Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Pakar Komunikasi Global: Laporan Media soal Virus Corona Berlebihan dan Sensasional

Son Yejin menyumbangkan dana lebih Rp 1 miliar karena ia merasa sedih kota kelahirannya, Daegu, sekarang sedang menghadapi masalah besar.

Editor: Hasanudin Aco
zoom-in Pakar Komunikasi Global: Laporan Media soal Virus Corona Berlebihan dan Sensasional
AFP/GIOVANNI ISOLINO
Petugas Palang Merah Italia yang mengenakan pakaian pelindung dan masker memakaikan gelang kepada seorang anak Imigran yang diselamatkan di Mediterania saat turun dari kapal NGO Sea Watch, di pelabuhan Messina, Sisilia, Kamis (27/2/2020). Imigran tersebut dicek kesehatannya saat memasuki Italia, setelah merebaknya wabah virus corona. Lebih dari 2000 orang warga Italia telah dinyatakan positif terinfeksi virus corona, dan membuat Italia sebagai negara terbanyak di Eropa yang terinfeksi virus corona. AFP/GIOVANNI ISOLINO 

TRIBUNNEWS.COM, INGGRIS -  Laporan media soal COVID-19 yang "tidak bertanggung jawab", "terlalu sensasional" telah menyebakan ketakutan dan kepanikan.

Reaksi warga yang berlebihan dianggap lebih beresiko, ketimbang virus itu sendiri.

Pernyataan tersebut dikatakan oleh pakar jurnalistik Karin Wahl-Jorgensen dari Sekolah Jurnalistik di Cardiff University, Inggris, salah satu sekolah media terkemuka di dunia.

Kepanikan konsumen di Australia selama beberapa hari terakhir telah menyebabkan barang-barang seperti tisu toilet, sabun pembasmi bakteri dan bahan makanan tahan lama diborong pembeli.

Karena kepanikan pembelian tersebut, sebuah jaringan supermarket di Australia, Woolworths sudah membatasi pembelian beberapa barang di sejumlah tokonya.

Baca: Ketua Umum PBNU Said Aqil Siradj: Haji Dilarang karena Virus Corona, Itu Namanya Uzur Syari

Setelah sehari sebelumnya, Woolworths membatasi pembelian tisu toilet 4 gelondongan per pembeli, hari Kamis (5/3/2020), Woolworths juga membatasi pembelian beras lebih dari 2 kg hanya satu kantong per transaksi.

Untuk toko yang menjual pembersih tangan, atau 'hand sanitizer', hanya dijual per dua botol dan barang-barangnya ditaruh di meja Customer Service.

Berita Rekomendasi

"Mayoritas barang-barang lainnya tidak terganggu pembeliannya, dan semua toko tidak kekurangan pasokan," kata CEO Brad Banducci.

Jaringan supermarket lain yang menguasai pasar Australia, Coles, juga melakukan hal yang sama, terutama pembatasan pembelian tisu toilet.

Menurut pakar media Prof Karin Wahl-Jorgensen, kepanikan pembelian seperti yang terjadi di Australia disebabkan karena pemberitaan media.

"Melihat kebanyakan orang yang terkena virus tersebut hanya mengalami gelaja yang ringan, wabah ini menakutkan, utamanya karena dampaknya pada masyarakat sebagai kesatuan." katanya.

"Khususnya, ketakutan akan virus lebih mudah menyebar dibandingkan virus itu sendiri dan menyebabkan kekacauan sosial lewat pembelian panik."


Menurutnya, pemberitaan media menggunakan kata-kata yang terlalu 'sensasional dan menakutkan', seperti penggunaan kata "virus pembunuh" atau 'penyakit yang mematikan".

"Beberapa organisasi media, khususnya koran tabloid menyebarkan informasi yang tidak benar termasuk berita wabah ini terkait dengan kebiasaan warga China mengkonsumsi sup kelelewar," ujarnya.

"Padahal itu tidak benar dan hewan peliharaan bisa juga terkena virus corona," tambah Professor Wahl-Jorgensen.

Worldometer, sebuah situs yang mengumpulkan data penyebaran dari seluruh dunia, sampai hari Kamis siang (5/3) memperkirakan sudah 3.250 orang tewas, dengan 95 ribu orang di seluruh dunia tertular COVID-19, dan 51.500 orang sudah sembuh.

Baca: Kronologi Dua Driver Ojol Suspect Virus Corona Kabur Saat Dikarantina

Sebagai bandingannya, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan epidemi flu setiap tahunnya menyebabkan 650 ribu meninggal, sementara Worldometer memperkirakan di tahun 2020 ini sudah 86 ribu orang meninggal karena flu.

Meski adanya angka kematian yang tinggi akibat flu, Professor Wahl-Jorgensen mengatakan media jarang sekali melaporkan kematian karena flu dengan berita-berita yang menakutkan seperti wabah virus corona seperti sekarang ini.

"Dalam situasi yang tidak menentu, jurnalisme sering kali memuat spekulasi dengan kemungkinan paling buruk." kata Professor Wahl-Jorgensen.

"Walaupun bisa membantu agar kita awas dengan kemungkinan paling buruk, namun ini juga bisa menyebabkan kekhawatiran yang tidak perlu."

Prof Wahl-Jorgensen mengatakan wabah virus corona juga merupakan wabah pertama dunia yang terjadi di masa media sosial.

"Media sosial tampaknya memainkan peran penting dalam penyebaran informasi yang tidak benar dan kepanikan." katanya.

"Sementara Twitter, Facebook, dam yang lain berusaha kerasa untuk menangkal informasi tidak benar ini, ini adalah masalah yang sulit ditangani."

"Oleh karena itu, apa yang terjadi sekarang adalah bahwa kita jangan percaya begitu saja dengan gambar, tayangan dan berita yang muncul di media sosial, khususnya informasi tersebut belum diverifikasi oleh sumber yang bisa dipercaya."

Artis Korea sumbang dana untuk penanggulangan virus corona

Setelah pemberitaan lebih banyak terkonsentrasi kepada jumlah korban dan cara penanggulangan wabah, sekarang laporan mengenai penderita COVID-19 sembuh mulai muncul dari berbagai negara.

Di China, sumber wabah virus corona, dilaporkan sudah lebih dari 50 ribu orang yang keluar dari rumah sakit, demikian juga di negara lain seperti Singapura dan Vietnam, mereka yang sebelumnya terkena virus corona sekarang dinyatakan "sembuh".

Salah satu negara yang masih berjuang untuk menanggulangi virus tersebut adalah Korea Selatan dengan kota Daegu yang disebut-sebut sebagai pusat penyebaran utama.

Sekarang, para pekerja seni Korea Selatan dari dunia 'K-pop' ramai-ramai menyumbangkan dana kepada pemerintah dan badan-badan lain untuk menghentikan penyebaran virus corona.

Seperti yang dilakukan artis top Korea Selatan, Son Yejin yang baru saja menyelesaikan peran dalam serial 'Crash Landing On You', yang sangat populer di Netflix.

Son Yejin menyumbangkan dana lebih Rp 1 miliar karena ia merasa sedih kota kelahirannya, Daegu, sekarang sedang menghadapi masalah besar.

Di Korea Selatan, penderita COVID-19 dilaporkan sudah mencapai lebih dari 6 ribu orang dan sejauh ini menewaskan 40 warga.

Selain Son Yejin, bintang lainnya yang ikut menyumbang adalah Suga dari kelompok BTS, salah satu kelompok musik ternama di Korea Selatan.

Suga yang berasal dari Daegu juga sudah menyumbangkan 100 juta won, atau sekitar Rp 1,1 miliar untuk sebuah badan penanggulangan virus corona.

Harian berbahasa Inggris, 'Korea Times' melaporkan sutradara Bong Joonh-ho yang filmnya 'Parasite' baru saja memenangkan Oscar sebagai film terbaik, juga menyumbangkan dana sebanyak Rp 1 miliar.

Selain sumbangan uang, beberapa selebriti di Korea Selatan juga berusaha membantu dengan cara lain.

Beberapa artis diantaranya penyanyi bernama Rain, dan istrinya Kim Tae-hee, yang memiliki beberapa properti, memutuskan untuk menurunkan harga sewa properti sebanyak 50 persen selama bulan Maret.

Tujuan mereka adalah untuk membantu penyewa yang mengalami kesulitan karena melesunya ekonomi.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas