Kapal Perusak AS Masuk Teluk Persia, ''Jenderal Bayangan'' Iran Siapkan Pasukan, Pertanda Perang?
Dua kapal perusak Amerika Serikat ( AS) dilaporkan memasuki perairan Teluk Persia di tengah meningkatnya ketegangan dengan Iran.
Penulis: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, TEHRAN - Dua kapal perusak Amerika Serikat ( AS) dilaporkan memasuki perairan Teluk Persia di tengah meningkatnya ketegangan dengan Iran. USS Gonzalez dan USS McFaul berkekuatan rudal penjelajah Tomahawk transit di Selat Hormuz pada Kamis sore waktu setempat (16/5/2019), demikian laporan Institut Angkatan Laut AS (USNI).
Dikutip Russian Today Jumat (17/5/2019), sumber dalam laporan itu menerangkan transitnya dua kapal perang itu tidak mendapat "gangguan" dari Garda Revolusi Iran.
Masuknya USS Gonzalez dan USS McFaul membuat mereka lebih dekat dengan satuan tempur kapal perang yang dikirimkan oleh Washington pada awal Mei ini.
Satuan tempur itu dikirim untuk menangkal apa yang disebut AS sebagai persiapan Iran dalam menggelar serangan terhadap pasukan maupun kepentingan mereka.
Armada dengan kapal induk USS Abraham Lincoln sebagai pusatnya telah berada di perairan Oman.
Sementara kapal amfibi USS Kearsarge juga bersiap di Uni Emirat Arab. AS juga mengirimkan pesawat pembom strategis B-52 juga melaksanakan operasi udara dari pangkalan di Qatar di tengah persiapan Washington mengumpulkan pasukan.
Baca: TERBARU Hasil Real Count KPU Pilpres 2019, Data Masuk 87%, 5 Wilayah Sudah 100 %, Hari Jumat 17 Mei
Baca: Rawan Aksi Terorisme, Polri Imbau Masyarakat Tak Turun ke Jalan 22 Mei 2019
Baca: Jelang Pengumuman Hasil Pemilu 2019, Ketua MUI Kota Blitar : People Power Tidak Perlu
Baca: Esok Penyesuaian Harga Tiket Pesawat, Inilah Deretan Tarif Batas Atas yang Baru tuk Berbagai Jurusan
Baca: Soal Tuduhan Curang, TKN Minta BPN Pakai Jalur Hukum; Bambang Widjoyanto: Kalau Mekanismenya Kurap?
Gedung Putih telah bersikeras bahwa mereka tidak mencari perang dengan Iran. Namun Kementerian Luar Negeri dilaporkan sudah memerintahkan evakuasi staf diplomatik dari kedutaan mereka di Baghdad dan kantor konsulat di Erbil.
USNI News melaporkan jika AS hendak melancarkan serangan dari laut, kapal perang mereka harus berada di Teluk Persia guna menjauh dari jangkauan rudal anti-kapal Iran.
Duta Besar Iran untuk PBB Majid Takht-e Ravanchi mengemukakan, Teheran tidak tertarik untuk memperkeruh suasana yang tengah panas di Timur Tengah.
"Sebab jika terjadi kesalahan, maka semua pihak bakal kalah. Baik itu AS, Iran, maupun semua negara yang berada di kawasan," kata Ravanchi kepada National Public Radio.
Meski begitu, dia menyebut Iran siap untuk mempertahankan kedaulatan mereka melawan segala bentuk agresi seraya menyatakan AS tengah melakukan perang psikologi. (Tegang dengan Iran, 2 Kapal Perusak AS Masuk ke Teluk Persia)
"Jenderal Bayangan" Garda Revolusi Iran
Jenderal legendaris Garda Revolusi Iran, Qassem Soleimani, dikabarkan telah bertemu dengan milisi Irak yang mendukung Iran di Baghdad.
Menurut laporan tersebut, Soleimani mengatakan kepada mereka untuk "mempersiapkan perang proksi," di tengah meningkatnya ketegangan yang cepat antara Washington dan Teheran.
Media Inggris, Guardian, melaporkan, Soleimani memanggil milisi untuk pertemuan tiga minggu lalu, meski tak ada kejelasan kapan pertemuan itu benar-benar terjadi.
![Mayor Jenderal Qassem Soleimani, Komandan Pasukan Khusus Iran.](http://cdn-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/soleimani_20151009_152202.jpg)
"Itu bukan panggilan untuk mempersenjatai, tapi itu tidak jauh," kata seorang sumber intelijen senior.
Sumber tersebut juga mengatakan, para pemimpin semua kelompok milisi yang berada di bawah payung Popular Mobilisation Units (PMU) Irak hadir dalam pertemuan dengan Soleimani.
Sebagai kepala pasukan elite Quds, Suleimani memainkan peran penting dalam arahan strategis dan operasi besar milisi.
Selama 8 tahun terakhir, Jenderal Soleimani telah menjadi orang paling berpengaruh di palagan Irak dan Suriah. Dia juga memimpin upaya Teheran mengonsolidasikan kehadirannya di kedua negara dan mencoba membentuk kembali wilayah tersebut sesuai keinginannya.
Pasukan Elite Quds yang dipimpinnya dinilai banyak kalangan sukses meredam keganasan milisi ISIS di Irak dan Suriah.
Potensi perang
Walau para sekutu AS di Timur Tengah—Israel dan Arab Saudi—mungkin bertepuk tangan, sekutu AS di Eropa resah dengan kondisi yang mungkin terjadi.
Spanyol, Jerman, dan Belanda, mengambil langkah-langkah untuk menangguhkan aktivitas militer bersama AS di Timur Tengah seraya menyebut peningkatan ketegangan.
Ini bukan saatnya melatih skenario konflik antara Iran dan AS. Namun konflik Iran-AS tidak bisa dibandingkan dengan perang Irak tahun 2003 lalu.
Iran sangat berbeda dengan Irak tatkala masih dipimpin Saddam Hussein.
![Kapal induk USS Ronald Reagan.](http://cdn-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/uss-ronald-reagan_20171115_104350.jpg)
Invasi besar-besaran ke Iran tampaknya tidak akan terjadi.
Yang mungkin berlangsung adalah konflik udara dan maritim yang ditanggapi Iran secara asimetris. Insiden semacam ini bisa memicu konflik di Timur Tengah.
Ada kalangan yang memprediksi bahwa bencana kebijakan luar negeri bakal berlangsung apabila Trump menjabat presiden.
Yang justru terjadi, krisis multidimensi dengan banyak elemen.
Situasi Iran menggambarkan hal itu: antipati terhadap kesepakatan internasional, ketergantungan berlebihan terhadap sekutu di kawasan Timur Tengah yang masing-masing punya agenda, peningkatan ketegangan dengan para mitra di NATO, dan ketidakmampuan Washington DC dalam menentukan dan memprioritaskan kepentingan strategis yang sebenarnya.
Seiring dengan bangkitnya persaingan negara-negara adidaya, tatkala AS berupaya mengorientasikan kembali pengerahan sekaligus penguatan angkatan bersenjatanya guna menghadapi China dan Rusia, di mana Iran dalam skala prioritas strategi Washington DC?
![rudal tomahawk](http://cdn-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/rudal-tomahawk_20170328_212527.jpg)
Apakah ancaman Iran benar-benar layak menjadi konflik utama? Banyak pengamat kajian strategis AS mengatakan: tidak.
Banyak yang sepakat bahwa langkah mengurung Iran dan mengancam jika kepentingan AS diserang, mungkin diperlukan. Namun, terus-menerus menabuh genderang perang, sama sekali tidak perlu.
Dan satu hal yang seharusnya jelas. Tidak ada "pergeseran" menuju perang, seolah-olah ada proses yang tak terhindarkan.
Kalaupun ada konflik, maka itu terjadi karena pengambilan kebijakan yang dilakukan secara sadar, yang dihitung oleh Iran dan AS sendiri.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.