Vania
TRIBUNNEWS.COM, WASHINGTON - Amerika Serikat (AS) menyatakan siap mengekstradisi ulama yang dituduh menjadi dalang kudeta di Turki.
Seorang ulama Turki yang kini tinggal di AS, Fethullah Gulen, dituduh Presiden Turki Recep Erdogan sebagai dalang di balik kudeta yang dilakukan militer Turki.
Erdogan, Sabtu (16/7/2016), mendesak AS untuk menyerahkan Gülen yang kerap dituduh mencoba menggulingkan pemerintahannya.
Bahkan, desakan tersebut sampai diembeli ancaman perang.
Keberadaan pria yang disebut sebagai "pemimpin organisasi teroris" di AS itu memang dinilai dapat mengancam hubungan antara kedua negara tersebut.
"Negara yang berdiri bersama Gulen akan menjadi musuh Turki," demikian kata Perdana Menteri Turki Binali Yildirim di Ankara, Turki.
AS sebelumnya mengecam keras kudeta yang menewaskan 265 orang dan mencederai 1.440 orang itu, telah menyatakan siap mengekstradisi Gulen.
Namun, Menteri Luar Negeri AS John Kerry meminta agar Pemerintah Turki memberikan bukti yang mendukung tudingan atas Gulen itu.
"Kami mengundang Pemerintah Turki untuk memberikan kami bukti apapun yang mendukung pernyataan tersebut," demikian pernyataannya, pada Sabtu.
Menurut Kerry, jika ada bukti yang mendukung, AS baru akan memeriksa dan menindaklanjutinya sesuai hukum.
Ia juga menambahkan bahwa sejauh ini belum ada permintaan ekstradisi diterima oleh pihaknya.
Masih belum dapat dipastikan siapa yang bertanggungjawab atas aksi yang memicu penangkapan terhadap 754 orang atas tuduhan upaya kudeta itu.
Erdogan menuduh musuh bebuyutannya, Gulen, terlibat dalam kudeta tersebut.
Gulen pun menuduh balik Erdogan telah merencanakan dan menjadi dalang di balik kudeta itu.
"Mungkin saja kudeta itu telah direncanakan sebelumnya dan bisa jadi untuk menujukan tuduhan pada kami (Gülen dan pengikutnya)," kata Gulen. (The Guardian/Independent)