Ini Kesengsaraan Warga India Akibat Kebijakan Anti-Petani yang Diterapkan
Demi hidup yang lebih baik, banyak petani ikut unjuk rasa untuk menuntut diakhirinya kebijakan pemerintah yang anti-petani.
TRIBUNNEWS.COM - Dua pertiga dari 1,3 miliar penduduk India menggantungkan hidup pada pertanian. Sebagian besar adalah petani skala kecil yang mengandalkan kerja keras fisik demi keuntungan yang tidak besar. Dan kini kondisi mereka pun kian berat.
Karena itu demi hidup yang lebih baik, banyak petani ikut unjuk rasa untuk menuntut diakhirinya kebijakan pemerintah yang anti-petani. Tapi belum lama ini, unjuk rasa damai itu jadi demo berdarah.
Polisi melepaskan tembakan ke arah pengunjuk rasa dan membunuh enam petani di kota Madasaur, Madhya Pradesh.
Berikut kisah lengkapnya seperti yang dilansir dari Program Asia Calling produksi Kantor Berita Radio (KBR).
Para petani di Negara Bagian Madhya Pradesh, India, memblokir jalan raya. Mereka berkumpul sambil membawa tongkat. Tak jauh tampak berserakan sayuran dan susu yang sengaja dibuang petani.
Langkah ini mereka lakukan agar hasil pertanian tidak bisa masuk kota-kota besar. Para petani berharap warga kota bisa mulai memahami keadaan mereka.
Saat harga panen anjlok, petani di Negara Bagian Madhya Pradesh dan Maharashtra di India Tengah, merasa tidak punya pilihan lain kecuali mogok.
Tapi polisi menghadapi aksi damai itu dengan senjata dan kekerasan. Mereka menembak dan membunuh enam petani pada 6 Juni lalu.
Dan unjuk rasa damai pun berubah menjadi brutal di seluruh negara bagian. Petani yang marah melempari polisi dengan batu serta membakar truk dan bus.
Hemant Patidar adalah petani dari distrik Sehore, Madhya Pradesh. Dia punya tanah seluas lima hektar untuk membiayai enam anggota keluarganya. Dia bilang terpaksa ikut mogok karena utang yang terus membengkak membuat hidup makin sulit.
“Kebijakan pemerintah itu anti-petani dan mengeksploitasi pekerja. Sayuran dan hasil bumi lain seharusnya dibayar dengar harga pantas. Tapi itu jarang terjadi. Tahun ini hasil panen berlimpah tapi harga anjlok,” keluh Hemant Patidar.
Pakar pertanian menyebut kebijakan ekspor impor pemerintah sebagai penyebab turunnya harga.
Pemerintah mengimpor bahan pertanian sehingga biaya yang ditanggung petani meningkat. Dan hasil pertanian lebih banyak diimpor ketimbang diekspor.
“Seiring naiknya impor, petani di negara bagian ini tidak bisa mendapat harga yang pantas untuk panen mereka. Pada Pemilu 2014, Narendra Modi berjanji kalau harga jual produk pertanian paling sedikit satu setengah kali dari total biaya. Tapi janji itu tidak dipenuhi,” tutur ahli makanan Pushpendra Singh.
Pemerintah India menjamin harga minimum untuk produk pertanian. Artinya jika harga turun tajam, pemerintah akan membeli dari petani dengan harga minimum yang ditetapkan. Tapi meski begitu, rendahnya harga membuat harga minimum itu tidak cukup untuk menutupi kenaikan biaya yang dialami petani.
Piyush Jadhav mengatakan petani seperti dia sekarang terjebak dalam situasi yang mustahil.
“Tidak ada bank yang mau memberi pinjaman kepada petani. Jadi kami terpaksa meminjam dari bank keliling dengan bunga sangat tinggi. Untuk balik modal saja susah apalagi dapat untung,” kata Piyush Jadhav.
Shiv Kumar Sharma dari Organisasi Buruh Petani Nasional menyebut hidup petani makin sulit.
“Pemerintah Madhya Pradesh membuat kebijakan yang anti-petani. Sebelumnya, rata-rata ada satu petani bunuh diri di negara bagian ini setiap hari tapi sekarang jadi enam orang.”
Menurut angka resmi, tahun lalu lebih dari 1600 petani mengakhiri hidup mereka di Madhya Pradesh.
Shiv menyalahkan situasi ini pada Partai Janata Bharatiya (BJP), partainya Perdana Menteri Narendra Modi. Partai itu sudah memerintah Negara Bagian Madhya Pradesh selama 11 tahun terakhir.
Tapi Gubernur Shivraj Singh Chauhan berkilah Partai BJP berada di pihak petani.
“Setelah berdiskusi dengan petani, kami menerima sebagian besar tuntutan mereka. Pemerintah bersama petani akan memperbaiki masalah ini. Tapi hasutan Partai Kongres menimbulkan kekerasan dan unjuk rasa. Para pemimpin Kongres ingin mempolitisir isu petani. Mereka ingin mengeksploitasi unjuk rasa ini demi kepentingan politik,” jelas Gubernur Shivraj.
Saat unjuk rasa meningkat, Wakil Presiden Kongres, Rahul Gandhi, mengunjungi Madasaur untuk menemui keluarga enam petani yang tewas dalam mogok itu. Tapi karena ada jam malam, dia tidak bisa masuk daerah itu. Gandhi pun kemudian menyalahkan Perdana Menteri.
“Perdana Menteri Modi membebaskan pinjaman bagi orang kaya senilai 1,5 triliun rupiah. Tapi tidak untuk petani. Dia tidak bisa memberikan harga yang tepat untuk hasil pertanian petani, tidak ada bonus atau kompensasi. Dia hanya bisa memberi mereka peluru,” kata Rahul Gandhi.
Menanggapi pemogokan petani, beberapa negara bagian telah mengumumkan pembebasan pinjaman untuk petani dan kenaikan harga susu. Tapi di Madhya Pradesh kebuntuan terus berlanjut. Banyak yang mengatakan kehidupan petani India hanya akan membaik bila ada perubahan mendasar.
Penulis: Shuriah Niazi/Sumber: Kantor Sumber Radio (KBR)