Pernah Batalkan Investasi China, Mahathir Juga Abaikan Permintaan Xi Jinping soal Muslim Uighur
Perdana Menteri Malaysia, Mahathir Mohamad mengabaikan permintaan ekstradisi dari China dengan memulangkan para tahanan itu ke Turki.
Penulis: Ria anatasia
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM - Ketegangan antara Malaysia dan China semakin memanas. Malaysia membebaskan 11 narapidana Muslim Uighur yang kabur dari penjara Thailand tahun lalu, menolak permintaan ekstradisi dari China.
Perdana Menteri Malaysia, Mahathir Mohamad mengabaikan permintaan ekstradisi dari China dengan memulangkan para tahanan itu ke Turki.
"Mereka tidak berbuat kesalahan di sini, jadi mereka dibebaskan," ucap Mahathir, sebagaimana dikutip Reuters, Senin (15/10/2018).
Business Insider melaporkan, negeri Jiran ini menjadi satu di antara negara-negara berpenduduk mayoritas Muslim yang mengecam perlakuan pemerintah Beijing terhadap etnis Muslim Uighur yang dianggap represif.
China menerapkan tindakan pengintaian terhadap kelompok tersebut, termasuk memberlakukan daftar sampel DNA dan golongan darah, dan memasang 40.000 kamera pengenal wajah di seluruh wilayah Tiongkok barat Xinjiang, di mana 11 juta warga Uighur hidup.
Baca: Luhut Klaim Koreksi Jari Bos IMF Demi Tunjukan Indonesia Nomor Satu, Terkuak Fakta Ini
Selama bertahun-tahun, ribuan Muslim Uighur kabur dari China ke negeri yang dipimpin Endorgan karena menjadi korban kekerasan dan pembunuhan.
"Orang-orang ini semuanya warga negara Cina. Kami dengan tegas menentang mereka dideportasi ke negara ketiga (Turki)," tegas Menteri Luar Negeri China.
Ketegangan Malaysia-China
Keputusan Mahathir baru-baru ini diperkirakan akan memperkeruh hubungan antara kedua negara tersebut.
Saat awal menjabat sebagai PM Malaysia, pria berusia 93 tahun ini membatalkan proyek infrastruktur senilai 22 miliar dollar AS yang didanai China untuk menghindari peningkatan utang nasional.
Baca: Anniversary ke-4, Nagita Slavina Nangis Pinta Hal Ini ke Raffi Ahmad, Luna Maya Ungkap Alasannya
"Kami tidak membutuhkan mereka," ucapnya bulan lalu.
Jaringan kereta api dan jalur pipa gas merupakan proyek besar Belt dan Road Initiative China (BRI), yang menghubungkan negerinya dengan lebih dari 70 negara di seluruh dunia melalui proyek infrastruktur.
Pusat Studi Strategis dan Internasional mencatat, Beijing telah menginvestasikan antara 1-8 triliun dollar AS dalam proyek-proyek itu tersebut.
Pembatalan proyek ini terjadi ketika Mahathir menyebut BRI adalah "versi baru kolonialisme," menurut laporan Financial Times.
"Saya rasa kepemimpinan China memahami situasi dan menerima keputusan ini. Saya tidak berpikir China ingin kita bangkrut," ujar dia.