Mengapa Kereta Shinkansen Jepang Sangat Cepat? Ternyata Idenya dari Tingkah Laku Burung Kawasemi
Eiji Nakatsu menciptakan Shinkansen dengan kepala bagian depan menjorok, membuat kecepatan kereta api peluru itu lebih cepat 10 persen.
Editor: Dewi Agustina
Laporan Koresponden Tribunnews.com, Richard Susilo di Jepang
TRIBUNNEWS.COM, TOKYO - Alam ternyata memiliki kelebihan dapat memberikan hal positif bagi kemajuan teknologi.
Hal ini setidaknya dibuktikan oleh Eiji Nakatsu, pencipta Shinkansen series 500 khususnya 521.
Eiji Nakatsu menciptakan Shinkansen dengan kepala bagian depan menjorok, membuat kecepatan kereta api peluru itu lebih cepat 10 persen, listrik irit 15 persen dan tekanan angin menurun 30 persen.
"Burung ternyata memiliki banyak kelebihan untuk sebuah kecepatan dan peredaman suara," ungkap Eiji Nakatsu kepada pers belum lama ini.
Nakatsu juga menambahkan, terutama burung hantu menjadi pencerah dan menimbulkan ide dan teknologi baru yang diciptakan untuk Shinkansen series 500.
"Bulu ombak gergaji pada burung hantu disebut "bulu serunting," dan menghasilkan pusaran kecil dalam aliran udara yang memecah pusaran besar yang menghasilkan kebisingan. Butuh waktu 4 tahun usaha keras oleh para insinyur muda kami untuk menerapkan prinsip ini secara praktis," ungkap Nakatsu.
Baca: Satu Per Satu Keluarga Korban Penculikan Ditemukan, Kaki dan Tangan Jasad Solihin Terikat
"Akhirnya, "gerigi" ditorehkan di bagian utama pantograf, dan ini berhasil mengurangi kebisingan yang cukup untuk memenuhi standar ketat dunia. Teknologi ini disebut "generator vortex" itu telah diterapkan untuk pesawat dan sekarang sedang diterapkan pada topi dan sepatu bot dari skaters profesional," jelasnya.
Selain ide dari sayap burung hantu yang bergerigi tersebut, satu lagi hambatan Shinkansen di masa lalu adalah pukulan angin depan yang diterobos kereta api peluru tersebut.
Terlebih di bagian terowongan, apabila Shinkansen dengan kecepatan 350 km per jam (series 500) melalui terowongan maka akan menimbulkan bunyi "dong" yang besar seperti sebuah ledakan.
Mengantisipasi bunyi yang keras tersebut, tentu saja dengan merendahkan kecepatan Shinkansen saat memasuki terowongan.
Namun penemuan baru Nakatsu dengan melihat tingkah laku burung Kawasemi atau Raja-udang Erasia atau Alcedo atthis.
Baca: Penculikan dan Pembunuhan Satu Keluarga di Tanjungmorawa, Polisi Masih Mencari Keberadaan Suniati
Nakatsu yang juga pencinta burung dan sangat suka memperhatikan burung, menemukan satu kelebihan pada burung Kawasemi yaitu saat menyungsep memasuki air untuk mengambil ikan.
Ternyata air yang dimasuki tidak begitu banyak berubah, tidak menimbulkan cipratan besar ke luar.
Burung Kawasemi memiliki pelatuk sangat panjang dan lancip sehingga bagian awal memasuki air seolah air tak bergerak dan menyemburkan cipratan besar.
Dari sanalah Nakatsu menciptakan terutama Shinkansen 521 yang memiliki hidung lancip untuk mengantisipasi bunyi "dong" atau tekanan angin yang besar dihadapi Shinkansen.
Terbukti tekanan angin tersebut berkurang 30 persen, bunyi "dong" hilang dan kecepatan kereta api malah tambah cepat 10 persen dengan energi listrik semakin irit 15 persen.
Kehebatan teknologi tersebut akhirnya dipakai pula di bidang lain saat ini seperti diungkapkan Nakatsu, baik di bidang pesawat terbang, olahragawan dan sebagainya.