Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Hidup Sebatang Kara, Pria Tua Kesepian Ini Tawarkan Dirinya Sendiri untuk Diadopsi

Dia adalah salah satu dari jutaan orangtua kesepian yang kurang mendapat dukungan dalam krisis demografi Cina.

Penulis: Natalia Bulan Retno Palupi
zoom-in Hidup Sebatang Kara, Pria Tua Kesepian Ini Tawarkan Dirinya Sendiri untuk Diadopsi
Strait Times
Han Zicheng 

TRIBUNNEWS.COM - Dia adalah salah satu dari jutaan orangtua kesepian yang kurang mendapat dukungan dalam krisis demografi Cina.

Dilansir Tribunnews.com dari Strait Times pada Jumat (4/5/2018), Han Zicheng selamat dari invasi Jepang, perang sipil Cina dan revolusi budaya, tetapi dia tahu dia tidak bisa menahan kesedihan hidup sendirian.

Pada bulan Desember tahun lalu, kakek yang berusia 85 tahun ini mengumpulkan beberapa potongan kertas putih dan menulis dengan tinta biru,

"Mencari seseorang untuk mengadopsi saya. Orangtua kesepian berusia 80 tahunan. Berbadan kuat. Dapat berbelanja, memasak dan merawat dirinya sendiri. Tidak ada penyakit kronis. Saya pensiun dari lembaga penelitian ilmiah di Tianji dengan uang pensiun 6 ribu Yuan sebulan atau sekitar Rp 13 juta"

"Saya idak mau pergi ke panti jompo. Harapan saya adalah bahwa orang atau keluarga yang baik hati akan mengadopsi saya, memelihara saya menghabiskan usia tua dan mengubur tubuh saya ketika saya mati,"

BACA: Ferdinand Hutahaean Soroti Mewahnya Jamuan untuk IMF dan World Bank

Dia menempelkan salinan itu ke tempat penampungan bus di lingkungannya yang sibuk.

Berita Rekomendasi

Lalu dia pulang ke rumah untuk menunggu.

Han adalah pria tua yang putus asa. Ia menceritakan bahwa istrinya telah meninggal.

Anak-anaknya sudah tidak dapat disentuh lagi, tetangganya memiliki anak-anak yang harus dirawat dan dibesarkan sendiri.

Dia cukup sehat untuk mengendarai sepedanya ke pasar untuk membeli chesnut, telur, dan roti. Tetapi dia tahu bahwa kesehatannya akan terganggu.

Dia juga tahu dia hanyalah salah satu dari puluhan juta orang Cina yang semakin tanpa dukungan yang cukup.


Peningkatan standar hidup dan kebijakan satu anak telah mengubah piramida populasi Cina.

Sudah 15% orang Cina berusia di atas 60 tahun.

Ini adalah krisis demografi yang mengancam ekonomi Cina dan jalinan hidup keluarga.

Bisnis harus dikelola dengan lebih sedikit pekerja.

Satu generasi anak tunggal merawat orangtua mereka sendiri.

Jutaan orangtua seolah menjadi sarang kosong, lansia yang tidak tinggal bersama pasangan atau anak-anak mereka memiliki sedikit perlindungan.

Han telah berusaha selama bertahun-tahun untuk membuat orang-orang mendengarkannya, menghentikan tetangga untuk mengatakan pada mereka bahwa dia kesepian, dan tidak ingin mati sendirian.

Kali ini, seorang wanita merekam dan memotret Han dan mengunggahnya di media sosial dengan sebuah permohonan agar ada orang-orang berhati baik yang bisa menolongnya.

Unggahan itu pun menjadi viral hingga masuk ke dalam acara-acara televisi.

Telepon Han mulai berdering, dan selama tiga bulan terakhir itu tidak berhenti.

Pada awalnya Han sangat berharap. Sebuah restoran lokal menawarkan makanan. Seorang wartawan dari provinsi Hebei berjanji akan berkunjung.

Bahkan ia juga mulai bersahabat dengan seorang mahasiswa berusia 20 tahun melalui komunikasi telepon.

Han mengatakan kepada siapapun yang mendengarkan, adalah bahwa orang-orang muda telah meninggalkan cara lama.

Tetapi pemerintah belum menemukan sistem baru untuk perawatan para senior.

Han mengatakan bahwa dirinya hidup bersama satu putra, dan satu lagi yang berimigrasi ke Kanada pada tahun 2003.

Namun, ketika orang-orang tahu cerita tersebut, Han sering melancarkan protes terhadap pemerintah atau makanan di rumah senior setempat.

Saat musim dingin tiba, telepon untuknya menjadi lebih jarang.

Lagi-lagi Han diliputi rasa takut akan mati sendirian di tempat tidur.

Minggu-minggu terakhir kehidupan Han adalah misteri, akhir yang dikaburkan oleh keheningan yang keras kepala dan panggilan-panggilan yang tidak terjawab.

Han menghabiskan hari-hari terakhirnya mencoba untuk tetap berkomunikasi.

Pada bulan Februari yang lalu, ia membuat panggilan ke saluran bantuan untukmanula yang disebut Beijing Love Delivery Hotline.

Pendiri layanan ini, Xu Kun, mendirikan layanan ini untuk mencegah bunuh diri terutama di kalangan manula yang tinggal sendirian.

"Keluarga dan masyarakat merasa sulit untuk memahami kerewelan, depresi yang datang di masa tua," katanya.

Han menelepon layanan ini beberapa kali, melampiaskan segala sesuatunya kepada staf tentang kesepiannya.

Dia berhenti menelepon pada awal Maret, kata Xu.

Han juga terus berhubungan dengan teman mahasiswanya, Jiang Jing dan mengatakan bahwa seorang pria militer muda juga secara teratur berhubungan dan tertarik untuk mengadopsinya.

Jiang mengobrol dengan Han pada 13 Maret.

Pada 14 Maret dia melewatkan panggilan telepon dari Han. Kali berikutnya dia menelepon, pada awal April, sebuah suara yang tidak dikenal menjawab dan mengatakan bahwa ayahnya telah meninggal.

Komite lingkungan yang seharusnya mengawasi warga terkejut dengan berita kematian Han.

Lima tetangganya pun mengatakan mereka telah memerhatikan ketidakhadirannya namun tidak memeriksanya.

Putra Han, terbang dari Kanada untuk menangani urusannya.

Ia mengatakan bahwa ayahnya berbohong, bahwa lelaki tua itu sebenarnya memiliki tiga anak, bukan hanya dua dan mereka merawatnya dengan baik.

Ayahnya tidak kesepian, dia bersikeras bahwa itu hanya sindrom yang dialami oleh orangtua.

Han jatuh sakit pada 17 Maret, saat itu ia juga menelepon nomor yang tidak dikenal.

Putranya tidak mengatakan siapa uang meneleponnya karena bisa saja itu orang dari militer atau calon adopter lainnya.

Ketakutan terbesar Han adalah dia mati di tempat tidurnya sendiri dan seseorang akan menemukan dirinya sudah dalam bentuk tulang.

Tetapi ketika waktunya tiba, dia memiliki seseorang untuk dihubungi. Dia berhasil sampai ke rumah sakit.

VIRAL: Lagu-lagu Suami Kim Kardashian Kena Boikot Radio Amerika, ini Alasannya

Ketika jantungnya menyerah, dia tidak sendirian.

(Tribunnews.com/Natalia Bulan Retno Palupi)

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas