Pengungsi Sittwe Tergantung Bantuan dari Lembaga Kemanusiaan dan PBB
Pihak keamanan semakin memperketat penjagaan di camp yang dihuni lebih dari 150.000 orang
Editor: Eko Sutriyanto
TRIBUNNEWS.COM, MYANMAR - Berlanjutnya konflik bersenjata di distrik Maungdaw, utara propinsi Rakhine, Myanmar, membuat kehidupan para pengungsi Rohingya di kota Sittwe menjadi tidak menentu.
Pihak keamanan semakin memperketat penjagaan di camp yang dihuni lebih dari 150.000 orang.
Para pengungsi ini adalah yang terdampak akibat konflik komunal antara komunitas Rakhine dan Rohingya sejak tahun 2012 silam.
"Pengungsi di pusat pengungsian Sittwe selama 4 tahun ini sangat tergantung kepada bantuan dari lembaga PBB dan lembaga kemanusiaan lainnya," kata Koordinator Program Lembaga Nasional Kemanusiaan PKPU untuk Myanmar, Deni Kurniawan dalam keterangan persnya, Rabu (22/12/2016).
Dikatakannya, militer Myanmar membatasi pergerakan para pengungsi dan mengawasi secara ketat aktivitas di dalam pusat pengungsian.
Pos-pos keamanan tersebar di berbagai penjuru dan memeriksa setiap orang asing yang hendak masuk.
Militer Myanmar juga selama 2 tahun belakangan ini telah membangun pagar-pagar kawat setinggi 3 meter dan pos-pos militer baru yang membatasi desa-desa dan pusat pengungsian Rohingya dengan dunia luar.
Akibatnya para pengungsi Rohingya menjadi terisolasi dan membuat akses terhadap kebutuhan hidup dasar seperti makanan, layanan kesehatan, pendidikan dan lainnya 8menjadi sangat terbatas.
Untuk memenuhi kebutuhan pengungsi lembaga kemanusiaan PKPU mendatangi desa-desa Rohingya di camp pengungsian Shi The Mar Gyi di Sittwe, Provinsi Rakhine untuk mendistribusikan 17 ton paket makanan bagi 500 keluarga.
Paket makanan ini terdiri dari 25 Kg beras, kentang, cabe, kacang-kacangan dan minyak sayur.
Pendistribusian dilakukan di 2 desa bertetangga yang mayoritas dihuni oleh etnis Rakhine Buddhist dan Rohingya Muslim yaitu desa Pin Laybyin new village (Rohingya) dan Pin Laybyin (Rakhine).
Deni Kurniawan menyatakan bahwa, pendistribusian dilakukan di 2 desa bertetangga sebagai upaya menjaga keharmonisan dan komunikasi diantara kedua belah pihak.
“Bantuan yang diberikan tidak hanya menyasar kepada warga Rohingya, namun juga komunitas Rakhine yang ikut terdampak akibat konflik. Mereka membutuhkan bantuan dan pendampingan dan ini solusi konflik di provinsi Rakhine” ujarnya.