Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Sayap ISIS di Filipina Rencanakan Serangan Besar dan Lebih 'Maut', Ini Bukti-buktinya

Militer Filipina mengungkapkan rencana besar dan lebih 'maut' dari kelompok militan Islam yang ingin 'menebar teror' itu

Editor: Rendy Sadikin
zoom-in Sayap ISIS di Filipina Rencanakan Serangan Besar dan Lebih 'Maut', Ini Bukti-buktinya
(EPA VIA DEUTSCHE WELLE)
Pasukan Filipina mengintai markas kelompok militan Maute di pulau Mindanao, Filipina 

TRIBUNNEWS.COM, MARAWAI - Kelompok teror Filiipina yang berafiliasi dengan Negara Islam di Irak dan Suriah (ISIS) yang hingga kini masih bercokol di Marawi, Mindanao, dilaporkan merencanakan serangan yang jauh lebih besar.

Klaim tersebut dibuat setelah militer menemukan bukti video yang menampilkan Isnon Hapilon, mantan pemimpin Abu Sayyaf yang kini menjadi pemimpin sayap ISIS di Asia Tenggara yang berbasis di Mindanao.

Militer Filipina mengungkap rencana awal kelompok militan Islam yang ingin "menebar teror" itu dan gelombang kekerasan untuk menguasai Marawi.

"Ada rencana yang lebih besar dan lebih maut," kata juru bicara militer Filipina, Restituto Padilla.

Dugaan serupa diungkapkan Senator JV Ejercito. "Sangat jelas bahwa para teroris, grup Maute, ingin membebaskan Marawi dari Republik," ujarnya kepada Reuters.

Menurut bukti video yang ditemukan militer, rencana serangan besar-besaran tersebut sedianya akan dilaksanakan pada 23 Mei silam.

"Ini sudah menjadi pemberontakan dan ancaman terhadap keamanan nasional," ujarnya.

Berita Rekomendasi

Kantor berita Associated Press adalah yang pertama melaporkan tentang keberadaan video tersebut.

Di dalamnya Isnon Hapilon, Emir ISIS di Asia Tenggara, berniat menyandera murid sekolah, menutup jalan kota, dan merebut jalan bebas hambatan, yang juga diwarnai pembakaran gereja dan simbol-simbol agama Katolik, agama mayoritas penduduk Filipina.

Kepala Staf Angkatan Darat (AD) Jenderal Eduaro Año mengatakan, kelompok militan Maute yang menjadi sayap ISIS itu berupaya memecah "wilayah teritorial Filipina dengan menduduki Marawi dan membangun pemerintahan atau negara Islam."

Sebelumnya militer menemukan gudang senjata dan cadangan uang yang ditinggalkan kelompok militan.

Pemerintah FIlipina meyakini mereka mulai menarik mundur kekuatannya dari pusat kota Marawi untuk melancarkan perang gerilya.

Sejauh ini operasi pembebasan Marawi oleh militer Filipina mendapat perlawanan sengit kaum militan yang diduga menyandera ratusan warga sipil untuk digunakan sebagai tameng hidup.

Hingga kini sebanyak 134 gerilayawan berhasil dibunuh. Sementara pihak militer kehilangan 39 serdadu.

Pemerintah Filipina mengklaim korban sipil berkisar antara 20 hingga 38 orang.

'Kegilaan' Maute

Berbekal terowongan anti-bom, senjata anti-tank yang disembunyikan di masjid, perisai manusia, dan penguasaan medan, kelompok milisi Marawi, di Filipina selatan, dapat bertahan di wilayah itu.

Keunggulan itu terbukti sanggup memberikan perlawanan lebih kuat kepada pasukan militer Filipina yang mencoba menumpas mereka.

Kini, sudah dua minggu berlalu sejak pasukan teroris itu mengibar-ngibarkan bendera hitam milik kelompok Negara Islam di Irak dan Suriah (ISIS) di Marawi, mereka tak kunjung dapat ditaklukkan.

"Keuntungan dari musuh adalah penguasaan medan mereka, mereka tahu di mana gang terkecil sekali pun dan mereka bebas untuk berkeliling," ungkap Mayor Rowan Rimas, petugas operasi untuk Marinir Filipina, di Marawi, seperti dikutip AFP.

"Mereka tahu dari mana asal pasukan pemerintah, dan di mana mereka berlindung, mereka memiliki penembak jitu, dan posisi tersebut mereka dipertahankan dengan baik."

Menteri Pertahanan Delfin Lorenzana mengakui pada awal konflik, pasukan keamanan terkejut ketika puluhan orang bersenjata muncul di jalan-jalan Kota Marawi.

Pemandangan itu muncul setelah sebuah serangan militer yang gagal untuk menangkap salah satu pemimpin mereka, Isnilon Hapilon.

Mereka muncul dari rumah-rumah di Marawi kota Islam terbesar di Filipina, -negara berpenduduk mayoritas Katolik.

Kekuatan tak terduga itu memberikan perlawanan, termasuk menyandera pemuka agama Katolik yang ada di sana.

Mereka pun membakar dan menghancurkan banyak bangunan, termasuk bangunan gereja.

Lorenzana dan para pemimpin militer lain mengaku tak menyangka pasukan militan bisa memberi perlawanan dalam perebutan Marawi.

Diperkirakan, kekuatan militan ini hanya sekitar 100 orang bersenjata, namun kenyataannya ada lebih dari 500.

Mereka pun diperkuat oleh sejumlah teroris asing dari Chechnya, Arab Saudi, dan Yaman, juga Indonesia.

Milisi juga memiliki gudang militer yang sangat besar, termasuk granat berpeluncur roket, senapan serbu bertenaga tinggi, dengan amunisi yang tak ada habisnya.

Pihak berwenang mengatakan, dua saudara laki-laki dari Marawi bermarga Maute adalah pemimpin kunci dalam pertempuran tersebut.

Sekitar 10 persen wilayah Marawi yang dikuasai militan memiliki banyak terowongan dan ruang bawah tanah yang dapat menahan bom seberat 227 kilogram.

Hal itu diungkapkan Jurubicara militer Letnan Kolonel Jo-ar Herrera.

"Bahkan masjid-masjid di sini memiliki terowongan," kata dia.

Herrera mengatakan, para teroris menggunakannya untuk menghindari pengeboman dan juga untuk menyimpan senjata bertenaga tinggi.

"Ini semua adalah bagian dari dinamika medan perang yang membuatnya semakin sulit bagi kami."

Artikel ini sudah dipublikasikan di KOMPAS.com dengan judul: Sayap ISIS di Filipina Rencanakan Serangan Besar

Sumber: Kompas.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas