Polisi Nagano Ciptakan 3 Cara Mengantisipasi Kasus Penipuan Lewat Telepon yang Kini Marak di Jepang
Kasus penipuan yang menyasar kalangan lansia kini semakin marak di Jepang. Polisi berusaha mengantisipasi terjadinya kasus penipuan lewat 3 cara.
Editor: Dewi Agustina
Laporan Koresponden Tribunnews.com, Richard Susilo dari Tokyo
TRIBUNNEWS.COM, TOKYO - Kasus penipuan yang menyasar target terutama dari kalangan lanjut usia (lansia) kini semakin marak di Jepang.
Polisi berusaha mengantisipasi terjadinya kasus penipuan tersebut dengan berbagai cara.
Para penipu umumnya berpura-pura jadi polisi, sanak keluarga (anak atau cucu), pegawai pemda setempat, pegawai bank dan sebagainya yang dilakukan lewat telepon, kemudian mengambil uangnya langsung ke rumah korban.
Ada tiga cara mengantisipasi agar terhindar dari aksi penipuan tersebut.
Cara pertama yang kini mulai banyak dilakukan dengan memasang boneka pengingat yang dikoneksikan ke telepon.
Apabila ada telepon masuk maka bunyi suara pada boneka dan lampu merah berkedap-kedip pada dada boneka.
Itu mengingatkan kepada orang yang akan mengangkat telepon kemungkinan telepon datang dari penipu.
Boneka sebelum telepon diangkat akan bicara, "Hati-hati telepon penipuan." Serta kata-kata lain mengingatkan kita.
Setelah telepon diangkat, maka suara akan berhenti dan boneka akan otomatis merekam isi pembicaraan telepon tersebut.
Cara kedua dengan cara seperti permainan (game) Bingo. Menggunakan kartu antisipasi penipuan.
Ada tiga kategori pada kartu tersebut. Kategori apabila penelepon mengaku dari polisi. Kategori jika penelepon mengaku dari sanak ke luarganya (anak, cucu dan sebagainya). Serta kategori penelepon apabila mengaku dari pemda setempat.
Isi pembicaraan tertulis pada kartu tersebut. Jika isi pembicaraan misalnya sama dengan yang tertulis pada kartu tersebut, bagian yang sama akan dibolongi.
Masih dalam pembicaraan telepon, kalau kemudian sama lagi atau mirip dengan hal yang ditulis berikutnya pada kartu tersebut, kembali dibolongi.
Tiga hal lain bersamaan atau mirip dengan yang tertulis pada kartu tersebut, berarti tiga bolong berturut-turut, kemungkinan besar si penelepon adalah penipu, maka kita harus sangat hati-hati.
Cara ketiga adalah tepat sekali dengan halusnya orang Jepang, seringkali sulit memutus pembicaraan orang yang pintar bicara.
Ada rasa sungkan untuk memutus pembicaraan dan akhirnya kita ikut alur pembicaraan orang tersebut.
Upaya memutus pembicaraan dengan menekan bagian yang paling tepat dari kotak kontrol oranye.
Misalnya pembicaraan mengenai tawaran jual beli sesuatu. Kita bisa menekan tombol yang akan bersuara nantinya, "Akan saya pertimbangkan dan bicarakan dulu dengan keluarga."
Saat kotak kontrol kita tekan, dekatkan dengan gagang telepon, maka lawan bicara akan mendengar suara tersebut dan pembicaraan akan segera berhenti.
"Biasanya lawan bicara akan langsung berhenti bicara dan tidak akan menelepon lagi," kata sang pencipta ide kotak kontrol suara tersebut polisi Nagano, Son Shinazawa.
Apabila si penelepon masih juga membandel, ada suara lain pula misalnya, "Nanti kami telepon polisi dulu ya." Serta berbagai ucapan dari kotak kontrol suara yang menarik.
Tinggal pencet tombol suara dan ucapan yang pas, lalu dekatkan dengan gagang telepon kita.
Penipuan di Jepang umumnya dilakukan kalangan mafia Jepang (yakuza) yang tersindikasi dengan baik serta umumnya dilakukan anak-anak muda yang terlatih dengan tujuan untuk mendapatkan uang sebesar mungkin.
Korban penipuan di kalangan lansia Jepang kini mencapai nilai puluhan bahkan mendekati ratusan miliar yen per tahunnya.
Telepon penipuan itu pun biasanya juga tidak hanya dari dalam Jepang, tetapi juga dilakukan dari luar Jepang dengan telepon internet sehingga sulit dilacak polisi.
Info lengkap yakuza dapat dibaca di www.yakuza.in.