Pemerintah Daerah di Jepang Mulai Membatasi Jumlah Turis Asing
Sejak akhir tahun lalu pihak pemerintah setempat sudah membuat pembatasan-pembatasan di Shirakawago.
Editor: Dewi Agustina
Laporan Koresponden Tribunnews.com, Richard Susilo dari Jepang
TRIBUNNEWS.COM, TOKYO - Jumlah turis asing ke Jepang sudah melebihi 30 juta orang per tahun, bahkan ditargetkan melebihi 40 juta orang tahun depan.
Banyaknya jumlah turis asing ini ternyata berdampak pada ketenangan warga Jepang dan kini mulai dilakukan berbagai pembatasan.
"Dulu kita dengan mudah booking hotel di Tokyo, parkir mudah dan sebagainya, kini sudah sulit sekali kalau tidak dilakukan jauh-jauh hari," kata Kunio Takeyama, seorang pengusaha Jepang kepada Tribunnews.com, Senin (11/2/2019).
Akibat turis yang jumlahnya sangat berlebihan saat ini, berbagai hal jadi berubah di Jepang.
Desa Shirakawago di Perfektur Gifu misalnya, yang empat tahun lalu masih sepi, kini sudah sangat ramai, bukan hanya penduduk tetapi juga kendaraannya.
Akibatnya sejak akhir tahun lalu pihak pemerintah setempat sudah membuat pembatasan-pembatasan di Shirakawago.
Misalnya parkir harus booking terlebih dulu, lalu dapat barcode atau nomor pendaftaran dan memperlihatkan ke petugas parkir di lokasi parkir Shirakawago.
Bukan hanya itu saja, untuk sampai ke bagian atas Shirakawago agar bisa memotret dari atas keseluruhan desa tersebut, juga harus dibooking dulu.
"Tanpa bookingan dilarang naik ke atas tempat tersebut," kata Tanaka, seorang petugas di Shirakawago kepada Tribunnews.com.
Dampak atas banjirnya turis asing ke Jepang membuat berbagai pembatasan di Jepang terutama lokasi kendaraan seperti di daerah wisata Kyoto.
Yang tadinya bisa menggunakan kendaraan bermotor ke dalam daerah tersebut akhirnya dibatasi, tertutup, dan hanya bisa dilewati oleh kendaraan pemilik toko saja yang memiliki izin khusus dari pemda setempat.
Bahkan ada daerah wisata di Kyoto, dimana sepeda pun kini tak boleh masuk karena pernah terjadi tabrakan sepeda dengan turis yang sedang jalan-jalan di lokasi wisata tersebut.
Lokasi tersebut akhirnya hanya untuk pejalan kaki.
"Namun banyak turis melihat karena orang menenteng sepeda sambil jalan disangka mengendarai sepeda juga boleh di situ, tetap saja ada yang menaiki sepeda di sana, meskipun dilarang mengendarainya," kata Ujinaka warga Kyoto kepada Tribunnews.com.
"Pelanggaran itu kebanyakan dilakukan turis dari China yang berjalan di tempat yang nyata-nyata sudah dilarang tersebut," tambahnya.
Belum lagi larangan menyentuh barang yang dipamerkan.
Juga larangan memotret di tempat tertentu dilanggar banyak turis yang datang ke lokasi wisata Jepang.