Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Mahfud MD Dari Jepang: Koruptor Bisa Dihukum Mati, Ini Syaratnya

Yang melakukan korupsi ada ancaman hukuman mati kalau negara dalam keadaan krisis, dnegan hukuman paling lama 20 tahun atau hukuman mati

Editor: Johnson Simanjuntak
zoom-in Mahfud MD Dari Jepang: Koruptor Bisa Dihukum Mati, Ini Syaratnya
Richard Susilo
Prof. Dr. Mohammad Mahfud MD., S.H., S.U.(61) mantan Ketua Mahkamah Konstitusi 2008-2013 dan anggota pengarah Badan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila bersama para pelajar Tokodai di Tokyo kemarin malam (7/12/2018). 

Laporan Koresponden Tribunnews.com, Richard Susilo dari Jepang

TRIBUNNEWS.COM, TOKYO - Koruptor ternyata bisa dihukum mati saat ini tetapi dengan syarat apabila dilakukan pada saat negara dalam krisis.

"Yang melakukan korupsi ada ancaman hukuman mati kalau negara dalam keadaan krisis, dnegan hukuman paling lama 20 tahun atau hukuman mati bila negara dalam krisis," papar Prof. Dr. Mohammad Mahfud MD., S.H., S.U.(61) mantan Ketua Mahkamah Konstitusi 2008-2013 dan anggota pengarah Badan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila kemarin malam (7/12/2018) di Tokodai kampus Ookayama bersama sedikitnya 70 pelajar Indonesia di sana.

Menurut Mahfud MD, tak ada ukurannya untuk negara krisis.

"Jaksa akan bertanya apa ukurannya? Apakah pemberontakan, ada bencana alam, dan lainnya. Tak ada ukurannya. Kok tidak dihapus frasa tersebut - kalau ada krisis? Lalu berapa besar hukumnnya? Ya tergantung berapa korupsinya."

Menurut Mahfud MD lagi saat ini korupsi sudah triliunan.

"Korupsi saat ini triliunan. Jadi sebenarnya layak dilakukan pemiskinan bagi pelakunya, cabut hak-haknya. Misalnya tak boleh jadi nasabah bank, keluarganya tidak boleh dapat pinjaman bentuk apa pun untuk berusaha. Hal itu boleh dilakukan setiap negara sesuai ketentuan PBB. Negara boleh lakukan apa pun untuk laksanakan anti korupsi. Lihat itu China lakukan hukuman mati."

Berita Rekomendasi

Kemudian juga ada langkah pembuktian terbalik seperti dilakukan Malaysia.

"Misalnya gaji rektor 6 Miliar dalam 5 tahun kok punya uang 9 miliar? Buktikanlah di pengadilan. Kalau dalam dua bulan tak bisa buktikan bersih maka akan dihukum."

Mahfud MD saat menjadi Menteri Kehakiman di bawah kabinet Gus Dur katanya telah berusaha untuk melakukan wacana hal-hal tersebut.

"Kemudian Gus Dur jatuh ya saya juga ikut jatuh," lanjutnya disambut tawa para pelajar yang mendengarkannya.

Kini menurutnya tak ada yang lanjutkan dan meneruskan wacana tersebut

"Padahal yang saya buat itu adalah kebijakan resmi."

Ada pula gagasan Mahfud MD dengan koruptor diletakkan di kebun binatang dan diberikan makan seperti memberikan makan monyet.

"Jengkel saya dari dulu korupsi membudaya. Tapi jangan kita putus asa. Semakin maju era milenial bahkan generasi Z dan generasi alfa, pada saatnya nanti tak akan bisa mengelak. Yang penting kita bersatu dulu dan perubahan dilakukan evolutif bukan revolutif dengan UU yang baru sedikit demi sedikit," jelasnya lagi dalam dialog "Menjaga Pesatuan NKRI".

Selain itu Mahfud MD juga mengingatkan soal referendum.

"Konvensi PBB setiap negara yang telah menguasai satu wilayah maka dapat lakukan upaya apa pun supaya wilayah tidak lepas dari negara tersebut," paparnya.

Soal Irian jaya, tahun 1963 terbentuk plebisit atau referendum dan sudah memilih bersatu ke dalam Indonesia.

"Memang kecenderungan referendum ingin pisahkan diri. Kalau sudah dengar kata merdeka, memancing selera ya ingin merdeka semua orang seperti kasus Timor Timur. Yang penting kita jangan terpancing referendum. Kita harus pertahankan mati-matian negara kita."

Diungkapkan saat menjadi Menteri Pertahanan dan adanya masalah Aceh, ternyata PBB mau ikut campur .

"Tidak bisa. Indonesia telah ikut deklarasi internasional dan Indonesia punya hak penuh untuk melakukan semua langkah termasuk langkah militer untuk pertahankan wilayahnya."

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas