Pemuda Korea Selatan Terus Menganggur, Ini Alasannya
Kaum muda Korea Selatan berpendidikan tinggi, namun masih banyak yang belum menemukan pekerjaan.
TRIBUNNEWS.COM – Korea Selatan sedang mengalami apa yang disebut sebagai ‘zaman es’ di dunia kerja. Kaum mudanya berpendidikan tinggi, namun masih banyak yang belum menemukan pekerjaan.
Tujuh puluh persen dari mereka berusia 20an hingga awal 30an dan lulusan universitas.
Angka pengangguran kaum muda di sana sekitar 10 persen, jauh di atas rata-rata angka nasional. Kini kondisinya makin parah, setelah perusahaan raksasa seperti Samsung dan LG mengatakan tidak akan menambah jumlah karyawan tahun ini.
Padahal perusahaan yang lebih kecil menyebut punya banyak lowongan kerja. Masalahnya jarang yang mau melamar ke sana.
Berikut kisah lengkapnya seperti dilansir oleh Program Asia Calling produksi Kantor Berita Radio (KBR).
Noryangjin adalah kawasan penuh dengan tempat kursus swasta untuk mempersiapkan siswa ikut ujian pegawai negeri. Sekolah itu terletak di sebuah bangunan bertingkat tujuh yang disebut Mega Study Tower.
Pekerjaan di sektor publik dikenal sebagai mata pencarian yang tahan banting. Karena meski ekonomi tidak begitu baik, pemerintah tetap mempekerjakan mereka dan sangat sulit dipecat dari pekerjaan seperti ini.
Presiden baru Korea Selatan, Moon Jae-in, berjanji akan menciptakan ribuan lapangan kerja di sektor layanan publik bagi lulusan universitas.
Lee Seung-hoon, 23 tahun, sebenarnya saat ini sedang kuliah jurusan teknik. Tapi dia mengaku mengambil pilihan pragmatis untuk cuti kuliah dan belajar untuk ikut ujian pegawai negeri.
“Bukannya saya berpikir kalau jadi pegawai negeri itu pekerjaan yang bagus, hanya lebih aman. Beberapa teman saya ingin mendapat banyak uang jadi mereka akan mencoba bekerja untuk perusahaan besar. Tapi saya lebih memilih yang stabil,” jelas Lee.
Dia mengaku baik insyisur maupun pegawai negeri bukanlah minatnya.
“Orangtua ingin anak mereka mendapat pekerjaan bagus. Jadi Anda harus masuk universitas, tidak masalah apa jurusannya. Minat tidak penting. Jadi, kami kehilangan minat untuk belajar,” tambah Lee.
Sebagian besar keluarga Korea Selatan mendefinisikan jenis pekerjaan yang tepat itu secara sempit.
“Di sini pekerjaan yang tepat adalah jadi pegawai negeri atau bekerja di salah satu perusahaan besar ini. Jadi orangtua mengerahkan semua sumber dayanya baik ekonomi maupun emosi agar anak-anak mereka bisa mencapai tujuan ini,” kata Jasper Kim, yang mengajar di Kajian Internasional di Ewha Women's University di Seoul.
Orangtua Korea yang ingin anaknya dapat pekerjaan bagus tidak hanya memasukkan sang anak ke universitas. Mereka juga menghabiskan banyak uang untuk memasukkan anaknya ke tempat kursus. Di sini Korea, ada tempat kursus untuk hampir semua profesi.
“Korea pada dasarnya menderita karena terlalu banyak pendidikan. Anak-anak punya terlalu banyak gelar dan menghabiskan terlalu banyak waktu di sekolah. Dan itu dipicu karena tingginya harapan dan kegembiraan irasional terhadap peluang pekerjaan yang akan didapat setelah lulus,” kata Kim.
Kim mengatakan banyak lulusan perguruan tinggi tidak akan mempertimbangkan bekerja untuk usaha kecil atau menengah, UKM.
Tapi sekarang perusahaan-perushaan besar itu tidak lagi menciptakan lapangan kerja yang cukup. Ini membuat beberapa kaum muda Korea berpaling pada perusahaan-perusahaan yang lebih kecil.
Pencari kerja punya prasangka kalau semua perusahaan kecil dan menengah suka mengeksploitasi karyawan mereka. Memang ada yang melakukan itu, tapi tidak semua. Curhat Heo Gun, pemilik perusahaan kecil yang membuat bungkus kabel listrik.