Polemik Persekusi Uighur, Ini Komentar Tengku Zulkarnain dan Tindakan Pemerintah
Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) MUI Tengku Zulkarnain mengatakan umat Islam selalu menjadi korban dari kepentingan politik negara-negara tertentu
Penulis: Endra Kurniawan
Editor: Siti Nurjannah Wulandari
TRIBUNNEWS.COM - Setelah kebocoran dokumen yang berisi tindakan persekusi yang dialami etnis Uighur di Xinjian China membuat berbagai pihak bereaksi, termasuk Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) MUI Tengku Zulkarnain mengatakan umat Islam selalu menjadi korban dari kepentingan politik negara-negara tertentu.
Zulkarnain mencontohkan seperti aksi-aksi kekerasan terhadap umat islam yang sudah dan sedang terjadi beberapa negara di dunia.
Seperti Israel menyerang Palestina, kemudian penyerangan Myanmar terhadap Rohingya, dan terbaru Tiongkok menyerang etnis Uighur di Xinjian.
"Apapun ceritanya saling bongkar membokar, apapun kepentingan politiknya"
"Kenyataan orang Islam menjadi korban, tidak bisa dipungkiri," kata Zulkarnain dikutip dari channel YouTube tvOneNews, Kamis (19/12/2019).
Dalam kesempatan tersebut, Zulkarnain juga membaikan pengalamannya ketika berdakwah di wilayah-wilayah China 14 tahun yang lalu.
"Saya ke China tahun 2005, saya keliling ke seluruh China," kata Zulkarnain.
Baca: Kasus Kekerasan Hewan 3 Bulan Terakhir yang Buat Heboh, dari Kucing Dicekoki Ciu hingga Digantung
Menurut Zulkarnain di tahun tersebut, wilayah Xinjian sudah tertutup. Akses masuk ke wilayah Xinjian dibatasi oleh pemerintah China.
"Xinjian sudah dibatasi, kalau orang dari negeri lain tidak boleh, dari masyarakat negeri sendiri boleh," lanjutnya.
Zulkarnain melanjutkan, dulunya Xinjian merupakan bagian dari negara Turkistan.
Kemudian Turkistan pecah menjadi dua, Turkistan Barat dan Turkistan Timur.
"Turkistan Barat merdeka dan pernah di jajah Mongol dan China,"
"Sedangkan Turkistan Timur di ambil alih dan diubah menjadi Xinjian," ujar Zulkarnain.
Zulkarnain menilai beralihnya Turkistan Timur menjadi Xinjian merupakan bentuk penjajahan China.
Ini juga pernah dilakukan saat China mengambil wilayah Tibet.
Akibatnya jumlah musim di kawasan tersebut (Xinjian) terus berkurang.
"Dulu mayoritas 80 persen orang islam," tegas Zulkarnain.
Saat ini, berdasarkan pengakuan Zulkarnain 60 persen penduduk Xinjian berasal dari luar wilayah.
Ditanya soal aksi kekerasan kepada masyarakat muslim Xinjian, Zulkarnain membenarkan hal tersebut.
Infomasi terkait dengan kekejaman pemerintah China ia peroleh dari jamah-jamah haji dan umrah dari negara China.
"Setiap ada jemaah dari China selalu saya ajak bicara"
"Saya tanya keadaan-keadaan di sana, yang paling susah adalah Xinjian," ujar Zulkarnain.
Baca: Viral Video Pengendara Nekat Lawan Arus dan Akhirnya Senggol Pengendara Lain Hingga Masuk Got
Menurut cerita yang diperoleh Zulkarnain, Xinjian selalu dibedakan dengan provinsi-provinsi lainnya.
Zulkarnain menduga, Sumber Daya Alam yang terkandung di wilayah Xinjian menjadi sasaran Pemerintahan China.
"Ada minyak dan gas bumi, ini nampaknya mau diambil. Kalau bisa warga aslinya dibungkam," katanya.
MUI lewat Dewan Pertimbangan MUI, Muhammad Sirajuddin Syamsuddin pun sudah mengambil sikap soal tindakan persekusi yang dialami etnis Uighur di Xinjian China.
"Sudah mengutuk perlakukan China kepada Uighur," terang Zulkarnain.
Pemerintah Terus Upayakan Diplomasi
Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menuturkan bahwa pemerintah Indonesia ikut berupaya menyelesaikan masalah Muslim Uighur di Tiongkok.
Sejak dulu, kata Mahfud, pemerintah berupaya untuk melakukan diplomasi lunak dan tidak bersifat konfrontatif.
"Dalam diplomasi lunak, sejak dulu kita menjadi penengah dan mencari jalan yang baik, bukan konfrontatif," kata Mahfud seperti dikutip Kompas.com, Kamis (19/12/2019)
Mahfud mengatakan, persoalan Muslim Uighur bukanlah hal yang baru.
Sejak lama, Menteri Luar Negeri (Menlu) juga telah menempuh langkah-langkah yang mengarah pada penyelesaian masalah.
Berbagai kelompok masyarakat pun ikut andil dalam hal ini, mulai dari Majelis Ulama Indonesia (MUI), hingga organisasi kemasyarakatan berbasis keagamaan seperti Muhammadiyah.
Menurut Mahfud, persoalan Muslim Uighur memang tidak bisa diabaikan. Akar dari masalah itu juga harus diketahui. Oleh karenanya, masalah tersebut harus dilihat secara lebih obyektif.
"Di China itu kawasan muslim kan banyak juga bukan hanya Uighur. Saya pernah ke Beijing, ke berbagai tempat lain, aman-aman aja tuh. Tapi kok di Uighur terjadi seperti itu, ada apa?," ujar Mahfud.
Mahfud menegaskan, pemerintah Indonesia melalui Kementerian Luar Negeri akan terus mengupayakan diplomasi lunak.
"Untuk itu nanti Bu Menlu melalui diplomasi lunaknya, bebas aktifnya, akan melakukan langkah-langkah yang baik, untuk kebaikan umat manusia," kata dia.
(*)