Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Cerita Dokter Italia Tangani Corona: Harus Memilih Pasien Mana yang Dirawat atau Dibiarkan Meninggal

Italia kewalahan menyediakan ranjang rumah sakit bagi pengidap Covid-19—hal yang belum pernah terjadi pada masa damai.

Editor: Hasanudin Aco
zoom-in Cerita Dokter Italia Tangani Corona: Harus Memilih Pasien Mana yang Dirawat atau Dibiarkan Meninggal
MARCO SABADIN / AFP
Orang-orang diizinkan untuk berjalan-jalan di luar sendirian di sekitar rumah mereka atau membawa anjing mereka jalan-jalan, asalkan mereka membawa formulir "sertifikasi otomatis" dengan mereka 

TRIBUNNEWS.COM, ITALIA - Para dokter di garis depan pertempuran memerangi virus corona di Italia mengaku harus memilih pasien mana yang mendapat penanganan dan pasien mana yang tidak memperoleh perawatan.

Di tengah peningkatan jumlah pasien virus corona yang mencapai ratusan orang setiap hari, Italia kewalahan menyediakan ranjang rumah sakit bagi pengidap Covid-19—hal yang belum pernah terjadi pada masa damai.

"Jika seseorang berusia 80 dan 95 tahun mengalami kesulitan pernapasan yang parah, kami kemungkinan tidak melanjutkan [penanganan]," kata Dr Christian Salaroli, kepala unit perawatan intensif di sebuah rumah sakit di Bergamo kepada surat kabar Corriere della Sera.

"Ini adalah kata-kata yang buruk, namun sayangnya benar. Kami tidak berada dalam posisi untuk melakukan apa yang Anda sebut sebagai mukjizat," tambahnya.

Baca: Satu Orang Warga Tangerang Selatan Positif Corona Dilaporkan Meninggal

Namun apa yang membuat keputusan ini diperlukan?

'Keputusan-keputusan sulit'

Virus corona terbukti mematikan, khususnya di Italia. Sebanyak 1.441 orang dari 21.157 kasus infeksi telah meninggal dunia per 16 Maret 2020—sekitar sepertiga dari jumlah kematian yang tercatat di China.

Berita Rekomendasi

Sebanyak 1.441 orang dari 21.157 kasus infeksi di Italia telah meninggal dunia per 16 Maret 2020.

Populasi di Italia adalah yang tertua kedua di dunia setelah Jepang, menurut data PBB.

Itu artinya, sebagian besar penduduk Italia amat berisiko jatuh sakit jika mereka terpapar virus corona.

Awal bulan ini, Italian Society of Anaesthesia, Analgesia, Resuscitation and Intensive Therapy (SIAARTI), merilis rekomendasi etik sebagai arahan bagi para dokter mengenai siapa yang seharusnya ditempatkan pada ranjang perawatan intensif "dalam kondisi-kondisi pengecualian"—artinya siapa yang diprioritaskan ketika tidak ada ranjang untuk menampung semua pasien.

Alih-alih menempatkan pasien berdasarkan siapa yang datang paling awal, lembaga itu memberi anjuran agar para dokter dan perawat berfokus pada pasien-pasien yang punya peluang pulih lebih tinggi setelah perawatan intensif.

"Bukannya SIAARTI mengusulkan agar beberapa pasien dirawat dan lainnya mendapat perawatan terbatas. Sebaliknya, adalah peristiwa darurat yang membatasi para dokter memfokuskan perhatian mereka mengenai kepatutan perawatan pada mereka yang paling mendapat manfaat," sebutnya.

Tsunami'

Italia memiliki sekitar 5.200 ranjang perawatan intensif.

Namun, pada musim dingin, sebagian besar ranjang tersebut telah ditempati pasien-pasien dengan masalah pernapasan.

Wilayah Lombardy dan Veneto di utara hanya punya sekitar 1.800 ranjang di institusi pemerintah dan swasta.

Semua rumah sakit di Italia bagian utara telah mendirikan bagian tambahan untuk menampung ranjang lebih banyak.

Dr Stefano Magnone, yang bekerja di sebuah rumah sakit di Lombardy, mengatakan kepada BBC bahwa daya tampung mereka telah mencapai batas.

"Situasinya semakin buruk hari demi hari, karena kami telah mencapai batas tampung ranjang ICU serta bangsal biasa untuk merawat pasien-pasien positif virus corona," katanya.

"Di provinsi kami, kami telah kehabisan sumber daya, baik manusia maupun teknologi. Jadi kami menunggu ventilator baru, perangkat ventilasi non-invasif baru."

Awal pekan ini, kesaksian dari Dr Daniele Macchini, seorang dokter unit perawatan intensif di Bergamo, menjadi viral di Twitter.

Penduduk bepergian dengan mengenakan masker di jalan utama Corso Buenos Aires di Milan pada 12 Maret 2020, ketika Italia menutup semua toko kecuali apotek dan toko makanan dalam upaya putus asa untuk menghentikan penyebaran virus corona yang telah menewaskan 827 di negara itu hanya dalam dua minggu.
Penduduk bepergian dengan mengenakan masker di jalan utama Corso Buenos Aires di Milan pada 12 Maret 2020, ketika Italia menutup semua toko kecuali apotek dan toko makanan dalam upaya putus asa untuk menghentikan penyebaran virus corona yang telah menewaskan 827 di negara itu hanya dalam dua minggu. (MIGUEL MEDINA / AFP)

Pada kesaksian tersebut, dia menjelaskan bagaimana timnya "kewalahan oleh tsunami" dan peralatan medis untuk masalah pernapasan, seperti ventilator, menjadi luar biasa berharga "layaknya emas".

"Kasus-kasus berlipat ganda, [kami menerima] 15-20 pasien per hari, semua karena alasan yang sama. Hasil uji swab kini muncul satu demi satu: positif, positif, positif. Tiba-tiba [ruang gawat darurat] ER kolaps," katanya.

"Beberapa kolega kami yang terinfeksi juga punya kerabat yang terinfeksi, dan beberapa kerabat mereka sudah berjuang antara hidup dan mati."

Staf medis mengaku merasakan tekanan emosional luar biasa.

Dr Salaroli mengatakan kepada surat kabar Corriere bahwa beban emosi staf medis "menghancurkan" dan beberapa dokter di dalam timnya "remuk" oleh pilihan-pilihan yang terpaksa dibuat.

"Bisa terjadi pada dokter kepala begitu pula dengan dokter muda yang baru tiba dan harus memutuskan nasib seorang manusia. Saya ulangi, dalam skala besar," ujarnya.

"Saya melihat sejumlah perawat dengan 30 tahun pengalaman, menangis, orang dengan krisis mental, tiba-tiba gemetar."

'Permohonan Italia ke Eropa'

Berbicara kepada BBC, Menteri Luar Negeri Italia, Luigi Di Maio, meminta sebuah unit Eropa untuk mengoordinasi suplai untuk semua rumah sakit dan klinik di seluruh Eropa.

Dia juga menyuarakan optimisme, dengan mengatakan tidak ada kasus infeksi di 10 kota di kawasan zona merah di Italia utara.

Sumber: BBC Indonesia
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas