Kremlin Bantah Rencana Luncurkan Firewall Internet yang Mirip dengan Tiongkok
Sebagai pengawas internet negara, Roskomnadzor tengah melanjutkan upaya untuk pemblokiran layanan aplikasi pesan Telegram.
Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, MOSKOW - Sebagai pengawas internet negara, Roskomnadzor tengah melanjutkan upaya untuk pemblokiran layanan aplikasi pesan Telegram.
Juru Bicara Kepresidenan, Dmitry Peskov menepis laporan bahwa Rusia berencana untuk memasang firewall online secara nasional, seperti yang ia sampaikan kepada wartawan pada Kamis kemarin.
Dikutip dari laman Russia Today, Jumat (20/4/2018), saat ditanya apakah sejauh ini upaya pemblokiran Telegram di wilayah Rusia mendiskreditkan Roskomnadzor, Peskov menjawab bahwa ia tidak akan berbicara tentang 'mendiskreditkan'.
Karena menurutnya, keputusan pengadilan untuk memblokir Telegram tidak bisa dilakukan hanya dalam waktu satu hari saja.
Saat wartawan menanyakan kepadanya apakah pihak berwenang Rusia tengah mempertimbangkan pemasangan firewall internet nasional untuk menyelesaikan masalah, seperti 'Great Firewall of China', Peskov mengatakan ia belum pernah mendengar diskusi semacam itu.
Pada Senin lalu, Roskomnadzor mulai mengirimkan daftar penyedia internet dari jutaan alamat IP yang digunakan oleh Telegram, dan meminta agar alamat itu diblokir di bawah putusan pengadilan Moskow.
Kemudian pekan lalu, Pengadilan Distrik Tagansky di Moskow memerintahkan akses penggunaan Telegram diblokir di seluruh wilayah Rusia, setelah perusahaan itu berulang kali menolak menyerahkan kunci penyandian kepada Dinas Keamanan Federal Rusia (FSB).
Banyaknya alamat IP yang diblokir atas permintaan Roskomnadzor ternyata juga digunakan oleh situs web, aplikasi, serta program populer lainnya dan itu menyebabkan masalah pada akses ke situs-situs ini.
Penasehat Presiden Rusia untuk permasalahan internet, Jerman Klimenko mengatakan dalam sebuah wawancara yang disiarkan media televisi, bahwa masyarakat dan bisnis yang terkena dampak dari pelarangan tersebut layak mendapatkan permintaan maaf dari pihak berwenang.
"Masuk akal untuk menyampaikan permintaan maaf atas kisah yang rumit ini, namun (hal) itu (saya rasa) belum berkembang menjadi bencana skala global, memang ada keluhan, tapi jumlah mereka (yang mengeluh) tidak melebihi tingkat biasanya," kata Klimenko kepada saluran televisi NTV.