Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Ada yang Tewas Kedinginan, Ini Cara Tunawisma Kota Akihabara Jepang Bertahan Hidup di Musim Dingin

Malam mulai larut tapi Kota Akihabara seolah tak ada matinya, Jumat (27/10/2017). Waktu menunjukkan pukul 01.30 waktu setempat.

Penulis: Robertus Rimawan
zoom-in Ada yang Tewas Kedinginan, Ini Cara Tunawisma Kota Akihabara Jepang Bertahan Hidup di Musim Dingin
TRIBUNNEWS/ROBERTUS RIMAWAN PRASETIYO
Tunawisma di Kota Akihabara Jepang. 

Biasanya mereka akan kucing-kucingan dengan polisi.  

Namun tak sedikit pula polisi yang membiarkan karena kasihan dengan kondisi tunawisma tersebut. 

Baca: Cerita Juru Kunci 3 Makam Tokoh Ulama Keramat di Proyek Tol yang Warganya Takut Membongkar

Polisi biasanya akan mengusir tunawisma bila tidur di ruang-ruang publik,  maka banyak tunawisma akhirnya memilih lokasi yang diupayakan jauh dari keramaian. 

Mengatasi hawa yang dingin di musim dingin nanti sekitar bulan November nanti (saat ini masih pergantian antara musim gugur ke musim dingin) banyak yang memilih berlindung di gedung area subway atau kereta bawah tanah. 

"Mereka akan menunggu kereta selesai beroperasi sekitar jam satu malam," jelas Hifumi. 

Kemudian para tunawisma akan mencari tempat yang memungkinkan. 

Berita Rekomendasi

Baca: Tidak Mampu Nyicil, Nasabah Diminta Ikhlas Motornya Disita

Di subway tubuh tunawisma terlindung dari hawa dingin dan sebelun beroperasi kembali sekitar jam 5 pagi para tunawisma akan segera berbenah atau menyingkir. 

Jumlah tunawisma

Catatan media lokal The Japan Times via japantimes.co.jp pada liputan tahun 2016,  pemerintah setempat telah melakukan pendataan sejak tahun 1995 dan telah memberikan program untuk pengentasan para tunawisma. 

Beberapa kebijakan telah membuat para tunawisma bisa hidup mandiri dan bisa mendapatkan pekerjaan sebagai pembersih maupun petugas kebersihan atau juga jenis pekerjaan lain. 

Baca: Seminar Industri Kreatif Ajak Generasi Muda Berpikir Inovatif dan Out of The Box

Hal ini disampaikan oleh seorang pejabat di biro kesejahteraan sosial dan kesehatan pemerintah metropolitan seperti dilansir Tribunnews dari The Japan Times

Ada di beberapa wilayah sesuai catatan statistik liputan tahun 2016 tersebut jumlah tunawisma mengalami penurunan ada juga yang mengalami peningkatan. 

Kota Taito terjadi penurunan sesuai catatan di tahun tersebut dari tahun 2015 berjumlah 128 orang lalu menurun menjadi 88 orang. 

Sementara Shibuya justru terjadi peningkatan jadi 107 orang,  naik, 18 orang dibandingkan jumlah di tahun sebelumnya. 

Baca: Selalu Buat Indonesia Bangga dengan Prestasinya, Kali Ini Postingan Liliyana Natsir Diprotes Netizen

Sedangkan Shinjuku berjumlah 97 gelandangan naik 27 orang dibanding tahun 2015.

Sama seperti yang dijelaskan Hifumi,  pejabat dalam laporan The Japan Times mengatakan kalau banyak tunawisma yang menolak dukungan atau bantuan dari pemerintah. 

Pejabat tersebut juga menambahkan kalau para gelandangan yang memiliki masalah kesehatan mental sulit untuk dijangkau bahkan tak bersedia bicara dengan petugas yang menawarkan dukungan. 

Catatan 2016 di Tokyo bahkan jumlah gelandangan sesuai data statistik pemerintah dilaporkan The Japan Times capai angka fantastis yakni 1.473.

Baca: Izin Tidak Diperpanjang, Begini Nasib Karyawan Alexis

Sementara itu masih dari laporan The Japan Times,  Kepala Pusat Advokasi dan Penelitian Tunawisma (ARCH) pada tahun 2016 Takuya Kitabatake yang berbasis di Tokyo bahkan menyebut fakta jumlah gelandangan capai angka kebih dari 1.500 orang. 

Ia bahkan menyebutkan kalau survei yang dilakukan pemerintah saat itu hanya dilakukan pada siang hari padahal menurutnya perbedaan angka survei dari siang dan malam sangat signifikan. 

Kitabatake, seorang PhD lulusan Institut Teknologi Tokyo dengan tim ARCH melakukan penghitungan tunawisma di Shibuya, Shinjuku dan Toshima tahun 2016.

Hasilnya hampir tiga kali lebih tinggi dari yang dilaporkan oleh pejabat kota. 

Baca: Bikin Kaget, Bayi 17 Bulan Gigit Ular Berbisa Sampai Mati

"Di stasiun terminal tempat kami melakukan penghitungan jalan, perbedaan angka di siang hari dan malam hari sangat signifikan, jadi kami dapat mengasumsikan angka sebenarnya jauh lebih tinggi," kata Kititabatake ARCH kepada The Japan Times saat itu. 

Ia bahkan menyebut survei yang dilakukan bahkan belum menyasar pada warga yang tidur di cafe internet.  (Tribunnews.com/Robertus Rimawan Prasetiyo) 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas