Ayah & Adik Diisolasi Akibat Virus Corona, Remaja Cerebral Palsy Ini Sendirian, Akhirnya Meninggal
Karena ayah dan adiknya diisolasi akibat virus corona, remaja cerebral palsy ini ditinggal sendirian. Ia akhirnya meninggal dunia.
Penulis: Miftah Salis
Editor: Sri Juliati
TRIBUNNEWS.COM - Wabah virus corona lagi-lagi meninggalkan kisah menyedihkan bagi warga China.
Karena ayah dan adiknya diisolasi akibat virus corona, remaja cerebral palsy ini harus tinggal sendirian.
Remaja 17 tahun tersebut kemudian dinyatakan meninggal dunia.
Wabah virus corona yang menyerang wilayah di Provinsi Hubei, China dilaporkan terus mengalami peningkatan.
Mengutip dari South China Morning Post, hingga Kamis (31/1/2020) pagi, kasus virus corona di daratan China dan seluruh dunia mencapai 9.816.
Sebanyak 9.692 kasus terjadi di daratan China dengan jumlah kematian mencapai 213.
Kasus tersebut muncul pertama kali di Wuhan, Provinsi Hubei, China.
Berbagai negara di Asia, Eropa, hingga Amerika mengonfirmasi adanya kasus serupa yang menyerang warganya.
Sejak muncul pada Desember 2019, virus corona dilaporkan terus mengalami peningkatan.
Virus tersebut telah menyebar di seluruh 31 provinsi kotamadya, serta daerah otonom di daratan China.
Virus yang bisa menyebabkan pneumonia ini diduga juga menyerang sebuah keluarga di Provinsi Hubei, China.
Seorang ayah dan anaknya berusia 11 tahun diisolasi karena diduga terinfesi virus corona.
Pria tersebut meninggalkan seorang anaknya lagi yang berusia 17 tahun.
Malangnya remaja tersebut harus ditinggal oleh ayah dan adiknya dalam keadaan mengalami cerebral palsy.
Sementara adiknya yang berusia 11 tahun mengalami autisme.
Mengutip dari China Press, pada 17 Januari 2020 seorang pria bernama Wu Xiaowen membawa dua putranya kembali ke Desa Shejia, Kota Huahe, Kabupaten Hong'an, Huanggang, Hubei.
Wu dulu bekerja di Wuhan, kota yang menjadi pusat kemunculan virus corona.
Setelah kembali, Wu menderita gejala demam selama tiga hari.
Pada 24 Januari 2020, Wu dan anaknya yang menderita autis dibawa oleh petugas media ke tempat perawatan terpusat di Hong'an.
Sementara, anak pertamanya yang menderita cerebral palsy, Pu Cheng, harus tinggal sendirian di rumah.
Kondisi cerebral palsy yang dialami oleh Pu Cheng membuat tubuhnya tak bisa bergerak.
Sang ayah, Wu, sempat meminta bantuan orang-orang lewat Weibo untuk merawat putranya.
Komite desa atau pejabat setempat pun telah mengirim staf untuk mengurus Pu Cheng.
Pada 24 Januari, komite desa melaporkan, pihaknya telah memberi makan Pu Cheng.
Hal yang sama juga dilakukan di tanggal 26 Januari.
Sementara itu, dokter desa juga memberikan Pu Cheng dua cangkir asam amino pada tanggal 28 Januari 2020.
Di hari Rabu (29/1/2020), komite desa menemukan lokasi dimana Wu dan anak keduanya dirawat.
Komite desa pun berencana untuk mengajak Pu Cheng bertemu ayah dan saudaranya.
Naas, Pu Cheng justru ditemukan meninggal dunia pada sore hari di hari yang sama.
Saat dimintai konfirmasi, staf pemerintah Kota Huahe membenarkan kabar meninggalnya Pu Cheng.
Pemerintah Hong'an bahkan telah membentuk tim gabungan untuk melakukan penyelidikan terhadap kasus Pu Cheng.
Pihak pemerintah mengklaim, aturan ketat yang ada tak mungkin membiarkan Pu Cheng berada di rumah seorang diri.
"Sekarang manajemen kader cukup ketat. Tidak mungkin bagi kamu untuk meninggalkan anak dengan cerebral palsy di rumah tanpa dikelola."
"Itu harus jadi pekerjaan, tetapi benar bahwa anak itu meninggal. Departemen superiro akan menyelidiki."
"Tentu akan ada klaim yang adil," katanya, Kamis (30/1/2020).
Hingga saat ini pihak setempat masih melakukan penyelidikan terhadap kasus tersebut.
(Tribunnews.com/Miftah)