Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Dari Inggris, Benny Wenda Buka Suara soal Kerusuhan Papua

Wiranto menambahkan lantaran status hukum ini juga yang membedakan Papua dan Papua Barat dengan Timor Leste.

Editor: Hasanudin Aco
zoom-in Dari Inggris, Benny Wenda Buka Suara soal Kerusuhan Papua
RNZI/Korol Hawkins
Tokoh separatisme Papua, Benny Wenda 

TRIBUNNEWS.COM, AUSTRALIA - Benny Wenda yang dituduh oleh pemerintah Indonesia sebagai 'kekuatan asing' yang menggerakkan aksi di Papua belakangan telah meminta PBB dan Australia untuk mengecam Indonesia mengenai situasi di sana.

Dalam wawancara dengan media Australia SBS News hari Selasa (3/9/2019), Benny Wenda yang tinggal di Oxford (Inggris) meminta PBB untuk melakukan intervensi.

Benny Wenda juga meminta Perdana Menteri Australia Menteri Scott Morrison untuk mengutuk tindakan keras Indonesia terhadap demonstran pro-kemerdekaan.

Tindakan Indonesia berisiko menjadikan Papua sebagai "Timor Timur berikutnya".

"Saya berharap Perdana Menteri Australia akan membuat pernyataan tentang situasi saat ini. Kita perlu Australia untuk bersuara dan membuat pernyataan publik tentang krisis kemanusiaan di Papua Barat. "

Baca:  Contoh Soal CPNS 2019 dan P3K/PPPK Ramai Beredar Jelang Pendaftaran Dibuka, Begini Tanggapan BKN

Baca: Wiranto: Benny Wenda Penjahat Politik!

Ia mengatakan situasi di Papua Barat saat ini "sangat mirip" dengan perjuangan berdarah untuk kemerdekaan yang terjadi di Timor Timur atau sekarang Timor-Leste - 20 tahun yang lalu.

Selama puluhan tahun Benny Wenda menentang bergabungnya Papua Barat dengan Indonesia dan berupaya menjadikan Papua merdeka.

Berita Rekomendasi

Ia melarikan diri ke Inggris dan mendapat suaka pada tahun 2002.

Benny Wenda

Dalam reaksinya pemerintah Indonesia kembali menegaskan bahwa tidak ada kemungkinan adanya dialog mengenai kemerdekaan dan referendum di Papua.

Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Wiranto menyatakan wacana referendum yang muncul pasca kerusuhan di sejumlah kawasan di Papua pekan lalu tidak mungkin terjadi.

Wiranto menyatakan secara hukum opsi referendum sudah tidak dimungkinkan, karena kedua wilayah itu sudah pernah digelar referendum pada tahun 1969 melalui mekanisme Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera).

"(Hasilnya) Papua Barat waktu itu Irian Barat, sah sebagai wilayah NKRI, bulat, sah, dan didukung oleh banyak negara oleh keputusan PBB," kata Wiranto di Kantor Kemenko Polhukam, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Selasa (3/9./2019).

Wiranto menambahkan lantaran status hukum ini juga yang membedakan Papua dan Papua Barat dengan Timor Leste.

"Opsi referendum bagi warga Timor Leste dimungkinkan karena Timor Leste ketika itu masih menjadi wilayah perwalian atau non-pemerintahan sendiri (non-governing territories) yang terdaftar pada Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)." kata Wiranto.

"Kalau bicara referendum, maka sebenarnya hukum internasional sudah tak ada lagi tempat untuk Papua (dan) Papua Barat kita suarakan referendum. Sebab, dalam hukum internasional, referendum itu bukan untuk wilayah yang sudah merdeka," jelasnya.

Wiranto juga menegaskan kalau sejumlah alasan yang sering dijadikan alasan desakan referendum di Papua dan Papua Barat juga tidak benar.

"Jadi tidak ada seperti berita yang disampaikan Benny Wenda di luar negeri bahwa Indonesia mengebiri hak rakyat Papua dan Papua Barat. Kalau setiap hari ada pembunuhan, pelanggaran HAM, Papua dianaktirikan, itu tidak benar!" kata Wiranto.

Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto saat jumpa pers di kantor Kemenko Polhukam, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Rabu (4/9/2019).
Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto saat jumpa pers di kantor Kemenko Polhukam, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Rabu (4/9/2019). (Fransiskus Adhiyuda/Tribunnews.com)

"Kalau berbicara hak-hak dasar warga papua tidak dipenuhi, hak politik, ekonomi, sosial, budaya merasa dikebiri oleh pemerintah misalnya itupun tidak benar dengan UU otonomi khusus (otsus) hak-hak dasar itu sudah diberikan silakan diatur sendiri oleh pemda disana dengan tetap mengacu hukum Indonesia. " tegasnya.

Wiranto membeberkan sejumlah pencapaian sebagai bukti komitmen pemerintah terutama sejak era Presiden Jokowi dalam membangun wilayah Papua dan Papua Barat.

"Pemerintah sudah cukup adil bahkan sangat adil karena khusus Papua dan Papua Barat dana yang digelontorkan [untuk pembangunan disana] cukup besar misalnya tahun lalu tercatat Rp 92 trilyun."

"Sementara dana pendapatan daerah yang tersedot [ke pusat] hanya Rp 26 trilyun, jadi ada subsidi dari pusat untuk pembangunan Papua dan Papua Barat," tegasnya.

Benny Wenda memprovokasi dari LN

Sebelumnya Wiranto secara terbuka menyebut Benny Wenda yang menjadi pemimpin United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) terlibat dalam kerusuhan di Papua dan Papua Barat.

Benny Wenda, menurut pemerintah Indonesia menghasut dan memprovokasi sejumlah negara dengan menyebarkan informasi palsu terkait peristiwa tersebut.

"Benar bahwa Benny Wenda adalah bagian dari konspirasi masalah ini," ujar Wiranto.

Benny Wenda menyangkal tuduhan itu dan balik menyerang Menkopohukam.

Menurutnya demonstrasi yang terjadi di Papua selama beberapa pekan terakhir ini terjadi secara spontan akibat ketidakadilan yang dirasakan warga di sana selama ini.

"Pemerintah Indonesia hanya berupaya mengalihkan perhatian dari kenyataan dengan menyalahkan saya," tuturnya.

Dia mendesak digelar referendum sebagai jalan keluar konflik di Papua.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas