Tekan Tombol Darurat Kereta Api di Jepang karena Ada Penumpang Tak Pakai Masker, Apa Sanksinya?
Seorang penumpang kereta api di Fukuoka Jepang memencet tombol darurat di dalam gerbong karena melihat orang tidak menggunakan masker dan batuk-batuk.
Editor: Dewi Agustina
Laporan Koresponden Tribunnews.com, Richard Susilo dari Jepang
TRIBUNNEWS.COM, TOKYO - Tanggal 18 Februari lalu seorang penumpang kereta api di Fukuoka Jepang memencet tombol darurat di dalam gerbong karena melihat orang tidak menggunakan masker dan batuk-batuk.
Apakah sanksinya? Didenda dan atau dipenjara?
"Beberapa orang tidak memiliki perilaku yang baik, seperti batuk dan bersin tanpa masker. Untuk menghindari masalah, yang terbaik adalah orang itu agar pindah ke gerbong lain atau naik kendaraan sendiri," kata pengacara Akihiro Komotodi Bengoshi DotCom, Senin (24/2/2020).
Diakuinya kasus di Fukuoka tersebut tidak diketahuinya secara detil.
"Saya pikir banyak orang dapat bersimpati dengan keinginan untuk melakukan sesuatu. Namun, penggunaan perangkat pelaporan darurat terbatas hanya boleh dilakukan pada situasi darurat. Jadi apabila tidak mendesak dan menghentikan kereta, kita harus bertanggung jawab atas tanggung jawab hukum," ujar dia.
Tidak ada urgensi untuk mengatakan bahwa ada yang batuk tanpa masker, lalu menghentikan perjalanan kereta api.
"Jika hal itu dilakukan maka akan muncul tuduhan palsu atau menghambat tugas kelistrikan sehingga biusa dipenjara 3 tahun dan atau denda 500.000 yen atau kurang," kata dia.
Bahkan, ada kasus serupa di mana seorang penumpang yang menghentikan kereta api dengan membuka tutup pintu tombol darurat Shinkansen (alat pelarian darurat) tidak ada urgensinya dan dia ditangkap karena melanggar dan menghambat tugas listrik.
Baca: Asap Pekat Muncul di Lobby Gedung Nusantara III DPR, 4 Mobil Damkar Dikerahkan
Baca: Siswi SD Diperkosa Orang Tak Dikenal di Belakang Rumah, Fotonya Beredar di Facebook hingga Grup WA
"Juga, jika Anda menghentikan kereta, ada kemungkinan bahwa perusahaan kereta api akan mengklaim sejumlah besar kerusakan secara sipil juga," katanya.
Ada juga laporan bahwa beberapa orang berteriak pada orang yang batuk agar orang itu turun dari kereta jika mereka tidak memiliki masker di kereta.
"Membungkam di dalam kereta api umum adalah pelanggaran tata krama dan secara hukum dapat dihukum karena pemerasan (dipenjara tiga tahun atau kurang)," jelasnya.
Masalah masker meningkat dengan cepat di kereta api Jepang saat ini.
Bagaimana cara menyelesaikannya?
"Virus corona baru yang dimaksud memiliki risiko infeksi tetesan yang sama dengan batuk dan bersin pada orang yang terinfeksi, seperti halnya dengan influenza. Jadi masker adalah sarana penting untuk menjaga agar infeksi tidak menyebar ke orang di sekitar kita," ujarnya.
Ada dua aspek untuk masalah topeng yang terjadi sekarang. Yang pertama adalah cara itu sendiri, dan yang kedua adalah kurangnya pasokan masker.
Baca: BCL Kembali Ziarah ke Makam Ashraf Sinclair, Berusaha Tegar Tuntun Noah Baca Yasin
Baca: Musibah Susur Sungai: Pembina Pramuka Anggap Enteng Peringatan Warga, Tidak Pakai Peralatan Ini
"Pertama-tama, berkenaan dengan masalah perilaku itu sendiri, masuk akal untuk berlatih minimal batuk, bersin, dan memegang mulut Anda dengan handuk atau sapu tangan," ujar dia.
Di sisi lain, kurangnya pasokan masker juga merupakan bagian dari masalah. Bahkan, penjualan di toko-toko sudah sangat sulit didapat saat ini.
Sikap sopan santun pada awalnya adalah keseimbangan antara perhatian dan pengampunan bagi orang lain.
Namun, sampai persediaan masker yang memadai tersedia, beberapa orang tidak akan bisa mendapatkan masker, dan yang lain tidak akan bisa berhenti batuk dalam situasi seperti itu.
"Beberapa orang mungkin tidak bisa mendapatkan masker meskipun mereka ingin peduli, tetapi bahkan jika mereka toleran, tidak mungkin untuk mengatakan bahwa mereka akan dengan sabar batuk di sebelah kita. Sulit menyeimbangkan hal tersebut," tambahnya.
Banyak orang harus bepergian dengan kereta yang penuh sesak, sehingga mungkin sulit untuk menghindari masalah.
Baca: Hanya Dua Bakal Paslon Perseorangan yang Serahkan Syarat Pencalonan ke KPU Surabaya
Baca: Desain Lintasan dan Kondisi Bahu Belum Prima Bikin Marc Marquez Kesulitan di Tes MotoGP 2020 Qatar
"Transportasi di kereta komuter yang padat tidak bisa dihindari untuk masyarakat Jepang saat ini. Mencegah infeksi atau menyebabkan penyebaran cepat adalah masalah serius, dan negara perlu mengatasinya sekarang," kata dia.
Pada 16 Februari, Menteri Pertanahan, Infrastruktur, Transportasi dan Pariwisata Jepang, Kazuyoshi Akabane menyatakan kebijakan pemerintah untuk secara khusus memasok masker ke angkutan umum, tetapi targetnya adalah para kru seperti kereta api, bus, dan taksi.
Jika memungkinkan, perluasan target lebih lanjut dan distribusikan ke penumpang yang membutuhkan topeng di stasiun masih kurang.
Jadi, apabila kru kereta melihat penumpang yang batuk, mereka dapat secara aktif menyerahkan masker.
Maka masalah terpecahkan, masalah yang disebabkan oleh kekurangan pasokan dapat diselesaikan.
Kembali ke masalah sopan santun lagi, tanggapan bahwa petugas berjalan ke penumpang batuk di pesawat dan memberikan topeng yang mengatakan "Apakah Anda ingin menggunakannya" sebenarnya telah dilakukan sejak lama.
Ini adalah panggilan tidak langsung untuk menolong sembunyikan pelanggan di sekitar kita.
Demikian pula pada kereta api, "Jika Anda memiliki masalah dengan batuk atau bersin, kami akan memberi Anda masker sekali pakai."
Baca: BREAKING NEEWS: Ketua MPR Dievakuasi, Tiga Truk Damkar Siram Gedung DPR
Baca: Korsleting Kipas Angin Diduga Picu Kebakaran Yang Melahap 3 Rumah Kontrakan di Tanjung Priok
Oleh karena itu perlu pengumuman seperti "Tolong tanyakan kepada kru dan staf stasiun, apabila membutuhkan masker."
Kesadaran memakai masker adalah cara dasar secara bertahap akan mempersempit penyebaran virus lebih lanjut.
Info lengkap dan diskusi Jepang bisa bergabung ke WAG Pecinta Jepang kirimkan email nama lengkap dan alamat serta nomor whatsapp ke: info@jepang