Pertama Kali Sejak 18 Tahun Lalu, Harga Minyak WTI Anjlok Hingga 19 Dolar AS Per Barel
Harga minyak mentah WTI berjangka untuk pengiriman Mei mendatang, turun sebesar 4,28 persen menjadi 19,02 dolar AS per barel.
Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM - Harga minyak West Texas Intermediate (WTI) mengalami penurunan di bawah 19 dolar AS per barel untuk kali pertama sejak 31 Januari 2002 silam, seperti yang ditunjukkan data perdagangan pada Jumat lalu.
Pada pukul 10.06 waktu Moskwa, harga minyak mentah WTI berjangka untuk pengiriman Mei mendatang, turun sebesar 4,28 persen menjadi 19,02 dolar AS per barel.
Beberapa menit sebelumnya juga mengalami penurunan menjadi 18,96 dolar AS per barel.
Direktur Eksekutif Badan Energi Internasional (IEA) Fatih Birol memperingatkan permintaan minyak mentah bisa saja turun ke level terendah selama 25 tahun terakhir pada April ini dan diprediksi menjadikan April 2020 sebagai bulan terburuk bagi industri.
Baca: Suami PDP Corona, Istri Malah Jemput Paksa dari Jakarta ke Blora, Sampai Rumah Sesak, Batuk & Demam
"Ketika kita melihat kembali pada tahun 2020, kita mungkin melihat ini adalah tahun terburuk. April juga mungkin merupakan bulan terburuk, mungkin akan disebut pula sebagai Black April," kata Birol.
Harga minyak mentah Brent berjangka untuk pengiriman Juni, naik 0,86 persen menjadi 28,07 dolar AS per barel.
Dikutip dari laman Sputnik News, Minggu (19/4/2020), organisasi penghasil minyak dunia (OPEC) + telah menandatangani perjanjian penting yang mengikat negara-negara anggota untuk memangkas produksi minyak mentah mereka sebesar 9,7 juta barel per hari periode Mei hingga Juni.
Setelah itu, produksi akan dipotong sebesar 7,7 juta barel per hari hingga akhir 2020.
Sedangkan untuk periode Januari 2021 hingga April 2022, pemangkasan produksi minyak mentah akan dilakukan sebesar 5,8 juta barel setiap harinya.
Perusahaan minyak Arab Saudi, Saudi Aramco mengumumkan pada Jumat lalu, akan mengirimkan 8,5 juta barel minyak per hari ke pasaran mulai 1 Mei mendatang.
"Saudi Aramco mengumumkan akan menyediakan 8,5 juta barel minyak setiap hari untuk kliennya, mulai 1 Mei," kata perusahaan itu dalam sebuah pernyataan.
Baca: Menteri Kesehatan Jepang Ajak Dunia Segera Temukan Obat dan Vaksin Virus Corona
Pada Selasa lalu, harga minyak mentah Brent berjangka turun di bawah 30 dolar AS per barel untuk pertama kalinya dalam enam sesi perdagangan terakhir.
Hal itu karena minyak mentah jenis ini diperdagangkan dalam kisaran 30 hingga 37 dolar AS pada pekan lalu, di tengah ekspektasi pemangkasan besar yang dilakukan oleh kelompok OPEC +.
Jumlah Tertinggi
Arab Saudi dilaporkan mampu menjual sekitar 600 ribu barel per hari (bpd) minyak mentah ke AS.
Volume harian yang dijual Arab Saudi ke AS selama April diprediksi menjadi yang tertinggi selama periode satu tahun.
Ekspor besar-besaran Arab Saudi pada bulan sebelumnya bahkan memiliki volume lebih tinggi.
Menurut CNBC, pengiriman Saudi mencapai lebih dari dua kali lipat pada periode Februari hingga Maret atau naik dari 366.000 barel menjadi 829.540 barel per hari.
Ini berarti pengiriman minyak mentah pada Maret lalu mencapai 25 juta barel, angka ini merupakan yang tertinggi sejak Desember 2018. Sejumlah laporan menyebut angka-angka itu pada April semakin meroket.
Dalam dua pekan pertama saja, 1,46 juta barel per hari minyak Saudi dikirimkan ke pelabuhan AS.
Arab Saudi sebelumnya memang meningkatkan produksi minyaknya hingga mencapai rekor lebih dari 12 juta barel per hari.
Ekspor minyak mentah Saudi terus membanjiri pasar yang sudah tenggelam oleh minyak, setelah gagal menemukan kesepakatan bersama terkait pemangkasan produksi dengan Rusia selama pembicaraan yang dilakukan pada awal Maret lalu.
Baca: Persebaya Surabaya Gelar Latihan Secara Daring, Dipimpin Langsung Aji Santoso
Runtuhnya kesepakatan OPEC + sebelumnya juga telah menambah tekanan pada harga minyak kibat pandemic Covid-19 yang melumpuhkan permintaan global terhadap minyak mentah.
Situasi mengerikan di pasar minyak ini akhirnya memaksa produsen besar untuk mengadakan pembicaraan darurat pada pekan lalu dan menghasilkan kesepakatan bersejarah baru.
Namun pemangkasan sebesar 9,7 juta barel per hari yang rencananya berlaku dalam produksi minyak mentah global, ternyata tidak berlaku hingga Mei mendatang.
Selain itu, masih ada beberapa kekhawatiran yang muncul, satu di antaranya adalah upaya OPEC + yang dinilai tidak cukup untuk mengimbangi kelebihan pasokan yang dipicu oleh pandemi Covid-19. (tribunnetwork/fit)