Sikap Presiden AS soal Status Yerusalem Mengabaikan Pandangan Gereja, PGI Sampaikan 4 Poin
Pernyataan Sikap PGI terkait Status Yerusalem. Menurut PGI sikap Presiden Donald Trump sebagai pengabaian atas jalan damai dalam penyelesaian konflik
Editor: Yudie Thirzano
TRIBUNNEWS.COM - Sikap Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel pada Rabu (6/12/2017) terus menuai penolakan di Indonesia.
"Israel adalah negara yang berdaulat dengan hak seperti setiap negara berdaulat lainnya untuk menentukan ibu kotanya sendiri," kata Trump dilansir dari AFP.
"Sudah saatnya untuk secara resmi mengakui Jerusalem sebagai ibu kota Israel," kata Trump dalam dalam pidatonya di Gedung Putih.
Di Indonesia Presiden Joko Widodo telah mengeluarkan pernyataan resmi yang mengecam sikap Presiden Donald Trump.
Dalam siaran pers yang diterima Tribunnews.com, Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) menyebut sikap Presiden Donald Trump sebagai pengabaian atas jalan damai dalam penyelesaian konflik Israel-Palestina.
"Pengakuan Presiden Trump tersebut merupakan bentuk pengabaian terhadap perjalanan panjang gereja-gereja dan masyarakat dunia untuk penyelesaian konflik Palestina dengan solusi dua negara, Israel dan Palestina, yang berdiri secara damai," tulis pernyataan sikap PGI yang ditandatangani Ketua Umum Henriette T Hutabarat Lebang dan Sekretaris Umum Gomar Gultom di Jakarta, Kamis (7/12/2017).
Menurut PGI, penyelesaian menyeluruh sesungguhnya mengharuskan status Yerusalem diselesaikan dalam dialog konstruktif.
Dialog itu mempertimbangkan aspirasi dan kepentingan kedua belah pihak, yakni Israel dan Palestina.
PGI mencermati perkembangan di tengah konteks upaya panjang gereja-gereja bersama masyarakat dunia mendorong perdamaian di Timur Tengah, khususnya perdamaian Israel-Palestina.
"Yerusalem adalah rumah bersama (oikoumene) dan kota yang memiliki tempat dan sejarah tersendiri bagi tiga agama besar, yakni Yahudi, Kristen dan Islam, yang mendasarkan imannya pada Tuhan Abraham," tulis PGI.
Namun PGI memandang bahwa status Yerusalem bukanlah soal konflik agama, melainkan soal mengelola hidup bersama melalui skema jalan damai yang berkeadilan bagi semua pihak, khususnya Israel dan Palestina.
Jalan damai sedemikian juga menjadi pergumulan yang terus diperjuangkan gereja-gereja di Indonesia dengan mendorong kerjasama dan perdamaian, sebagaimana ditegaskan dalam Dokumen Keesaan Gereja:
Berpangkal pada keyakinan bahwa 'Tuhan itu Baik Kepada Semua Orang' (Mzm 149:9a)….maka gereja-gereja mengajak berbagai kelompok agama dan kepercayaan lain, serta semua orang yang berkehendak baik, untuk bekerjasama agar Tuhan sendiri mengangkat kita dari samudera raya.
Berikut ini empat sikap PGI dalam siaran pers kepada Tribunnews.com:
1. PGI tidak menyetujui keputusan Presiden Trump yang mengakui penetapan sepihak oleh Israel yang menetapkan Yerusalem sebagai ibukota Israel, dan mengabaikan jalan damai untuk menyelesaikan status Yerusalem dalam skema dua negara (Israel dan Palestina) yang sejajar.
Selain menabrak jalan damai tersebut, pengakuan ini dikuatirkan akan memicu eskalasi konflik baik di Timur Tengah maupun di negara-negara lain, apalagi bila pengakuan ini diikuti dengan pemindahan Kantor Kedutaan Besar Amerika ke Yerusalem.
2. PGI mendorong gereja-gereja untuk terus menempatkan status Yerusalem dalam skema jalan damai dua negara demi perdamaian dan keadilan bagi Israel dan Palestina.
Olehnya, PGI berharap, Yerusalem tidak serta-merta diklaim sebagai ibukota oleh negara mana pun.
3. PGI menghimbau masyarakat Indonesia agar status Yerusalem tidak diletakkan dalam sentimen agama, apalagi dikapitalisasi untuk kontestasi politik yang akan bergulir tahun depan.
4. PGI menghimbau pemerintah Indonesia agar dalam merespons maupun mengambil langkah-langkah diplomatik terkait isu ini selalu memperhatikan skema jalan damai di mana Israel dan Palestina diletakan sebagai dua negara yang sejajar.