Menlu Retno Marsudi Mengutuk Ekploitasi ABK WNI di Kapal Ikan China dan Janji Usut hingga Tuntas
Menteri Luar Negeri Indonesia, Retno Marsudi mengutuk tindakan eksploitasi pada para ABK WNI yang bekerja di kapal ikan berbendera China.
Penulis: Febia Rosada Fitrianum
Editor: Tiara Shelavie
TRIBUNNEWS.COM - Menteri Luar Negeri Republik Indonesia, Retno Marsudi mengungkapkan sikap pemerintah terkait kasus dugaan eskploitasi anak buah kapal (ABK) di kapal ikan berbendera China.
Hal tersebut disampaikan dalam video yang diunggah di kanal YouTube Kompas TV, Minggu (10/5/2020).
Retno Marsudi menjelaskan, pemerintah Indonesia mengutuk adanya ekploitasi para pekerja warga Indonesia (WNI).
Baca: ABK WNI di Kapal Ikan China Dilarung ke Laut, Keluarga Tak Terima hingga Minta Kejelasan
Di mana diketahui belasan WNI bekerja menjadi ABK di kapal-kapal penangkapan ikan milik perusahaan asal China, RRT.
Pemerintah menilai, perlakuan yang diterima ABK WNI sangat tidak manusiawi.
Bahkan Retno Marsudi mengatakan tindakan tersebut sudah bertentangan dengan hak asasi manusia (HAM).
"Saya ingin menekankan, pertama kita mengutuk perlakukan yang tidak manusiawi yang dialami para ABK kita," terang Retno Marsudi.
"Berdasarkan informasi dari para ABK maka perlakuan ini telah menciderai hak-hak asasi manusia," tambahnya.
Dalam menyelesaikan kasus ini, Retno Marsudi menjelaskan pemerintah telah berkomitmen.
Pemerintah Indonesia pastikan kasus yang dialami oleh para ABK WNI dapat terselesaikan hingga tuntas.
Bahkan, pemerintah juga akan melakukan pembenahan di awal pengiriman tenaga kerja.
Baca: 14 ABK WNI yang Diduga Mengalami Eksplotasi di Kapal Ikan China Sudah Dipulangkan ke Indonesia
Baca: Menlu Retno: Pemerintah China Investigasi Kasus Kapal Ikan yang Pekerjakan ABK WNI
"Kedua, pemerintah memiliki komitmen yang sangat tinggi untuk menyelesaikan kasus ini secara tuntas," jelas Retno Marsudi.
"Termasuk pembenahan tata kelola di hulu," lanjutnya.
Kepada Retno Marsudi, para ABK WNI menyampaikan beberapa permasalahan yang dialami saat bekerja.
Yang pertama yakni perihal gaji atau pendapatan.
Dari seluruh ABK WNI yang bekerja, ada beberapa orang yang menerima gaji.
Namun yang diterima tidak sesuai dengan nominal pada kontrak kerja.
Bahkan, ada lagi sebagian pekerja yang justru belum mendapatkan gaji sama sekali.
"Beberapa informasi awal yang kita peroleh antara lain pertama,terdapat permasalahan gaji," ungkap Retno Marsudi.
"Sebagian dari mereka belum menerima gaji sama sekali."
"Sebagian lainnya menerima gaji namun tidak sesuai dengan angka yang disebutkan dalam kontrak," imbuhnya.
Tak sampai di situ, eksplotasi dalam bekerja juga dialami oleh para ABK WNI.
Mereka dipaksa untuk melakukan pekerjaan dengan jam kerja yang tak masuk akal.
Di mana mereka diharuskan untuk bekerja sekira 18 jam dalam satu hari.
"Hal lain yang saya peroleh dari mereka, adalah mengenai jam kerja yang tidak manusiawi," tutur Retno Marsudi.
"Rata-rata mereka mengalami kerja lebih dari 18 jam per hari," tandasnya.
Sebelumnya, sempat diberitakan oleh media Korsel adanya dugaan eksploitasi ABK yang merupakan WNI.
Serta adanya kasus pelarungan jenazah ABK WNI yang sudah meninggal dunia ke laut lepas.
Dalam video yang diunggah di kanal YouTube Kompas TV, Kamis (7/5/2020), Umar Hadi menjelaskan, terdapat 14 WNI yang bekerja di kapal penangkapan ikan besar.
Kapal berbendera negara China itu bersandar di Pelabuhan Busan pada Kamis (23/4/2020) lalu.
Umar Hadi menyebutkan, semula jumlah ABK WNI di kapal saat merapat terdapat 15 orang.
Baca: Bareskrim Selidiki Dugaan Eksploitasi 14 ABK WNI di Kapal Ikan Berbendera China
Baca: Politikus PDIP Desak Pemerintah Serius Investigasi Kasus ABK WNI di Kapal China
Namun satu orang ditemukan sakit sejak berada di kapal.
ABK WNI tersebut langsung dibawa ke rumah sakit di Busan, Korea Selatan.
Hingga akhirnya dinyatakan meninggal dunia pada Rabu (29/4/2020).
"Semula ada 15, tetapi satu kemudian sakit sejak berada di kapal," jelas Umar Hadi.
"Kita konsultasikan ke rumah sakit di Busan. Kemudian yang bersangkutan meninggal dunia pada 29 April 2020," imbuhnya.
Untuk menyelesaikan kasus ini, Umar Hadi menuturkan sudah melakukan beberapa tindakan.
Dalam kasus dugaan eksplotasi ABK WNI ini juga melibatkan KBRI yang berada di Beijing, China.
Umar Hadi menjelaskan, dalam kasus tersebut, tidak hanya melibatkan satu kapal berbendera China saja.
Ternyata terdapat tiga kapal yang terseret dalam kasus pelarungan jenazah ABK WNI di laut.
Ketiga kapal itu disebutkan berasal dari perusahaan yang sama asal China.
"Sudah banyak langkah-langkah yang kita lakukan untuk kasus ini," terang Umar Hadi.
Baca: Kisah Pilu ABK WNI Kerja di Kapal China: Kerja 18 Jam Sehari, Digaji Rp135 Ribuan, Minum Air Laut
Baca: Heboh Jenazah ABK WNI Dilarung ke Laut, Pengamat Lihat Ada Kecurigaan di Kapal Long Xing
"Di KBRI Beijing, karena ini melibatkan beberapa kapal bukan cuma satu, ada tiga."
"Tapi perusahaan sama dari Tiongkok," tambahnya.
Umar Hadi menyampaikan, pihak KBRI Beijing sudah melayangkan surat untuk pemerintah China.
Pemerintah China diminta ikut bertindak pada perusahaan kapal ikan tersebut.
Pihak Indonesia, bersama dengan Retno Marsudi mendesak China untuk turun tangan.
Dan meminta perusahaan kapal ikan untuk bertanggung jawab atas tindakan mereka.
Tidak hanya itu, Umar Hadi menyampaikan juga melakukan kontak dengan perusahaan pengirim tenaga kerja.
Mereka juga diminta untuk melakukan tanggung jawab pada WNI yang dikirim untuk menjadi ABK.
"Ini KBRI Beijing sudah menyurati mereka, sudah mendesak RRC untuk juga ikut mendesak perusahaan ini," jelas Umar Hadi.
"Kita terus mendesak pemerintah RRC membantu mendesak perusahaan untuk bertanggung jawab," lanjutnya.
(Tribunnews.com/Febia Rosada)