Tiba di Irak, Presiden Perancis Berharap 2017 Jadi Tahun Kemenangan Lawan Teroris
"Segala sesuatu, yang memberi iuran untuk membangun kembali Irak adalah langkah tambahan untuk menghindari serangan 'Daesh' di wilayah kita,"
Editor: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, PARIS - Presiden Perancis, Francois Hollande, menuju Irak pada Senin (2/1/2017) dan berkata kepada pasukan negaranya yang ditempatkan di Irak mengenai harapannya tentang "tahun kemenangan melawan terorisme" pada 2017 ini.
Presiden dari Partai Sosialis itu, yang negaranya mengalami serangkaian serangan kelompok radikal dalam dua tahun ini, mengatakan kepada para prajurit bahwa memberi iuran kepada koalisi Amerika Serikat mencegah pembunuhan massal lebih besar di tanah air mereka.
"Segala sesuatu, yang memberi iuran untuk membangun kembali Irak adalah langkah tambahan untuk menghindari serangan 'Daesh' di wilayah kita," kata Hollande, yang menyebut kelompok Negara Islam di Irak dan Suriah (ISIS) dalam singkatan bahasa Arab.
Hollande merasakan ketenarannya terpuruk, di tengah rasa putus asa atas penanganannya di bidang ekonomi dan keamanan. Dia mengatakan takkan maju lagi dalam pemilu pada tahun ini.
Dia akan melanjutkan perjalanan ke kota Erbil yang dihuni suku Kurdi, di mana Perancis akan mengirimkan sekitar 38 ton bantuan kemanusiaan termasuk obat-obatan.
ISIS menyerang pos pemeriksaan polisi Irak di kota Najaf, Minggu (1/1/2017), menewaskan tujuh polisi selagi pasukan pemerintah di wilayah utara membuat upaya lebih untuk melawan ISIS di Mosul, yang menjadi benteng pertahanan terakhir kelompok teror itu di Irak.
Pengambilalihan Mosul kemungkinan bisa mengakhiri kelompok yang menamakan dirinya khalifah Islam yang telah menguasai kota sejak tahun 2014.
Namun, militan ISIS masih mampu bertempur menggunakan teknik gerilya di Irak dan merancang atau menginspirasi serangan ke negara-negara Barat.
Pertempuran di Mosul, yang melibatkan 100.000 anggota pasukan Irak, anggota pasukan keamanan Kurdi, dan kelompok milisi Syiah, adalah gerakan darat terbesar di Irak sejak serbuan pimpinan pasukan koalisi AS pada tahun 2003.
Sejumlah tentara elit Irak kembali mengambil alih markas di Mosul, yang merupakan markas terbesar kelompok radikal ISIS di Irak, namun mereka maju secara perlahan untuk menekan musuh.
Perdana Menteri Irak, Haider Al Abadi, yang sebelumnya berjanji menguasai kembali Mosul pada akhir 2016, pekan ini menyatakan membutuhkan tiga bulan lagi untuk mengusir ISIS dari Irak.