Beijing Protes Keras Senator AS yang Bikin RUU Sanksi ke China Terkait Covid-19
Beijing Protes Keras Senator AS yang Bikin RUU Sanksi ke China Terkait Covid-19
Editor: Tiara Shelavie
TRIBUNNEWS.COM, BEIJING – Pemerintah China memprotes keras inisiatif anggota parlemen AS yang mengajukan RUU sanksi terhadap China atas pandemi Covid-19.
Protes disampaikan juru bicara Kementerian Luar Negeri, Zhao Lijian, Rabu (13/5/2020).
"RUU itu, yang diperkenalkan beberapa senator AS, benar-benar mengabaikan fakta. Mereka ingin memulai penyelidikan dengan anggapan bersalah,” kata Lijian.
“Gagasan itu untuk mengalihkan tanggung jawab mereka atas kegagalan perang melawan epidemi di Tiongkok. Ini tidak mungkin. Kami menyatakan kami protes tegas, "kata Zhao jumpa pers di Beijing.
Beberapa pejabat pemerintahan Trump, termasuk Presiden, dan beberapa media besar AS secara konsisten menyalahkan China di tengah pandemi coronavirus.
Mereka menyalahkkan China ber kinerja buruk selama krisis, juga menuduh China menyembunyikan data, dan bahkan membuat virus.
China telah berulang kali menolak tuduhan AS dan sejumlah pejabat negara lain, dan menyerukan komunitas internasional berhenti mengalihkan tanggung jawab.
Mereka membuang waktu yang harus disiapkan menghadapi pandemic.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) juga telah menyatakan coronavirus baru berasal dari hewan, sebelum menular ke manusia.
Sejauh ini, tidak ada bukti yang menunjukkan virus itu dibuat di laboratorium.
Tuduhan terbaru datang dari Badan Intelijen Pusat (CIA), yang informasinya justru dimunculkan media Jerman, Der Spiegel pecan lalu.
CIA yakin Presiden Xi Jinping secara pribadi berusaha menjaga dunia agar tidak mengetahui penularan virus dari manusia ke manusia.
CIA yang lagi-lagi-lagi tidak menyertakan bukti, mengklaim China telah mencoba untuk menghentikan WHO agar tidak mengeluarkan peringatan global tentang virus korona.
Klaim itu dikutip situs majalah ternama Newsweek.
Meskipun laporan CIA belum dipublikasikan, isinya dikonfirmasi media yang memuatnya ke pejabat intelijen.
Wartawan Der Spiegel mendapatkan informasi itu dari sumber mereka di intelijen luar negeri Jerman.
Dikatakan dalam percakapan 21 Januari 2020, Presiden Jinping telah mengatakan kepada Diektur WHO untuk menahan informasi tentang penularan virus dari manusia ke manusia dan menunda pernyataan pandemi apa pun.
Pejabat CIA yang berbicara dengan Newsweek tidak mengatakan apakah mereka curiga Xi telah mencoba menekan WHO.
Organisasi ini telah menolak laporan Der Spiegel dan menunjukkan beberapa inkonsistensi di dalamnya.
Sebagai contoh, China secara terbuka mengkonfirmasi virus tersebut menularkan dari orang ke orang pada 20 Januari 2020, sebelum dugaan percakapan Xi Jinping dan Direktur WHO.
WHO pun mengkonfirmasi hanya dua hari kemudian, setelah para ahli mengunjungi Wuhan.
Juru bicara WHO Christian Lindmeier lebih banyak meragukan kisah itu.
Ia mengatakan kepada Newsweek, Theodros Ghebreyesus tidak berbicara dengan Xi pada 20, 21, atau 22 Januari.
Dia mengatakan mereka hanya bertemu pada 28 Januari, tetapi tidak memunculkan pengumuman tentang PHEIC.
Kementerian Luar Negeri Cina juga mengatakan Senin lalu, tidak ada percakapan antara keduanya pada 21 Januari.
Peringatan PHEIC (prosedur berbeda dari deklarasi pandemi) dikeluarkan ketika wabah menimbulkan risiko bagi lebih dari satu negara dan membutuhkan respons internasional yang terkoordinasi.
Ini memicu berbagai langkah kesehatan masyarakat, termasuk seruan untuk meningkatkan pendanaan dan sumber daya untuk menahan penyebaran internasionalnya, serta rekomendasi tentang perdagangan dan perjalanan.
WHO membentuk Komite Darurat pada 22 dan 23 Januari untuk membahas deklarasi semacam itu.
Tetapi para ahli, yang sudah memiliki bukti penularan dari manusia ke manusia, menyimpulkan wabah itu bukan merupakan suatu Public Health Emergency of International Concern.
Pada 30 Januari peringatan global akhirnya dikeluarkan WHO yang bermarkas di Jenewa, Swiss.
(Tribunnews.com/Setya Krisna Sumarga)