Terlibat Banyak Teror, Amerika Tolak Bebaskan Hambali
Bom yang diangkut oleh sebuah mobil, dan diparkirkan begitu saja di jalan di depan klab malam.
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM -- Pengadilan perang AS mendakwa seorang tahanan di Teluk Guantanamo terkait bom Bali 2002, teror bom pertama paling mematikan di Indonesia.
Informasi itu disampaikan kantor berita Associated Press, Jumat (23/6/2017), dengan merujuk dokumen sebuah pengadilan di negeri “Paman Sam” tersebut.
Tahanan itu tidak lain adalah Hambali, pria WNI kelahiran Cianjur, Jawa Barat pada 4 April 1964.
Dia juga didakwa sehubungan dengan serangan bom di hotel JW Marriott, Jakarta pada tahun 2003.
Menurut peraturan komisi militer AS, sebuah pengadilan militer kemudian yang akan memutuskan apakah sebuah pengadilan akan digelar atau tidak.
Serangan di Bali ( Bom Bali I) pada 12 Oktober 2002, yang terjadi di dekat konsulat AS, menewaskan 202 orang, termasuk 88 warga Australia dan tujuh warga AS.
Seorang pembom bunuh diri meledakkan dirinya di dalam sebuah klab malam yang padat dan ramai dengan turis asing di bibir pantai yang paling terkenal di Kuta.
Seorang pembom bunuh diri lainnya meledakkan sebuah bom berdaya ledak tinggi.
Bom yang diangkut oleh sebuah mobil, dan diparkirkan begitu saja di jalan di depan klab malam.
Dalam pengeboman kedua pada 5 Agustus 2003, hotel JW Marriott menjadi target serangan bom mobil bunuh diri dengan menggunakan mobil Toyota Kijang yang dikendarai Asmar Latin Sani.
Ledakan kali ini menewaskan setidaknya 12 orang dan melukai lebih dari 150 orang.
Pelakunya yakin bahwa akan ada banyak warga AS yang tinggal di hotel itu dan mereka "yakin akan memiliki dampak yang besar," kata dokumen pengadilan tersebut.
Musim gugur yang lalu, sebuah dewan pengamat pemerintah AS menolak pembebasan Hambali,.
Mereka mengatakan bahwa dia terus menjadi "ancaman signifikan bagi keamanan AS."
Hambali, yang nama aslinya adalah Encep Nurjaman, hadir di hadapan dewan pada Agustus lalu melalui jaringan video, untuk mendapatkan pembebasannya setelah ditahan 10 tahun.
Pentagon menggambarkannya dalam sebuah profil yang dirilis menjelang audiensi tersebut.
Bahwa Hambali adalah pemimpin kelompok ekstremis yang berbasis di Asia Tenggara, yang dikenal sebagai Jemaah Islamiyah.
Hambali juga diduga memiliki hubungan dengan Al Qaeda.
Hambali telah didakwa melakukan pembunuhan dan percobaan pembunuhan yang melanggar hukum perang.
Dia sengaja menyebabkan korban menderita luka serius, melakukan aksi-aksi terorisme, dan menyerang warga sipil.