FBI Ragukan Sikap ISIS yang Mengklaim Terlibat Penembakan Brutal di Las Vegas
Biro Investigasi Amerika Serikat (FBI) meragukan klaim kelompok ISIS atas penembakan di sebuah festival musik di AS.
Penulis: Ruth Vania C
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, NEVADA - Biro Investigasi Amerika Serikat (FBI) meragukan klaim kelompok ISIS atas penembakan di sebuah festival musik di AS.
Peristiwa penembakan terjadi di dekat Hotel dan Kasino Mandalay Bay, sebuah resor di Las Vegas, Nevada, AS, Minggu (1/10/2017) malam.
Semua berawal saat suara tembakan terdengar di tengah gelaran sebuah festival musik country, Route 91 Harvest, yang diadakan di seberang Mandalay Bay.
Arah tembakan dikatakan datang dari lantai 32 hotel dan kasino tersebut.
Dalam waktu kurang dari 12 jam setelah insiden terjadi, ISIS mengeluarkan pernyataan tertulis yang mengklaim serangan tersebut telah dilakukan oleh militannya.
Baca: Hanya di AS, Pelaku Penembakan Brutal yang Tewaskan 58 Orang Tidak Disebut Teroris
Pernyataan tersebut diunggah oleh media pemberitaan resminya, Amaq.
"Pelaku penembakan di Las Vegas adalah militan ISIS yang merespons panggilan untuk menyerang negara-negara koalisi," demikian isi pernyataannya.
ISIS juga mengklaim bahwa pelaku penembakan "telah menjadi mualaf sejak beberapa bulan lalu", tanpa memberi penjelasan detail soal itu.
Namun, klaim tersebut diragukan oleh FBI, yang justru meyakini bahwa pelaku tidak memiliki keterkaitan apapun dengan ISIS atau kelompok teroris internasional manapun.
Sheriff Joseph Lombardo dari Departemen Kepolisian Metropolitan Las Vegas mengonfirmasi bahwa pelaku penembakan yang tewas bernama Stephen Paddock, seorang pria berusia 64 tahun.
Baca: Perdebatan di Media Sosial, Penembakan di Las Vegas Aksi Terorisme atau Bukan?
Paddock diyakini mengakhiri nyawanya sebelum polisi memasuki kamar hotel yang ditinggalinya.
Menurut wakil direktur Pusat Studi Internasional untuk Radikalisasi dan Kekerasan Politik (ICSR), Shiraz Maher, pernyataan tersebut memang asli datang dari ISIS.
"Tapi, harus dilihat apakah ISIS melakukan ini hanya untuk sebagai ancaman secara psikologis terhadap AS," jelas Maher.
Maher mengatakan, penting untuk mempelajari sejarah latar belakang Paddock untuk mengetahui keterkaitannya dengan kelompok teroris seperti ISIS.
Sedangkan, FBI telah memastikan bahwa latar belakang agama dan ras Paddock tidak mencirikan seseorang yang memiliki hubungan dengan ISIS.
Namun, pemeriksaan terhadap ponsel dan gawai elektronik lain milik Paddock masih belum rampung, sehingga penyelidikan masih dalam proses.
Menurut perbaruan informasi dari kepolisian, disebutkan korban cedera sudah berjumlah 572 orang, yang semua sudah mendapat perawatan di rumah sakit.
Sedangkan jumlah korban tewas telah mencapai setidaknya 59 orang, menjadikan insiden tersebut sebagai kejadian penembakan massal paling mematikan sepanjang sejarah AS. (The Hill/Independent).