Mahathir Mohamad: Kami Bisa Miskin jika Teruskan Proyek Rp 281 Triliun yang Dibiayai China
Dilaporkan SCMP Selasa (29/1/2019), proyek Jalur Kereta Pesisir Timur (ECRL) itu menelan dana hingga 20 miliar dolar AS, atau senilai Rp 281,7 triliun
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, MALAYSIA - Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad mengungkapkan alasan pembatalan proyek pembangunan jalur kereta yang dibiayai China.
Dilaporkan SCMP Selasa (29/1/2019), proyek Jalur Kereta Pesisir Timur (ECRL) itu menelan dana hingga 20 miliar dolar AS, atau senilai Rp 281,7 triliun.
Proyek jalur kereta itu ditangani Perusahaan Konstruksi dan Komunikasi China (CCCC) dan 85 persen pembiayaan ditanggung Bank Ekspor-Impor China.
"Bukan karena kami tidak menghormati kontrak. Melainkan karena kami tidak mampu untuk membayarnya," kata Mahathir di hadapan awak media.
PM berjuluk Dr M itu menjelaskan, negaranya meminta pemahaman pihak terkait untuk memahami kondisi keuangan mereka.
"Proyek ini bakal membuat kami jadi miskin karena menelan 100 miliar ringgit (Rp 343 triliun). Kami melakukannya karena kami sedang mengetatkan ikat pinggang kami," ulasnya.
Baca: Proyek Kereta Cepat dan LRT Dihentikan Sementara, Ini Kata Sri Mulyani
SCMP melaporkan, pengumuman resmi dari Kuala Lumpur terkait pembatalan proyek tersebut diprediksi bakal muncul dua hari mendatang.
Pada Sabtu pekan lalu (26/1/2019), Menteri Ekonomi Azmin Ali berkata pemerintah sudah memberikan keputusan resmi.
Namun, setelah itu pemerintah terkesan berjalan mundur dan menyiratkan bahwa Azmin terlalu awal dalam mengungkapkannya.
Komentar Mahathir muncul setelah Wakil Menteri Luar Negeri Kong Xuanyou dan juru bicara Kementerian Luar Negara China Geng Shuang berujar negosiasi proyek masih berlangsung.
Dengan banyaknya pejabat tinggi yang berkomentar, nasib jalur kereta sepanjang 688 km itu menjadi agenda utama Malaysia dalam beberapa hari terakhir.
Hubungan Malaysia-China
Komentator hubungan China dan Malaysia, Oh Ei Sun menuturkan, dia tidak yakin pembatalan proyek bakal memengaruhi relasi bilateral dua negara.
Oh menjelaskan, Negeri "Jiran" merupakan salah satu mitra dagang utama Beijing.
Selain itu, pasang surut dalam relasi merupakan hal lumrah.
"Namun, saya tidak meyakini masalah ini bakal memberi pengaruh serius hingga bisa mengganggu mereka," kata peneliti senior Institut Hubungan Internasional Singapura.
Ketika CCCC memberikannya kepada pendahulu Mahathir, Najib Razak, pada 2016, banyak pengamat menilai proyek itu adalah "Inisiatif Sabuk dan Jalan" Presiden Xi Jinping.
Namun, pengerjaan jalur kereta itu menjadi tidak pasti setelah Najib kalah dari Mahathir dalam pemilihan umum yang berlangsung 9 Mei 2018.
PM berusia 93 tahun itu melihat ECRL sebagai proyek yang terlalu mahal serta belum dibutuhkan oleh Malaysia saat ini.
Pada awal Januari ini, Mahathir sempat menyatakan proyek tersebut bisa berjalan namun dalam skala yang lebih kecil.
Malaysia siap dipenalti
Sumber pemerintah mengungkapkan, mereka tidak bisa melanjutkan kontrak CCCC yang dibawa Najib karena rasio biaya serta manfaatnya tidak selaras.
Pejabat anonim itu melanjutkan, dengan membatalkan proyek itu, maka pemerintahan Mahathir sudah siap dengan penalti yang harus dibayarkan.
"Kompensasi yang harus kami bayarkan tidak sebanding dengan utang yang bakal kami tanggung dalam 30 tahun ke depan," kata Mahathir saat ditanya tentang penalti itu.
Sementara Najib yang menawarkan proyek itu tanpa melalui lelang pernah menuturkan bahwa Mahathir melakukan kesalahan dengan membatalkannya.
Dia kemudian menantang Mahathir untuk memaparkan sejumlah ketentuan kontrak yang dianggapnya justru memberi keuntungan. (Ardi Priyatno Utomo)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul: Mahathir: Kami Bisa Miskin jika Teruskan Proyek Rp 281 Triliun yang Dibiayai China