Tanggapan Aktivis Anti Kekerasan Seksual Terkait Kasus Predator Seks Reynhard Sinaga
Soal kasus predator seks Reynhard Sinaga, Aktivis perempuan dari komunitas Hollaback! Jakarta ikut memberikan tanggapannya.
Penulis: Inza Maliana
Editor: Miftah
TRIBUNNEWS.COM - Reynhard Sinaga menjadi tokoh yang sedang hangat dibicarakan publik.
Ia dijuluki predator seks setelah kasus pemerkosaan berantai terbesar dalam sejarah Inggris.
Reynhad adalah WNI yang sedang menempuh pendidikan di Manchester, Inggris.
Ia dijatuhi hukuman seumur hidup pada Senin (6/1/2020), oleh pengadilan setempat.
Reynhard terbukti bersalah atas 159 kasus pemerkosaan yang dilakukannya dalam kurun waktu 2015-2017.
Tidak hanya itu, ia juga dilaporkan bersalah atas tindak kekerasan seksual terhadap 48 korban pria.
Masing-masing dari 48 korbannya tidak menyadari fakta mereka telah diperkosa atau mengalami pelecehan seksual.
Hal itu baru diketahui setelah polisi mengetuk rumah mereka bertahun-tahun kemudian.
Reynhard menggunakan trik khusus dalam merayu korbannya.
Ia menggunakan obat bius yang dicampurkan dalam minuman kepada para korban.
Polisi setempat menyakini jumlah korban dari Reynhard mendekati 195 orang.
Untuk itu Reynhard dianggap pemerkosa paling produktif dalam sejarah peradilan di Inggris.
Anindya Restuviani, seorang aktivis anti kekerasan seksual menyayangkan kejadian yang menimpa korban dari Reynhard Sinaga.
"Orang selalu mengasosiasikan korban kekerasan seksual itu perempuan, tetapi korbannya dalam kasus tersebut semuanya laki-laki,"
"Semua kasus kekerasan seksual sangat disayangkan karena yang sebetulnya disayangkan adalah korbannya," tuturnya kepada Tribunnews.com, Selasa (7/1/2020).
Vivi sapaan akrabnya, menilai selama ini ada kesalahan persepsi dari masyarakat jika berbicara mengenai kekerasan seksual.
"Di saat kita berbicara tentang kekerasan seksual, orang selalu berfikir untuk hanya membela perempuan, atau melawan lelaki,"
"Padahal sebenarnya disaat kita berbicara soal kekerasan seksual, yang dilawan itu bukan laki-lakinya, yang dilawan adalah perilaku-perilaku predatornya," ujar Vivi.
Perilaku Reynhard Sinaga lah yang harusnya disalahkan, menurut Vivi terkadang masyarakat akan lebih menfokuskan pada hal lain dari korban.
"Masyarakat fokusnya isu lainnya lagi, sebetulnya banyak kasus perkosaan yang dilakukan oleh laki-laki kepada perempuan,"
"Di Inggris pun ini bukan pertama kali, ada kasus lain yang korbannya juga banyak," tutur Vivi yang juga menjabat Co Director Hollaback! Jakarta itu.
Vivi pun membandingkannya dengan kasus lain di Inggris yang tidak kalah mengerikan seperti kasus Reynhard.
"Ada warga Inggris yang ditangkap di Malaysia dan korbannya anak-anak perempuan,"
"Korbannya sampai 200 orang, itu jauh lebih banyak tetapi terkadang masyarakat menyerang penampilan dari korban," tegas Vivi kepada Tribunnews.com melalui sambungan telepon.
Yang selama ini masyarakat fokuskan adalah mengenai penampilan korban.
Vivi pun menyinggung soal pakaian dan juga atribut lain yang dikenakan korban.
"Pakai baju apa, kok tidak menggunakan kerudung dan stigma lainnya,"
"Sebenarnya itu bisa membuka pandangan masyarakat bahwa kekerasan seksual itu pelakunya juga bisa siapa saja dan korbannya bisa siapa saja," ujar Vivi.
Vivi menegaskan korban kekerasan seksual tidak memandang gender.
"Mau laki-laki mau perempuan, karena kembali lagi, yang diserang itu orang disaat kita relasi kuasanya,"
"Yang dilakukan oleh Reynard Sinaga ini jelas-jelas ingin memperlihatkan ia lebih berkuasa atas korban-korban yang sudah ia bius itu dan akhirnya diperkosa olehnya," tambah Vivi.
(Tribunnews.com/Maliana)