Jepang Pernah Bebaskan 4 Teroris Ditukar dengan Dubes di Kuwait Beserta Staf Lain
Pemerintah Jepang pernah bernegosiasi dengan teroris dan menyerahkan 4 teroris Jepang kepada teroris yang ada di Kuwait yang menyandera Duta Besar.
Editor: Dewi Agustina
Laporan Koresponden Tribunnews.com, Richard Susilo di Jepang
TRIBUNNEWS.COM, TOKYO - Pemerintah Jepang pernah bernegosiasi dengan teroris dan menyerahkan 4 teroris Jepang kepada teroris yang ada di Kuwait yang menyandera Duta Besar Jepang beserta para stafnya.
Lalu melakukan pertukaran di Kuwait untuk pembebasan para staf kedutaan Jepang.
"Sebuah kelompok gerilyawan menangkap Duta Besar Jepang untuk Kuwait dan beberapa anggota stafnya di bawah todongan senjata tanggal 6 Februari 1974," ungkap sumber Tribunnews.com, Senin (1/4/2019).
Para gerilyawan itu meminta kebebasan terhadap empat teroris yang terperangkap di sebuah kapal feri yang mereka komandoi di Singapura.
Kelompok di sini menuntut agar empat teroris Jepang, yang gagal mencoba meledakkan kilang minyak di Singapura, diterbangkan ke Kuwait dengan pesawat Jepang.
Setelah beberapa jam negosiasi dengan gerilyawan, Pemerintah Kuwait menawari mereka tindakan yang aman ke luar negeri jika mereka menyerahkan sandera Jepang tanpa cedera.
Tetapi mengatakan akan menolak untuk mengizinkan pesawat terbang Jepang yang membawa teroris dari Singapura untuk mendarat di Kuwait pada awalnya.
Gerilyawan mengidentifikasi diri mereka dalam selebaran yang dilemparkan dari jendela kedutaan sebagai anggota Front Rakyat untuk Pembebasan Palestina, sebuah kelompok Marxis yang dipimpin oleh Dr George Habash, yang pertama kali melakukan pembajakan gerilya Arab terhadap pesawat.
Mereka mengatakan bahwa operasi telah dilakukan bekerja sama dengan anggota Tentara Merah Jepang, kelompok teroris kiri, dan organisasi bawah tanah Arab lainnya yang disebut Sons of Occupied Arab Territories.
Baca: Masih Ada Satu Nama yang Belum Disebut Romahurmuziy terkait Jual Beli Jabatan di Kemenag
Ketiga kelompok ini mengaku bertanggung jawab atas upaya meledakkan kilang minyak Royal Dutch Shell Company di Singapura tahun 1974.
Pada awalnya Jepang dan Singapura sebelumnya menolak untuk memberikan mereka sebuah pesawat.
Polisi Kuwait menyadap panggilan telepon yang dilakukan oleh gerilyawan dari kedutaan ke Beirut, tempat Front Rakyat dan Dr Habash memiliki kantor.
Di dalam Kedutaan Besar Jepang, yang berada di lantai tiga sebuah gedung perkantoran berlantai empat, para gerilyawan bersenjata itu menahan Duta Besar Ryoko Ishikawa dan sekitar tujuh anggota stafnya, termasuk setidaknya satu wanita.
Pada satu titik, ketika polisi dengan senjata otomatis mengepung gedung itu--yang berdekatan dengan Kementerian Luar Negeri Kuwait--para gerilyawan mengancam akan membunuh para sandera jika mereka diserang.
Polisi Kuwait membuat barikade di sekitar blok yang membuat kerumunan pengamat 200 meter jauhnya.
Tiba-tiba, seseorang mengulurkan tangan dari salah satu jendela kedutaan dan melemparkan selebaran, dengan huruf kasar dalam bahasa Arab, ke udara.
Selebaran itu berisi tulisan: "Kami menuntut agar Pemerintah Jepang segera mengirim pesawat terbang Jepang ke Singapura untuk membawa keempat pahlawan kami ke Kuwait."
Ishikawa, seorang diplomat karier berusia sekitar 55 tahun (tahun 1974) yang telah berada di Kuwait selama setahun; penasihat kedutaan; sekretaris keduanya, dan beberapa anggota staf lainnya.
Ini adalah pertama kalinya operasi gerilya teroris dimulai di Kuwait.
Perdana Menteri Jepang, Kakuei Tanaka di saat detik terakhir keputusannya akhirnya menyepakati mengirimkan pesawat khusus Japan Airline ke Kuwait membawa 4 teroris Jepang tersebut untuk ditukar dengan semua staf kedutaan termasuk Dubes Ishikawa.
Baca: Jokowi Naik Becak ke Lokasi Kampanye di Makassar, Gibran Kendarai Vespa Launching Markobar
Sebelum keputusan dikeluarkan Tanaka, staf Sekretaris 3 Kedutaan Jepang hampir saja jadi korban ditembak mati teroris tersebut.
Japan Air Lines DC - 8 akhirnya tiba di Singapura membawa teroris Jepang dan beberapa pejabat Kementerian Luar Negeri.
PM Kakuei Tanaka bahkan mengatakan bahwa dia siap untuk bertindak sebagai sandera jika perlu.
Seorang juru bicara Kementerian Luar Negeri mengatakan bahwa Perdana Menteri Tanaka dan Menteri Luar Negeri Masayoshi Ohira telah melakukan kontak dengan para pejabat di Kuwait melalui telepon dan kabel.
Dalam telegram berbahasa Inggris, para gerilyawan memperingatkan bahwa “Pemerintah Jepang hanya memiliki waktu satu jam sejak menerima pesannya untuk mengeluarkan perintahnya secara publik untuk mengirim pesawat terbang ke Singapura, dan jika jam ini berlalu tanpa mengeluarkan pesanan, sandera pertama, sekretaris kedua kedutaan, akan dieksekusi."
Pada akhirnya pertukaran pun terjadi di Kuwait dan teroris berhasil kabur dengan pesawat yang dimintanya.
"Pesawat yang ditumpangi para teroris pun terbang dari Kuwait ke Yemen Selatan," ungkap sumber itu.