Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
DOWNLOAD
Tribun

Dikeluarkan dari Deretan Negara Berkembang, Indonesia Disebut Jadi Incaran Donald Trump

Dikeluarkan dari Deretan Negara Berkembang, Ekonom Sebut Indonesia Jadi Incaran Donald Trump, indonesia negara maju, negara berkembang

Penulis: Endra Kurniawan
Editor: Siti Nurjannah Wulandari
zoom-in Dikeluarkan dari Deretan Negara Berkembang, Indonesia Disebut Jadi Incaran Donald Trump
Kolase Tribunnews.com (Twitter.com/realDonaldTrump dan Twitter.com/jokowi)
(Kanan) Presiden Amerika Serikat, Donald Trump (Kiri) Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo 

TRIBUNNEWS.COM - Ekonom dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Retno Tanding Suryandari memberikan pandangannya perihal dikeluarkannya Indonesia dari daftar negara-negara berkembang oleh Pemerintahan Presiden Donald Trump.

Menurut Retno, terdapat sejumlah kriteria yang dapat digunakan untuk menentukan suatu negara termasuk negara berkembang atau maju.

Namun dalam langkah yang diambil oleh Pemerintahan Amerika Serikat itu, mereka menggunakan patokan keanggotaan kelompok 20 ekonomi utama alias G20.

"Sehingga Indonesia dan beberapa negara lain seperti Brazil, India, Afrika Selatan dikeluarkan dari negara berkembang dan dijadikan sebagai negara maju," ujar Retno saat dihubungi Tribunnews, Minggu (23/2/2020).

Retno melanjutkan, dampak besar dari kebijakan ini berpengaruh kepada preferensi sistem yang sebelumnya didapatkan oleh negara-negara berkembang.

Terutama dalam hal pajak masuk barang ke Amerika Serikat.

Negara Paman Sam akan menetapkan biaya impor ke negaranya lebih tinggi kepada negara-negera berkembang yang telah berubah status menjadi maju.

Berita Rekomendasi

Perempuan yang mengambil gelar doktoralnya di University Of North Texas ini menjelaskan apa yang dilakukan Donald Trump merupakan bagian dari sekenarionya untuk mengincar partner dangangnya, termasuk Indonesia.

"Saya kira Indonesia dari waktu ke waktu harus waspada. Indonesia menjadi satu negara yang diincar sama AS," ungkapnya.

Hal ini juga mengingat Indonesia dalam hubungan dangangnya dengan Amerika Serikat selalu mengalami surplus.

"Akan menjadi konsen pemerintah AS, bahwa surplus ini tidak boleh lebih 1 persen, kalau dulu dan sekarang masih 2 persen," kata Retno.

Retno menambahkan, ini bukan pertama kalinya Indonesia mendapatkan ancaman dari Pemerintah Amerika Serikat terkait dalam siklus perdagangan.

Semenjak Donald Trump menjadi presiden, dirinya telah melakukan sejumlah langkah untuk memperbaiki perekonomian negaranya.

Termasuk mengejar partner dangangnya demi meningkatkan neraca perdagangan surplus.

Salah satunya Indonesia yang memiliki catatan surplus perdagangan terbesar kedua dengan Amerika Serikat.

Baca: Maksud Terselubung Amerika Serikat di Balik Keluarnya Indonesia dari Daftar Negara Berkembang

Langkah Pemerintah Indonesia yang harus diambil

Presiden Joko Widodo didampingi Wapres Ma'ruf Amin mengenalkan jajaran menteri Kabinet Indonesia Maju di tangga beranda Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (23/10/2019). Presiden Joko Widodo resmi melantik 34 Menteri, 3 Kepala Lembaga Setingkat Menteri, dan Jaksa Agung untuk Kabinet Indonesia Maju. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Presiden Joko Widodo didampingi Wapres Ma'ruf Amin mengenalkan jajaran menteri Kabinet Indonesia Maju di tangga beranda Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (23/10/2019). Presiden Joko Widodo resmi melantik 34 Menteri, 3 Kepala Lembaga Setingkat Menteri, dan Jaksa Agung untuk Kabinet Indonesia Maju. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN)

Retno menjelaskaan saat ini Pemerintah Indonesia harus segera mengambil langkah dengan mencari pasar-pasar ekspor baru.

Menurutnya pasar di negara Amerika Selatan, Asia, dan Afrika Selatan tidak kalah potensial dengan pasar Amerika Serikat.

"Amerika Selatan dan Afrika terutama, ini kan banyak negara mulai selesai dengan konfliknya"

"Mereka mulai meningkat pertumbuhan ekonominya, ada banyak negara di Afrika bisa menjadi sasaran baru pasar Indonesia," ujar Retno.

Selain itu, di sejumlah negara Afrika produk-produk buatan Indonesia mulai dikenal.

"Misalnya produknya Indofood, sudah sangat diterima di pasar sana," imbuhnya.

Retno mengatakan, langkah kedua yang perlu diambil adalah membuat prioritas ulang dalam pengembangan dunia industri ke depannya.

Sehingga kegiatan ekspor dan impor dapat lebih maksimal serta efisien.

Langkah ketiga menurutnya, Pemerintah Indonesia jangan melupakan potensi yang ada di dalam pasar dalam negeri.

"Mendorong perilaku konsumtif dalam negeri, kita beberapa kali selamat dari ancaman krisis karena perilaku konsumtif yang besar dari masyarakatnya sendiri"

"Bisa menjadi satu catatan, karena sudah diancam sama Amerika Serikat, kita harus manfaatkan daya gunakan konsumsi dalam negeri dan menyerap produk tertentu untuk memenuhi kebutuhan sendiri," beber Retno.

Baca: Sisi Positif Dicabutnya Indonesia dari Daftar Negara Berkembang

Langkah yang bisa dilakukan oleh masyarakat

Pengunjung memilih sepatu yang dijual di salah satu toko sepatu di kawasan pertokoan Sentra Sepatu Cibaduyut, Jalan Cibaduyut Raya, Kota Bandung, Minggu (29/12/2019). Memasuki masa libur sekolah, Natal, dan Tahun Baru jumlah kunjungan wisatawan khususnya dari luar kota ke kawasan wisata belanja sepatu Cibaduyut meningkat dibanding hari biasanya, namun menurut salah seorang pedagang sepatu dibandingkan dengan kunjungan masa liburan beberapa tahun sebelumnya justru mengalami penurunan. Hal tersebut dipengaruhi beberapa faktor, diantaranya daya beli menurun, membanjirnya sepatu impor, serta perubahan perilaku belanja dari offline menjadi belanja online. (TRIBUN JABAR/GANI KURNIAWAN)
Ilustrasi belanja produk-produk dalam negeri (TRIBUN JABAR/GANI KURNIAWAN) 

Retno menilai langkah yang diambil pemerintah harus mendapat dukungan dari masyarakatnya.

"Tidak bisa pemerintah berjalan sendiri, karena konsumen paling besar dari masyarakat," tegasnya.

Satu cara yang bisa dilakukan oleh masyarakat dengan mengerem untuk membeli barang-barang impor. 

Retno menyakini cara ini tidaklah mudah, mengingat perilaku konsumtif dan animo masyarakat terhadap barang dari negara lain masih tinggi.

Dengan demikian, semua pihak termasuk pemerintah dan akademisi memiliki kewajiban untuk mengedukasi masyarakat untuk mulai beralih kepada barang produksi dalam negeri.

"Kampanye harus dilakukan terus-menerus dan pemerintah perlu menyusun langkah komprehensif untuk menyakinkan bahwa mengkonsumsi produk dalam negeri itu penting"

"Dampak makronya akan terasa," tutupnya. 

(Tribunnews.com/Endra Kurniawan)

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Klik Di Sini!
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas